Rabu, 07 April 2010

Penduduk Miskin Bengkulu Turun

Penduduk Miskin Bengkulu Turun
Menurut Kepala BPS Provinsi Bengkulu, Drs Carsadi MSi, jumlah pendudukan miskin di Provinsi Bengkulu pada bulan Maret 2009 sebanyak 324,13 ribu dengan persentase sebesar 18,59 persen. Jika dibanding dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2008 sebesar 351,97 ribu dengan 20,64 persen, maka telah terjadi penurunan sebesar 27,84 ribu atau sebesar -2,05 persen. Baik dari segi jumlah maupun persentase, jumlah penduduk miskin di Provinsi Bengkulu antara Maret 2008 hingga Maret 2009 mengalami penurunan sebesar 27,84 ribu atau -2,05 persen, ungkapnya. Jumlah dan persentase tersebut adalah akumulasi jumlah penduduk miskin yang ada di kota dan pedesaan. Kedua-duanya juga mengalami penurunan. Perkotaan mengalami penurunan jumlah penduduk miskin sebesar -14.15 ribu. Rinciannya, Maret 2008 jumlah penduduk miskin di kota sebesar 131.76 ribu. Bulan Maret 2009 turun menjadi 117.60 ribu. Sedangkan di pedesaan telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar -13.69. Rinciannya pada Maret 2008 jumlah penduduk miskin sebesar 220.21 ribu dan Maret 2009 sebesar 206.53 ribu. Dijelaskan oleh Carsadi, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sanga dipengaruhi oleh garis kemiskinan. Sebab penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan di Provinsi Bengkulu sendiri selama Maret 2008-Maret 2009 terangnya, mengalami kenaikan sebesar 10,80 persen. Pendapatan per kapita per bulan pada Maret 2008 untuk garis kemiskinan sebesar Rp 189.607. Kemudian naik menjadi Rp 210.084 pada Maret 2009, jelasnya. Perubahan garis kemiskinan pendapatab per kapita per bulan ini juga terjadi pada tingkat perkotaan dan pedesaan. Di perkotaan garis kemiskinan mengalami perubahan sebesar 8.32 persen dari Rp 224.081/kapita/bulan pada Maret 2008 menjadi Rp 242.753/kapita/bulan Maret 2009. Sedangkan dipedesaan terjadi perubahan sebesar 12.57 persen. Rinciannya, Rp. 170.878/kapita/bulan Maret 2008 menjadi Rp 190.351/kapita/bulan Maret 2009. Diakui Carsadi bahwa data kemiskinan yang ditampilkan pihaknya mungkin tidak akan sama dengan apa yang terjadi di lapangan. Namun pihaknya menyakini tidak ada manipulasi data yang disajikan dalam release kali ini. Kita punya metodologi dan terminologi sendiri dalam melakukan publikasi statistik ini dan dapat diyakini kebenarannya karena bukan pesanan jelang pemililihan, tandasnya. Untuk mengukur kemiskinan, BPS terang Carsadi, menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Pendekatan ini juga dapat menghitung Headcount Index (HI) yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk, terangnya. Sedangkan metode untuk menghitung garis kemiskinan lanjut Carsadi terdiri dari dua komponen yakni garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan bukan makanan. Penghitungan garis kemiskinan ini dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan sendiri merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minuman, makanan yang disetarakan dengan 2100 k kalori per kapita per hari, katanya.

Data Penduduk Belum Diperbaharui
Anggota DPRD Kota Bengkulu Nurman Suhardi meminta Pemkot Bengkulu melalui instansinya melakukan validasi dan pembaruan terhadap data penduduk. Mengingat data penduduk yang ada saat ini sudah tidak relevan lagi dijadikan acuan. Apalagi Kota Bengkulu akan berulang tahun ke-295, tentunya harus diketahui berapa jumlah penduduknya saat ini. Kita minta data penduduk kota yang valid dan sesuai dengan realitas saat ini bisa diserahkan secepatnya. April mendatang dinas terkait sudah harus siap melakukan pendataan, katanya. Pihaknya juga melalui Komisi I akan membentuk lembaga independen untuk mengawal proses pendataan penduduk tersebut. Tim ini nantinya akan direkrut dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan kelompok aktivis mahasiswa. Dewan juga meminta dilakukan pendataan jumlah penduduk miskin. Tapi untuk data penduduk miskin kita serahkan kepada BPS dan Dinkes untuk mendatanya, imbuhnya. (160)

Hari-hari yang sangat genting...

Berawal dari sebuah kisah yang sangat menyenangkan, dimana semua orang menaik-naikkan aku. aku sadar semua ini pasti akan indah, tapi aku sadar bahwa semuanya ini pasti ada rintangan-rintangan yang harus dihadapi. kita bukan lagi anak kecil yang harus disuapin dengan orang tua. masalah yang ada harus kita hadapi dengan kepala dingin. tantangan itu setiap waktu datang dengan bertubi-tubi. ini adalah awal kisah yang sangat tidak menyenangkan walaupun akhirnya indah. kisah-kisah yang aku tuliskan ini adalah kisah dari diriku yang hidup diperantauan

Selasa, 06 April 2010

Pengilhaman Adat & Kristen

A. Sumber Pengilhaman Upacara Adat
Turian-turian
Upacara adat Batak merupakan serangkaian aktivitas bermakna yang diilhamkan oleh “roh” yang menjadi sembahan leluhur kita Siraja Batak, yang disebut dengan nama Ompu Mulajadi Nabolon, yang biasa dipanggil “Debata”. Pengilhaman itu dapat kita lihat dalam cerita lisan (turi-turian). Turi-turian itu bukan sekedar mitos seperti anggapan banyak orang yang rasionalistik. Turi-turian itu juga menyimpan beberapa fakta rohani dari asal muasal kehidupan religius leluhur orang Batak. Melalui turi-turian kita dapat menelusuri sumber awal dari keberadaan adat Batak.
Manusia pertama Si Boru Deak Parujar dengan suaminya Tuan Ruma Gorga memiliki sepasang anak kembar. Ketika itu hubungan manusia dengan para dewa harmonis dimana mereka sering berjumpa secara langsung di puncak gunung Pusuk Buhit. Kedua anak tersebut melakukan hubungan sumbang sehingga para dewa marah. Mulajadi Nabolon kemudian membawa kedua orang tua anak tersebut ke langit. Salah satu dewa, yaitu Debata Asi-asi diperintahkan oleh Mulajadi Nabolon menemani kedua anak kembar itu. Karena merasa kasihan, Debata Asi-asi meminta supaya Mulajadi Nabolon tetap membimbing kedua anak manusia tersebut. Mulajadi Nabolon memberikan adat sebagai pembimbing mereka dengan cara mamemehon (menyuapkan) adat ke mulut keduanya. Setelah itu para dewa menjauh dan tidak mau berhubungan langsung dengan manusia. Supaya tetap mendapat perkenanan Mulajadi Nabolon, kedua anak kembar tersebut, yaitu si raja Ihat Manisia dan Si Boru Itam Manisia serta keturunannya harus memelihara adat yang diberikan oleh Mulajadi Nabolon.
Versi lain, yang ditulis oleh Raja Patik Tampubolon, yang dikutip dari Lothar Schreiner dalam bukunya “Telah Kudengar Dari Ayahku”:
Ketika si raja batak menjadi tua, dipanggilah kedua puteranya, raja Isumbaon dan raja Ilontungon, supaya mereka menyiapkan baginya jamuan perpisahan. Segala sesuatu yang ia punyai telah ia serahkan kepada mereka: kekuatan, pertumbuhan, harta kekayaan, kekuasaan, kehormatan, pengetahuan, pendidikan, dan kebijaksanaan. Putera -puteranya menjawab bahwa itu semuanya benar, tetapi ada sesuatu yang belum diberikannya kepada mereka, dan ia harus berpikir-pikir tentang itu. Ia tidak berhasil. Oleh sebab itu, ia berserta kedua puteranya naik ke gunung Pusuk Buhit membawa korban persembahan setia kepada Debata Mulajadi Nabolon untuk menanyakan kepadanya, apa yang diminta oleh puteranya tersebut. Ia memanjatkan doa yang panjang, sesudah itu Mulajadi Nabolon memberikan kepadanya dua kitab, yakni Pustaha Laklak (kitab kulit) dan Pustaha Tumbaga (kitab tembaga), yang berisikan tentang hadatuon dan habatahon (adat Batak). Kitab yang pertama diserahkannya kepada Raja Ilontungan, dan kitab kedua kepada Raja Isumbaon.
Pengilhaman oleh roh sembahan leluhur dinyatakan secara implisit dalam istilah mamemehon pada cerita pertama, dan melalui pemberian kedua kitab dari Mulajadi Nabolon pada cerita versi kedua. Jadi, terlihat bahwa upacara adat bukan merupakan hasil pemikiran dari leluhur semata, tetapi merupakan konsep, ide, paradigma, nilai budaya, norma agama yang ditransferkan ke pikiran leluhur oleh roh sembahannya. Hal ini kemudian diajarkan secara lisan kepada keturunannya. Pemahaman yang diilhamkan inilah yang harus dilakukan oleh para leluhur dan diajarkan kepada keturunannya untuk diikuti dan dilestarikan keberadaannya.
Kita harus menyadari, bahwa selain dari Tuhan, Iblis juga dapat memasukkan berbagai gagasan pemikirannya ke hati dan pikiran manusia. Alkitab memberikan beberapa contoh, yaitu ketika Petrus menegor Yesus berkaitan dengan pernyataan-Nya tentang rencana penyaliban, dan kemudian Petrus dimarahi Yesus. Pernyataan Petrus ini didorong oleh kehadiran Iblis yang kemudian menyuntikkan pikirannya kedalam pikiran Petrus, yang tercetus pada ucapannya. Reaksi Yesus adalah:
Maka berpalinglah Yesus sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata -Nya: “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Tuhan, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Markus 8:33)
Contoh lain, ketika Iblis memasukkan gagasannya kedalam pikiran Daud untuk melakukan sensus penduduk, seperti yang tertulis pada I Tawarikh 21:
“Iblis bangkit melawan orang Israel dan ia membujuk Daud untuk menghitung orang Israel (1). Tetapi hal itu jahat di mata Tuhan, sebab itu dihajar-Nya orang Israel (7).”
Bimbingan langsung iblis secara gaib di dalam hati manusia pada saat ini, juga dapat kita lihat di dalam aktivitas para dukun di dalam memeriksa, menemukan penyakit dan mengobati para pasiennya.
Persoalannya, banyak orang Kristen yang beranggapan bahwa roh sembahan leluhur yang disebut Debata Mulajadi Nabolon adalah benar-benar TUHAN (YHWH = terjemahan Batak: Jahowa), yaitu Pencipta Semesta Alam yang sesungguhnya. TUHAN (Yahowa) inilah yang kita panggil sebagai Bapa di dalam Tuhan Yesus Kristus. Sesungguhnya, TUHAN (Yahowa) tidaklah sama dengan Debata Mulajadi Nabolon. Debata Mulajadi Nabolon adalah nama malaikat Iblis yang menguasai wilayah kehidupan leluhur orang Batak. Malaikat Iblis itu telah menipu leluhur kita dengan mengaku diri sebagai pencipta alam semesta. Malaikat iblis ini juga yang telah memberikan berbagai ilmu kesaktian dan mengilhamkan upacara dan aturan hidup agama Batak yang kita sebut ADAT.
Alkitab menegaskan bahwa para illah yang disembah oleh berbagai suku bangsa di dunia bukanlah Tuhan (Elohim) yang sejati. Mereka adalah para malaikat iblis yang menipu leluhur setiap suku bangsa dengan mengaku sebagai Tuhan. Hanya Bapa, yang kita kenal di dalam Tuhan Yesus, adalah TUHAN (Aku adalah Aku) Semesta Alam. “Akulah TUHAN (YHWH) dan tidak ada yang lain” (Yesaya 45:5) Hukum Taurat menegaskan: “Akulah TUHAN (YHWH = Yahowa, Yahweh), Tuhanmu (Elohim), yang membawa engkau keluar dari tempat perbudakan jangan ada padamu illah lain di hadapan-Ku” (Ulangan 5:6,7).
Kegagalan iblis untuk menyamai TUHAN dan merebut tahta -Nya di sorga seperti yang dipaparkan dalam kitab Yesaya 14:12-23, tidak membuatnya putus asa. Iblis melanjutkan usahanya di bumi dengan bantuan para malaikat iblis dan roh-roh jahat. Dia berhasil menjadi tuhan di tengah-tengah banyak suku bangsa, sambil memamerkan kesaktiannya dan kebaikan palsunya (?) untuk membuktikan ketuhanannya kepada para leluhur suku bangsa tersebut. Debata Mulajadi Nabolon ini adalah nama salah satu malaikat iblis yang memberontak terhadap TUHAN (Yahowa), dan kemudian dicampakkan oleh TUHAN ke dunia.
Dalam ketidaktahuannya, leluhur bangsa-bangsa di bumi telah tertipu oleh iblis dan menyembahnya. Iblis menyatakan dirinya melalui berbagai nama yang berbeda pada setiap suku bangsa. Pada bangsa Batak dia mengaku sebagai Debata Mulajadi Nabolon, atau Ompu Tuan Mulajadi Nabolon. Orang Simalungun menyebutnya sebagai “Naibata”, dan orang Karo menyebutnya sebagai “Dibata”. Pada suku bangsa Nias dia dinamai dengan Lowalangi, dan berbagai nama lainnya pada berbagai religi suku bangsa di dunia.
Malaikat iblis inilah yang telah memberikan berbagai ilmu kesaktian, ilmu perdukunan dan kemampuan gaib lainnya kepada leluhur Batak. Leluhur penulis, Raja Silahi Sabungan, juga menerima ilmu kesakt ian dan ilmu hadatuonnya dari Debata Mulajadi Nabolon. Karena ketidaktahuannya, para leluhur telah menyembah kepada iblis yang mengaku sebagai Mulajadi Nabolon, dan telah mengikat berbagai
perjanjian bagi dirinya dan keturunannya. Sementara TUHAN (Yahowa), yakni Bapa di dalam Yesus Kristus sangat membenci dan menentang segala bentuk ilmu kesaktian dan ilmu perdukunan yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk yang dikenal dalam masyarakat Batak. Sehingga tidak mungkin Dia yang memberikan berbagai ilmu kesaktian dan Hadatuon kepada leluhur kita. Kemungkinannya hanya satu, iblislah yang memberikan segala ilmu kesaktian dan Hadatuon itu.

A.2. Rekomendasi Datu
Pengilhaman upacara adat atau upacara agama Batak oleh iblis dapat kita lihat juga dalam kasus sehari-hari yang masih sering terjadi dalam masyarakat Kristen Batak, dimana seseorang atau satu keluarga melakukan upacara adat berdasarkan nasehat seorang datu (dukun). Contoh kasus:
•Seorang bapak bermarga Sagala memberitahukan kepada hula-hulanya bahwa dia dengan anak dan cucunya akan datang ke rumah hula-hulanya itu. Mereka datang dengan membawa makanan adat (marsipanganon) guna meminta ulos dari sang hula-hula. Dalam perbincangan selanjutnya terungkap bahwa kehidupan ekonomi dari keluarga bapak Sagala selalu susah. Dan atas nasehat seorang datu (dukun) mereka diminta untuk pergi ke rumah hulahulanya meminta ulos, supaya kehidupan ekonomi mereka akan menjadi baik.
•Seorang ibu bernama Resli (samaran) amat sedih atas kondisi seorang putranya yang sering mengalami musibah, dan pada puncaknya anak tersebut mengalami depresi berat. Atas petunjuk seorang Sibaso (spirit medium) mereka diberitahu bahwa kondisi anak itu disebabkan tondinya diikat oleh suatu roh jahat. Mereka dinasehati untuk pergi ke rumah hula-hulanya guna meminta ulos. Dengan ulos pemberian dari hula-hulanya, maka tondi anak itu akan kembali dan kesehatannya diyakini akan segera pulih kembali.
Kasus di atas merupakan dua contoh kasus yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari. Orang Batak melakukan upacara adat berdasarkan petunjuk dari “Datu” atau “Sibaso” untuk mencapai sesuatu yang diinginkan olehnya. Nasehat itu biasanya dimintakan ketika mereka mengalami suatu penyakit, kesialan, marabahaya atau kemalangan, kesulitan ekonomi atau demi kesuksesan suatu rencana.
Rekomendasi untuk melakukan upacara adat bisa didorong oleh keyakinan sendiri maupun atas nasehat para Datu, Sibaso atau paranormal lainnya, yang ilmunya berasal dari malaikat iblis penguasa teritorial Batak.
•Seorang rekan di Medan baru-baru ini didatangi oleh seorang familinya yang adalah seorang Parmalim. Dia datang dari bonapasogit ditugaskan oleh roh ompung mereka untuk mengumpulkan seluruh keturunannya dan melakukan upacara adat. Melalui upacara itu, mereka semua akan diberkati oleh roh tersebut dan seluruh sawah milik roh ompung mereka yang ada di kampung itu dahulu, yang sekarang telah dimiliki oleh orang lain, akan dikembalikannya kepada mereka. Sebagai anak Tuhan, rekan tadi menolak rencana itu, tetapi salah satu keluarga lain yang ada di Medan menerimanya. Pada saat itu di rumah orang yang menerima itulah, sang parmalim mengalami kesurupan roh ompungnya. Dalam kesurupan itu, roh ompung mereka itu memberi petunjuk mengenai upacara yang harus mereka lakukan. Sebelum petunjuk diberikan, maka roh itu meminta suami-istri itu duduk bersila di depannya dengan memakai ulos dan memegang Alkitab.
Malaikat iblis pasti akan memberikan rekomendasi bagi orang-orang yang datang meminta jasa darinya dengan cara -cara yang berkenan dihatinya. Cara itu akan merujuk kepada pelaksanaan upacara adat yang telah diilhamkannya kepada leluhur orang Batak. Rekomendasi ini memperlihatkan bahwa upacara adat merupakan upacara yang berasal dari malaikat iblis penguasa teritorial Batak, karena itu dia tetap berupaya supaya tiap generasi orang Batak kembali melaksanakan upacara agama itu.
Rekomendasi ini akan lebih jelas dimengerti dengan memahami lebih lanjut tentang agama Batak. Debata Mulajadi Nabolon memiliki tiga putra yang merupakan pancaran kemuliaannya, yaitu Batara Guru, Mangala Sori, dan Mangala Bulan. Mulajadi Nabolon memberikan suatu kekuasaan dan kemampuan khusus kepada ketiga putranya itu. Batara Guru menguasai dunia atas yaitu dunia para dewa (banua ginjang), Mangala Sori menguasai kehidupan di dunia (banua tonga), dan Mangala Bulan menguasai dunia bawah, dunia roh-roh jahat dan setan (banua toru).
Sebagai penguasa dunia atas, Batara Guru memiliki rahasia hikmat dan kebijaksanaan (hahomion) debata. Dengan demikian dia memiliki kemampuan untuk me nyelesaikan berbagai persoalan hidup manusia. Batara Guru juga memperoleh kuasa untuk menciptakan segala jenis binatang dan tumbuhan. Berkat dari Batara Guru disalurkan melalui Hula-hula dalam pelaksanaan upacara adat.
Mangala Sori menjadi dewa yang menguasai segala ilmu Hamalimon (keimaman), sehingga dia menjadi sumber ajaran “hamalimon” di tengah-tengah bangsa Batak. Raja Sisingamangaraja adalah salah seorang “malim” terbesar yang pernah lahir di dalam sejarah religi Batak.
Mangala Bulan diberikan kemampuan dalam bidang ilmu “Hadatuon” sehingga dia menjadi sumber ilmu Hadatuon di tengah-tengah bangsa Batak. Raja Silahi Sabungan adalah salah satu Datu Bolon yang pernah dikenal oleh masyarakat Batak.
Kemampuan khusus yang dimiliki oleh ketiga dewa tadi berasal dari sumber yang sama, yaitu Mulajadi Nabolon. Ketiga ilmu yang dialirkannya kepada manusia merupakan berkat yang satu, utuh dan saling melengkapi dan diperuntukkan bagi bangsa Batak. Sehingga wajar saja para datu, malim memberikan rekomendasi kepada orang-orang Batak untuk melakukan upacara adat untuk mencari solusi persoalan hidupnya. Melalui upacara adat orang diarahkan untuk mencari penyelesaian masalah hidup kepada Batara Guru, yang kehadirannya diwakili di dunia oleh Hula-hula. Dengan hikmat dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh Batara Guru, manusia (dalam hal ini Boru) akan mendapatkan pertolongan dari Debata dalam mengatasi persoalan hidupnya. Pertolongan Batara Guru dinyatakan melalui berkat yang diberikan oleh Hula-hula.
Pelaksanaan upacara adat Batak pada masa Hasipelebeguon biasanya dipimpin oleh Datu atau Malim. Upacara adat, hadatuon dan hamalimon merupakan 3 unsur berbeda, tapi menyatu dan melengkapi dalam agama Batak. Dalam religi Batak terdapat 3 “pengantara” antara manusia dengan Debata, yang diturunkan dari ke -3 putra Mulajadi Nabolon, yaitu “Hulahula” dari Batara Guru, “Malim” dari Mangala Sori, dan “Datu” dari Mangala Bulan. Ke-3 pengantara ini merupakan 3 unsur yang sangat penting dalam religi Batak, dan ketiganya menyatu dalam kehidupan religius masyarakat Batak sehari-hari. Ketiga pengantara ini ilmunya mempunyai sumber yang sama, yaitu Debata Mulajadi Nabolon.
Malaikat iblis, melalui para hambanya, tidak akan merekomendasi orang-orang yang meminta pertolongan darinya dengan cara -cara yang sesuai dengan keinginan hati Tuhan Yesus. Karena iblis sangat mengenal siapa Yesus Kristus sebenarnya, sangat membenci Nama itu, dan sangat berkeinginan agar manusia tidak percaya kepada Yesus Kristus, satu-satunya TUHAN, Penasehat Ajaib, Tuhan Semesta Alam, Yang Maha Perkasa. Dengan demikian iblis dapat memperhamba orang tersebut dan membawanya ke dalam kebinasaan yang abadi di neraka.

A.3. Klaim Iblis
Pengilhaman upacara adat oleh iblis juga dinyatakan secara tegas oleh roh jahat kepada penulis pada waktu pelayanan pelepasan seorang pemuda bernama Marbing (samaran) yang terlibat ilmu perdukunan dan kesaktian yang cukup tinggi. Dia memperoleh aneka kesaktian melalui bimbingan langsung roh jahat yang berlangsung sejak masa kecilnya, sehingga di dalam dirinya bermukim ribuan roh jahat. Dalam pelayanan itu berulangkali berbagai jenis roh jahat merasukinya. Salah satu roh yang berulangkali merasukinya mengeluarkan bunyi seperti lenguhan seekor babi hutan yang sedang marah (?)
Berbagai dosa pemuda ta di disangkali melalui doa dalam nama Yesus, tetapi roh jahat itu masih juga dapat merasukinya. Karena diusir di dalam nama Yesus, akhirnya dengan marah roh jahat itu mengakui bahwa dia masih dapat merasuki karena adanya ulos Batak di tempat pelayanan itu berlangsung. Pemuda yang kerasukan tadi membongkar dan mengeluarkan ulos Batak dari lemari. Padahal pemuda tadi baru sekali itu saja dibawa ke rumah itu dan tidak mengetahui apa isi lemari itu. Roh itu menegaskan bahwa ulos Batak itu merupakan tenunan yang menjadi miliknya. Setelah keberadaan ulos itu disangkali, maka barulah roh jahat itu keluar dari dalam diri si pemuda.
Pada waktu yang lain, suatu roh yang merasuki pemuda itu menegaskan bahwa dialah yang mengajarkan adat Batak kepada leluhur orang Batak. Dia memberikan berbagai kesaktian kepada raja-raja orang Batak dahulu (dengan menyebut nama yang tidak perlu disebutkan di sini).
Melalui hal dan kejadian di atas, TUHAN meneguhkan hati penulis bahwa upacara adat bukan merupakan tradisi leluhur belaka. Tradisi itu merupakan suatu upacara agama yang diilhamkan oleh malaikat iblis kepada leluhur orang Batak. Segala ide, nilai, ajaran, paradigma, dan norma yang ada dalam upacara adat itu sesungguhnya berasal dari si iblis, dan TUHAN sangat membencinya. Leluhur kita telah tertipu karena iblis membungkus jeratannya tersebut dengan memberikan berbagai ajaran kebaikan dunia yang semu, sepertinya baik, tetapi membinasakan. Inilah salah satu wujud dari yang dikatakan Alkitab: “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut (Amsal 14:12).”

B. Peta Roh Sembahan Leluhur
Upacara adat Batak merupakan upacara religius yang menggambarkan atau memetakan roh sembahan para leluhur. Peta ini dapat terlihat dalam struktur masyarakat Batak yang disusun dengan prinsip Dalihan Na Tolu (Toba), Sangke, yang arti hurufiahnya “tungku yang berkaki tiga”. Prinsip ini membagi status dan peranan seseorang dalam tiga bahagian, yaitu: Hulahula (pihak pemberi gadis), Dongan Sabutuha (teman seperut/semarga), dan Boru (pihak penerima gadis). Pada masyarakat Karo disebut Kalimbubu, Senina, dan Berru. Hubungan dalam Dalihan Na Tolu ditata dalam suatu falsafah: “Somba marhulahula, elek marboru, manat mardongan tubu” (Bersembah kepada Hulahula, berhati-hati kepada teman semarga, membujuk, melindungi, mengayomi Boru).
Melalui ketiga kategori ini, setiap orang yang terlibat dalam upacara adat akan dipisahkan duduknya (parhundulanna) berdasarkan hubungan kekerabatan (tutur) antara dia dengan Suhut, yaitu pihak yang mengadakan upacara. Pihak hulahula duduk dalam suatu kelompok khusus, demikian juga pihak Boru dan Dongan Sabutuha. Kehadiran mereka dalam upacara itu untuk melaksanakan segala kewajiban dan menerima segala hak yang telah ditentukan di dalam adat (baca: aturan hidup agama Batak). Setiap unsur dalam Dalihan Na Tolu memiliki hak dan kewajiban yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Pada tatanan sosial, Dalihan Na Tolu menata hak dan kewajiban antara seseorang atau sekelompok orang dengan orang atau kelompok lainnya. Setiap orang dalam masyarakat Batak harus menjalankan perannya sesuai statusnya dalam konteks upacara adat. Pada suatu upacara dia bisa berperan sebagai Hulahula, sedangkan pada upacara yang lain bisa berperan sebagai Boru atau Dongan Sabutuha. Setiap orang Batak akan menduduki ketiga status itu pada saat dan hubungan kekerabatan yang berlainan. Misalkan si A, terhadap keluarga dari pihak istrinya dia berstatus Boru, terhadap keluarga dari pihak suami adik/kakak perempuannya (ito), dia berstatus sebagai Hulahula. Sementara terhadap adik lelaki atau abangnya dia berstatus sebagai Dongan Sabutuha.
Pada tatanan rohani, Dalihan Na Tolu menggambarkan relasi antara manusia dengan alam gaib, antara banua tonga dengan banua ginjang. DR.Philip.O.Tobing dalam bukuny: “The Structure of the Toba Batak Belief in the High God” (1963:149) menyimpulkan bahwa Batara Guru, Bala (Mangala) Sori, dan Bala (Mangala) Bulan adalah representasi dari masing-masing Hulahula, Dongan Sabutuha dan Boru.
Sejalan dengan itu, DR. Annicetus Sinaga, dalam artikelnya pada majalah “Dalihan Natolu” yang berjudul “Dalihan Na Tolu dijamin oleh Dewata Benua Atas” menjelaskan bahwa falsafah Dalihan Na Tolu didasarkan pada keyakinan religius Batak pada masa Hasipelebeguon. Struktur Dalihan Na Tolu menggambarkan hubungan 3 roh dewa sembahan leluhur yaitu Batara Guru, Mangala Sori (Bala Sori), dan Mangala Bulan (Bala Bulan). Dengan demikian, Dalihan Na Tolu merupakan tatanan rohani yang dimulai dari dunia atas (banua ginjang) dan harus diberlakukan di bumi.
Hulahula merupakan personifikasi dari Batara Guru, Dongan Sabutuha personifikasi dari Mangala Sori dan Boru merupakan personifikasi dari Mangala Bulan. Struktur ini merupakan pola yang menata hubungan di dunia atas dan ditetapkan oleh Mulajadi Nabolon untuk juga diberlakukan di dunia manusia (banua tonga). Struktur ini dibangun dan dijamin keberadaannya oleh dewa tertinggi Batak, yaitu Debata Mulajadi Na Bolon. Sehingga struktur itu merupakan kehendak Debata (malaikat iblis sembahan leluhur Batak) bagi manusia, dalam hal ini bagi orang Batak.
Pelanggaran struktur ini merupakan pelanggaran terhadap ketetapan Debata Mulajadi Na Bolon, dan merusakkan keseimbangan antara alam makrokosmos dengan alam mikrokosmos. Karena itu, pelanggaran ini akan mendapatkan sanksi dari debata sendiri. Ketakutan akan hukuman Debata Mulajadi Na Bolon ini tertanam di hati orang Batak sehingga mereka tetap berupaya mempertahankan keberadaan upacara adat Batak.
Dalam struktur ini, eksistensi roh sembahan leluhur di alam gaib atau banua ginjang direfleksikan atau dipersonifikasikan di alam fisik (dalam kehidupan manusia) atau banua tonga di dalam ketiga unsur Dalihan Na Tolu yang membangun suatu upacara adat, yaitu Hulahula, Dongan Sabutuha, dan Boru. Kehadiran ketiga roh sembahan lelu hur dalam suatu upacara dinyatakan dalam kehadiran ketiga unsur Dalihan Na Tolu. Setiap upacara yang dilakukan harus dihadiri oleh ketiga unsur ini, kalau tidak, maka upacara adat tidak dapat dilaksanakan. Inilah ketetapan yang telah dibuat oleh Mulajadi Nabolon.
Jadi struktur Dalihan Na Tolu merupakan proyeksi dari eksistensi ketiga dewa sembahan leluhur Batak yang ada di dunia atas (banua ginjang). Manusia sebagai pelaku upacara adat adalah sarana yang dijadikan untuk memproyeksikan eksistensi dan peranan roh sembahannya. Selama upacara adat Batak dilakukan, ketiga dewa tersebut tetap mendapat tempat untuk diproyeksikan eksistensinya dalam kehidupan bangsa Batak, sekalipun mereka tercatat sebagai orang yang beragama Kristen.
Hal ini terjadi karena banyak orang Batak Kristen tidak pernah mengetahui arti rohani yang sesungguhnya dari struktur Dalihan Na Tolu itu, dan menganggap Dalihan Na Tolu itu hanya sebagai pengklasifikasian dari status dan peranan sosial dari anggota masyarakat saja. Kita tidak pernah me nyadari, bahwa melalui struktur itu iblis memanipulasi diri kita untuk kepentingan dirinya.
Sebuah tungku sering harus diberikan suatu ganjal untuk mengokohkan dan menahan beban di atasnya. Ganjal itu merupakan unsur yang melengkapi ketiga unsur Dalihan Na Tolu, dan disebut dengan Sihal-sihal. Pemahaman seperti itu disebut dalam istilah Batak “Dalihan Na Tolu, paopathon sihal-sihal”. Sihal-sihal melambangkan Debata Asiasi, yang di dalam religi Batak berperanan sebagai dewa yang membantu manusia di dalam berhubungan dengan dunia para dewa.
Peranan sihal-sihal diberikan kepada ale -ale (teman sekampung, dongan sahuta). DR.P.O.Tobing juga menjelaskan bahwa eksistensi keempat dewa Batak disimbolkan dalam “Suhi Ampang na Opat”, yaitu sebuah bakul yang bersegi empat, yang dibawa oleh pihak parboru untuk pihak paranak, dalam upacara pernikahan.
Hadirnya seluruh unsur Dalihan Na Tolu dan sihal-sihal merupakan lambang dari kehadiran para roh sembahan leluhur dalam acara itu. Jadi setiap orang atau kelompok yang hadir dalam suatu upacara adat sedang menggambarkan, atau memetakan eksistensi dari para roh sembahan leluhurnya pada masa penyembahan berhala. Hulahula memetakan eksistensi Batara Guru, Dongan Sabutuha memetakan eksistensi Mangala Sori, dan Boru memetakan eksistensi dari Mangala Bulan. Semuanya memetakan eksistensi dari Mulajadi Nabolon, sebagai dewa tertinggi orang Batak. Peta kemuliaan Mulajadi Nabolon di alam gaib (banua ginjang) dinyatakan dalam ketiga putranya. Peta kemuliaan Mulajadi Nabolon di dunia (banua tonga) dipetakan oleh orang-orang yang hadir dalam upacara adat, yaitu seluruh unsur pembentuk Dalihan Na Tolu.
Pada sisi lain, karena setiap orang memiliki ketiga status Dalihan Na Tolu, maka setiap pelaku upacara adat Batak merupakan “Peta Tiga Roh Sembahan Leluhur” atau “Peta Mulajadi Nabolon”. Waktu berperan sebagai hulahula dia memetakan Batara Guru, sebagai Dongan Sabutuha dia memetakan Mangala Sori, dan sebagai Boru dia memetakan Mangala Bulan. Sehingga sebagai suatu pribadi, dia sedang memetakan ketiga dewa tadi. Karena itu, setiap pelaku upacara agama Batak dibentuk secara rohani menjadi “Peta Tiga Dewa Batak” atau “Peta Mulajadi Nabolon” atau lebih tegas lagi “Peta Iblis”.
Upacara adat merupakan sarana yang diciptakan iblis sebagai jalan masuk untuk menguasai kehidupan orang Batak. Upacara adat merupakan landasan atau jalan masuk yang diciptakan oleh iblis (yang bernama Mulajadi Nabolon dengan tiga roh pembantunya) untuk secara sah (legitimated) hadir di masyarakat Batak. Kehadiran seluruh roh sembahan itu sangat penting artinya bagi leluhur Batak, dalam upaya mendapatkan berkat demi tercapainya segala yang dicita-citakannya, baik selama hidup di dunia, maupun setelah manusia itu meninggalkan dunia ini.
Mereka menyadari bahwa bantuan para roh sembahan itu sangat penting untuk mencapai segala tujuan hidupnya. Tanpa bantuan dari roh sembahan itu, sangat sulit bagi mereka untuk mencapai segala yang dicita-citakannya. Tanpa dukungan dari kekuatan ketiga roh sembahan itu, maka aktivitas upacara itu tidak memberikan manfaat apapun bagi pelakunya. Keberhasilan hidup orang Batak sangat tergantung kepada dukungan kuasa dan berkat dari para roh sembahannya. Manusia hanya dapat melihat kehadiran dari pelaku upacara adat itu saja, sementara kehadiran para roh sembahan itu tidak dapat dilihat dengan mata jasmani.
Kehadiran Batara Guru yang tidak dapat dilihat dinyatakan dengan kehadiran Hulahula yang dapat dilihat. Demikian juga halnya dengan kehadiran Mangala Sori dan Mangala Bulan yang tak terlihat dinyatakan dengan kehadiran Dongan Sabutuha dan Boru. Namun demikian, terlihat atau tidak, disadari ataupun tidak oleh pelakunya, dengan kehadiran seluruh unsur pelaku dalam upacara adat, maka jalan masuk bagi kehadiran para roh itu telah dibuka. Kehadiran para roh sembahan itulah yang akan menentukan kesuksesan suatu upacara adat dan menjamin perolehan segala keinginan si empunya pesta. Benarlah apa yang dikatakan oleh seorang ahli etnografi bernama E.M. Loeb (1935) bahwa kebiasaan adat yang dijumpai pada orang-orang Timur, merupakan “ghost sanctioned custom” (kebiasaan yang disahkan oleh roh-roh). Adat sebagai rangkuman tradisi adalah juga penjelmaan hakiki dari agama suku.
Setiap roh sembahan dalam religi atau agama apapun di dunia memiliki syarat-syarat tersendiri yang ditentukannya bagi kehadiran roh itu ditengah-tengah umatnya. Kehadiran ketiga unsur Dalihan Na Tolu merupakan prasyarat yang dibuat dan ditetapkan oleh iblis bagi kehadirannya dalam kehidupan religius bangsa Batak. Demikian juga, Injil memberitakan kita syarat-syarat khusus, yang berbeda dengan religi lain bagi perkenanan kehadiran TUHAN di dalam hidup umat-Nya.
Tiga roh sembahan Batak yang dipersonifikasikan dalam Dalihan Na Tolu merupakan putra Mulajadi Na Bolon. Ketiganya merupakan pancaran kemuliaan dari Mulajadi Nabolon. Karena itu, upacara adat Batak merupakan aktivitas religius yang dilakukan di dalam dan demi nama Mulajadi Nabolon, debata yang tertinggi. Karena itu, dalam setiap gondang dan tortor yang dimainkan, hal yang pertama yang dilakukan adalah menyampaikan (mangalu-aluhon) acara itu kepada Mulajadi Nabolon melalui pukulan gendang pargonsi. Pukulan gendang itu memiliki irama khusus dan berbeda dari pukulan gendang lainnya. Gerakan tortor yang pertamapun ditujukan kepada Mulajadi Nabolon dengan nama gerakan sombasomba.
Karena setiap pihak yang hadir dalam upacara adat menggambarkan eksistensi dari roh-roh sembahan leluhur, maka acara itu merupakan aktivitas religius yang membawa nama dan kemuliaan bagi para roh sembahan leluhur. Hulahula membawa nama Batara Guru, Dongan Sabutuha membawa nama Mangala Sori dan Boru membawa nama Mangala Bulan. Karena ketiganya merupakan pancaran dari kemuliaan Mulajadi Nabolon, maka otomatis upacara adat membawa nama dan kemuliaan bagi dewa tertinggi leluhur Batak, yaitu Debata Mulajadi Nabolon. Tanpa disadari, pelaku upacara adat merupakan alat Mulajadi Nabolon untuk memuliakan dirinya.
“Peta Mulajadi Nabolon” juga merupakan tanda rohani yang dibuat oleh iblis bagi kepemilikannya atas orang Batak dihadapan TUHAN. Tanda itu merupakan stempel atau meterai kepemilikan iblis atas setiap orang yang melakukan upacara adat. Peta iblis itu merupakan jalan masuk bagi kehadiran dan pengendaliannya atas hidup orang Batak. Tanda itu merupakan dasar rohani yang kokoh bagi iblis untuk mengklaim kepemilikannya atas orang Batak. Karena itu, kehadiran roh sembahan leluhur dalam hidup setiap orang Batak, merupakan pengambil -alihan posisi TUHAN dalam hidup manusia. Posisi TUHAN digantikan oleh kehadiran ketiga roh sembahan leluhur itu. Semuanya terjadi tanpa disadari oleh para leluhur maupun orang Kristen yang terlibat dalam upacara adat.
Alkitab menegaskan bahwa setiap orang yang percaya kepada Yesus adalah milik TUHAN. Tanda meterai kepemilikan Tuhan diberikan dalam bentuk kehadiran Roh Kudus di dalam hatinya.
”Di dalam Dia (Yesus) kamu juga, karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu – di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Tuhan, untuk memuji kemuliaan-Nya”. (Efesus 1:13)
tanpa disadari, keterlibatan seseorang Kristen dalam upacara adat akan membuka ruang di hatinya bagi kehadiran para roh sembahan leluhur dahulu kala. Penerimaan akan kehadiran roh sembahan leluhur akan membuat Roh Kudus mengundurkan diri dari dalam hidup orang itu. Roh Kudus adalah roh yang lemah lembut yang tidak pernah mau memaksakan kehadiran dan keinginannya kepada manusia. Roh Kudus juga amat peka akan kekerasan hati manusia untuk tetap menerima kehadiran roh-roh lain di luar diri-Nya. Dia tidak pernah mau menerima sikap hati yang menduakan Tuhan di hati manusia. Kalau manusia bersikeras untuk melakukannya juga, walaupun sudah diperingatkan-Nya, maka Ia segera akan mengundurkan diri secara diam-diam, sama seperti kemuliaan TUHAN yang meninggalkan bait TUHAN di Yerusalem.
Kehadiran roh sembahan leluhur itulah yang akan mendorong seseorang dari dalam hatinya untuk kembali dan terus melakukan berbagai upacara adat lainnya. Dengan demikian terjadi penguatan ikatan rohani dengan roh itu. Penguatan ini akan menjadi suatu belenggu kuat iblis untuk mengendalikan pribadi dan tingkah laku orang Batak. Sehingga orang itu akan menjadi seseorang yang sangat memegang kuat adat Batak, dan sangat sulit bagi dia untuk keluar dari paradigma adat itu. Hanya kuasa anugerah Yesus yang mampu melepaskannya. Belenggu yang kuat inilah yang merupakan salah satu bentuk pertahanan iblis untuk mempertahankan “tahta kemuliaannya” di tengah-tengah bangsa Batak.
Kehadiran roh inilah yang akan membuat seseorang akan menjadi marah dan kalap ketika masalah upacara adat ini dibukakan. Tingkah laku dan ucapannya segera akan menjadi tidak terkontrol. Dari mulutnya akan keluar kalimat-kalimat yang memaki, menghina, mengutuk, kasar, dan kotor yang tidak sepatutnya diucapkan oleh seorang Kristen. Kebencian orang itu akan menjadi sangat besar terhadap orang yang membukakan masalah upacara adat berdasarkan Injil Kristus yang murni. Mereka akan sangat marah dan dibenci terhadap orang-orang yang tidak mau lagi melakukan upacara adat.
Pengalaman penulis dan rekan-rekan yang berkomitmen kepada TUHAN untuk keluar dari upacara adat Batak menunjukkan betapa gampangnya orang-orang Batak yang terikat kuat dengan Mulajadi Nabolon menjadi marah, kalap dan mengucapkan kalimat kotor, ketika Firman Tuhan dibukakan yang berkaitan dengan adat Batak. Kemarahan itu berasal dari kemarahan roh yang ada di dalam dirinya yang rahasianya diungkapkan, kemudian memanfaatkan pribadi orang yang diikatnya itu untuk menyerang setiap musuhnya. Pikiran dan emosi orang itu telah dirasuki oleh roh-roh jahat sembahan leluhur, pemberi ilham adat Batak.
Dalam pernikahan, berapa banyak orang tua Batak yang mengeraskan hati untuk tidak hadir dalam pernikahan anaknya, karena tidak dilangsungkan upacara agama Batak. Kasih mereka akan Tuhan dan anaknya segera sirna, ketika adat itu diabaikan. Mereka mengabaikan tanggung jawab sebagai orang tua dihadapan Tuhan untuk membawa anak mereka ke hadapan Tuhan dan menjadi saksi pernikahan kudus itu. Tuhan tidak pernah menyuruh orang tua untuk menikahkan anaknya dengan cara lain di luar Firman-Nya, apalagi dengan upacara agama sembahan leluhur Batak. Mereka lebih mencintai adat Batak jauh melebihi Yesus Kristus. Padahal mereka tahu hukum Tuhan yang terutama:
“Kasihilah Tuhan, Bapamu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu”. (Matius 22:37)
Seorang Ibu menceritakan pengalamannya ketika seorang anak kakaknya meninggal dunia. Karena mau mentaati Firman Tuhan, dia dan keluarga kakaknya itu bersepakat untuk tidak menguburkan anaknya tadi secara adat, cukup dengan upacara gereja. Ibu itu merupakan seorang penatua dari salah sebuah gereja Batak yang masih melakukan sinkretisasi agama Batak dengan Injil. Akibatnya, kaum keluarga mereka yang ada di kampung itu menjadi marah, dan tidak mau ambil bagian dalam penguburan. Beberapa orang ada yang melempari rumah keluarga yang kemalangan itu dengan batu. Bahkan ibu itu dan seorang anggota keluarganya terpaksa harus meninggalkan kampung itu setelah penguburan, karena mendapatkan informasi ada orang (masih famili mereka) yang telah bersiap-siap untuk membunuh mereka. Tingkah laku mereka menjadi sama dengan sifat roh setan, yang menjadi sembahan leluhur itu. Karena saat itu, mereka telah dirasuki oleh Mulajadi Nabolon. Hal itu sangat tidak wajar, karena iblis sangat tidak ingin rahasianya dibongkar oleh Firman Tuhan. Iblis tidak rela tahta persembunyiannya dalam kehidupan orang Batak terbongkar. Dia akan mempertahankan tahta itu dengan sekuat tenaganya. Siapapun yang dikuasainya akan dimanfaatkan untuk menakut-nakuti, mengancam, memaksa dan bahkan mungkin untuk membunuh siapapun yang membuka rahasia persembunyiannya.

C. Dalihan Na Tolu dan Pelanggaraan Hukum TUHAN

Melalui uraian di atas, jelas bahwa upacara adat merupakan upacara agama yang ditujukan bagi nama dan kemuliaan Mulajadi Nabolon. Struktur Dalihan Na Tolu dicipta oleh iblis dan kemudian diilhamkan kepada leluhur Batak, kemudian diajarkan kepada keturunannya. Ciptaan iblis akan memberikan kemuliaan kepada si iblis sendiri. Sama seperti mobil Toyota yang memberikan kemuliaan kepada perusahaan dan bangsa yang menciptakannya. Mereka berupaya membuat kendaraan yang terbaik, bukan hanya untuk laku dijual, namun juga karena hal itu akan memberikan kemuliaan kepada perusahaan atau bangsa yang menciptanya.
Struktur Dalihan Na Tolu merupakan gambaran atau peta dari dewa sembahan leluhur yang hidup di banua ginjang (dunia atau langit atas). Keberadaan ketiga dewa Batak di langit atas digambarkan atau dipetakan di bumi (banua tonga) oleh unsur pembentuk Dalihan Na Tolu. Perbuatan ini merupakan pelanggaran terhadap Hukum Taurat pertama, yaitu:
“Akulah YHWH Yahowa Tuhanmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, tanah perbudakan. Jangan ada padamu Elohim (illah) (sesembahan) lain dihadapan-Ku”. (Ulangan 5:6-7)
Dengan melakukan upacara adat kita memberikan jalan masuk pada kehadiran roh sembahan leluhur di dalam kehidupan kita. Artinya, kita menerima illah lain di luar TUHAN (Bapa di dalam nama Yesus Kristus) yaitu Debata Mulajadi Nabolo, Batara Guru, Mangala Sori, Mangala Bulan, dan Debata Asiasi. Kita bahkan telah memberi diri kita sebagai “Peta dari Roh Sembahan Leluhur” itu sendiri, yaitu “Peta Iblis”. Pelaksanaan upacara adat Batak juga membuat kita melanggar Hukum Taurat yang kedua yaitu:
“Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah”. (Ulangan 5:8)
Orang Batak pada masa Hasipelebeguon tidaklah membuat patung untuk roh sembahannya. Tidak ada patung untuk Mulajadi Nabolon, Batara Guru, Mangala Sori, Mangala Bulan, Boru Saniang Naga, dan dewa-dewa lainnya. Orang Batak tidak memiliki kebiasaan membuat patung batu atau kayu untuk sembahannya dan kemudian menjadikannya sebagai objek penyembahan, sebagaimana kebiasaan yang terdapat pada agama suku-suku bangsa yang ada disekitar bangsa Israel dahulu.
Bangsa-bangsa di daerah Palestina memiliki dewa-dewa sembahannya seperti dewa Milkom, Baal, Kamos, Asytoret, dan Dagon dan berbagai dewa lainnya. Mereka membuat berbagai macam patung yang merupakan gambaran dari kehadiran dewa sembahan yang tidak bisa dilihat. Patung itu terbuat dari batu, tembaga, emas ataupun dari kayu. Harun, saudara Musa juga terjebak untuk membuat patung lembu emas ketika bangsa itu berada di padang gurun. Melalui patung itu mereka berbicara kepada dewa sembahannya. Kehadiran patung itu merupakan simbol dari kehadiran dari dewa sembahannya. Dengan membawa patung itu ke medan peperangan, mereka telah membawa dukungan kuasa roh sembahannya untuk memenangkan peperangan.
Dengan menyembah patung dewa, mereka telah menyembah roh itu. Pahatan patung dewa merupakan proyeksi, Image atau perwakilan dari kehadiran roh sembahan yang tidak dapat dilihat oleh mata. Dewa sembahan itu berada di alam gaib dan tidak dapat dilihat, tetapi personifikasi dewa tadi telah dinyatakan pada patungnya yang dibuat dari batu, kayu, tembaga, atau emas, sehingga dapat dilihat oleh mata manusia.
Patung-patung (gana-ganaan) yang dibuat pada masa dahulu oleh orang Batak hanyalah merupakan suatu bentuk perlindungan gaib (pagar) yang dibuat untuk menangkal serangan roh-roh jahat. Patung-patung itu ditempatkan pada lokasilokasi tertentu sebagai pagar perlindungan gaib, dan bukan sebagai benda yang disembah-sembah.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam agama Batak personifikasi dari kehadiran para roh sembahannya tidak dibuat dari patung batu, kayu, tembaga, ataupun emas. Patung dalam agama Batak tidak terbuat dari benda mati, tetapi terbuat dari darah dan daging, yaitu tubuh manusia.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Personifikasi dan gambaran dari kehadiran roh itu dinyatakan dalam diri orang Batak itu sendiri. Upacara adat adalah upacara yang menjadikan orang Batak sebagai patung-patung hidup dari ketiga roh sembahan, yang merupakan pancaran dari Debata tertinggi Mulajadi Nabolon. Misalnya, kalau seseorang ingin menyampaikan permohonannya kepada debata, maka ia menyampaikannya kepada hulahula, dan memperoleh berkat dari debata juga melalui hulahula sebagai patung hidupnya.
Orang Batak merupakan pahatan hidup yang merefleksikan kehadiran roh sembahannya yang berada di langit atas (banua ginjang). Dengan melakukan upacara adat, mereka telah menjadi patung hidup dari Batara Guru, Mangala Sori, dan Mangala Bulan, ataupun Debata Asiasi. Sehingga, pelaku upacara adat adalah patung-patung hidup dari Mulajadi Nabolon. Hulahula, Dongan Sabutuha, dan Boru adalah patung-patung hidup dari ketiga dewa Batak. Dalihan Na Tolu merupakan gambaran rohani atau tiruan (tumiru) dari eksistensi dan relasi dari ketiga dewa Batak yang berada di langit atas. Firman Tuhan sangat jelas melarang:
“Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi dibawah”.
Dengan melakukan upacara adat kita telah melanggar Hukum Taurat kedua, baik disadari ataupun tidak disadari.
Istilah “dosa” dalam Alkitab berasal dari kata “Hamartia” (Yun), yang artinya melenceng atau meleset dari sasaran. Dosa merupakan segala pikiran, perasaan dan tindakan kita yang tidak memenuhi standar Firman Tuhan, atau menyimpang dari Kebenaran Firman-Nya. Dosa merupakan gap (jurang pemisah) antara standar penciptaan manusia dengan realita kehidupan manusia. Alkitab memaparkan bahwa manusia dicipta sebagai Peta, Gambar, atau Citra TUHAN, Imago Dei.
“Maka TUHAN menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Tuhan diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan- Nya mereka”.


-------------------------------------------------------------------------------
Keterlibatan dalam suatu upacara adat membuat seseorang yang dicipta sebagai Peta TUHAN berubah menjadi “Peta Mulajadi Nabolon” atau lebih jelas lagi, “Peta Iblis”. Sebagai Hulahula dia merupakan peta atau patung hidup dari Batara Guru, sebagai boru dia merupakan peta atau patung hidup dari Mangala Bulan, dan sebagai Dongan Tubu dia merupakan peta atau patung hidup dari Mangala Sori.
-------------------------------------------------------------------------------
Kondisi inilah yang dinamakan dengan dosa. Orang Batak telah menyimpang dari standar penciptaan dirinya oleh Tuhan sebagai “Peta TUHAN”, dan berubah menjadi “Peta Mulajadi Nabolon”, atau “Peta Iblis”. Dosa telah menimbulkan krisis identitas dan potensi diri yang besar di dalam diri manusia, dan juga dalam bangsa Batak. Perbuatan ini sangat menimbulkan murka Tuhan dan mendatangkan kutuk yang akan menimpa kita sampai kepada generasi keempat dibawah. Firman Tuhan:
“YHWH (Yahowa) adalah Tuhan yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan kepada keturunan ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku (menyenangi segala sesuatu yang berasal dari roh sembahan leluhur). Tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku (membenci segala sesuatu yang berasal dari penyembahan berhala) dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku (bukan pada perintah roh sembahan leluhur)”. (Ulangan 5:9 -10)
Kutuk itu akan bekerja secara lambat namun pasti, baik dipercaya atau tidak dipercaya oleh orang Kristen, karena Firman Tuhan tidak pernah berubah. Ulangan Pasal 28 dipenuhi dengan berbagai macam berkat dan kutuk bagi orang yang mentaati Firman Tuhan atau melanggarnya.
“Tetapi jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN (YHWH:Yahowa), Elohim (Tuhan) mu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu hari ini, maka segala kutuk ini akan datang kepadamu dan mencapai engkau: Terkutuklah engkau di kota dan terkutuklah engkau di ladang. Terkutuklah bakulmu dan tempat adonanmu. Terkutuklah buah kandunganmu, hasil bumimu, anak lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu. Terkutuklah engkau pada waktu masuk dan terkutuklah engkau pada waktu keluar”. (Ulangan 28:15-19)
Ayat ini selanjutnya memberikan daftar bentuk kutukan yang akan diterima oleh Israel jikalau mereka tidak mau mendengarkan-Nya, seperti: huruhara, penyakit sampar, dan epidemi batuk, kudis, borok dan penyakit lain yang tidak bisa disembuhkan, kegilaan, depresi berat, pemerasan, penindasan, pemaksaan pindah agama, dan lain-lain. Silahkan Anda menambahkan daftar kutukan tersebut.
Kita harus sadar, tanpa diundang iblis akan hadir, apalagi kalau diundang. Kalau disuruh pergi, dia tidak akan mau, kecuali dipaksa dengan kuasa Yesus Kristus. Itulah sifat iblis. Karena itu upacara adat merupakan dasar yang kuat bagi iblis untuk mengklaim dan mempertahankan di hadapan Tuhan akan kehadirannya dalam kehidupan orang Batak Kristen. Kuasa Tuhan tidak dapat (bukan tidak mampu) menghalanginya, karena berkaitan dengan kebebasan yang telah diberikan-Nya kepada manusia. Kala kebebasan itu diserahkan kepada oknum yang lain di luar diri-Nya, maka Tuhan akan mengundurkan diri dari tempat-Nya dalam hidup orang itu.
“Peta TUHAN” hanya menyediakan tempat dalam roh manusia bagi kehadiran TUHAN Semesta Alam, yang kita kenal kemudian di dalam nama Tuhan Yesus. Hanya TUHAN yang boleh hadir di dalam roh dan kehidupan kita, sebagai Tuhan, Juruselamat, Pemimpin, Guru dan Raja kita. Tidak boleh ada pribadi yang lain, termasuk Mulajadi Nabolon, ketiga dewa Batak maupun roh-roh sembahan leluhur lainnya. Karena itu Paulus menyebutkan tubuh kita ini adalah Bait Roh Kudus.
“Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah Bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu”. (I Korintus 6:19)
Penyerahan tubuh menjadi “Peta Mulajadi Nabolon” merupakan dosa penajisan Bait Roh Tuhan. Bait Tuhan hanya diperuntukkan bagi kehadiran Roh Kudus dan untuk kemuliaan Tuhan. Bait Tuhan tidak untuk didiami roh-roh najis dan bukan untuk memetakan kemuliaan roh-roh sembahan leluhur.
Lagipula, Tuhan Yesus tidak pernah akan berkenan hadir dalam suatu upacara adat, sekalipun dibungkus dengan doa kristiani, dan memakai nama Tuhan Yesus. Karena, TUHAN tidak pernah membagikan kemuliaan-Nya kepada yang lain. Tuhan tidak pernah berkenan dengan sikap hati yang menduakan. Bagaimana Tuhan Yesus akan sudi hadir dalam suatu upacara adat yang Dia tahu membawa kemuliaan bagi iblis. Dia tidak akan berkenan hadir disana dan duduk bersama - sama dengan para roh sembahan leluhur Batak. Hanya pikiran yang belum dikuduskan yang dapat menerima perkara itu. Yesaya 42:8 menegaskan:
“Aku ini TUHAN (Yahowa), itulah nama-KU; Aku tidak akan memeberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain, atau kemasyuran-Ku kepada patung”.
Ada sebagian orang yang membenarkan upacara itu dengan alasan bahwa mereka melakukan doa dan umpasa yang memakai nama Yesus. Apalagi kalau pendeta yang memimpin doa itu. Membungkus upacara adat dengan doa dan umpasa yang membawa nama Yesus sama dengan melakukan dosa pelanggaran Hukum Taurat
ketiga, yaitu larangan menyebut nama TUHAN dengan sembarangan.
“Jangan menyebut nama TUHAN (Yahowa), Elohimmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan”. (Ulangan 5:11)
doa seperti itu merupakan tindakan mempergunakan nama dan kuasa Yesus secara sembarangan, yaitu sekehendak hati sendiri dan tidak tunduk kepada tuntutan Roh Kudus. Nama Tuhan Yesus hanya dapat kita pergunakan sesuai Firman Tuhan dan bimbingan Roh Kudus yang telah mengilhamkan Alkitab. Hanya dengan cara seperti itu Kuasa Tuhan Yesus akan mendukung segala ucapan dan doa kita. Di luar itu, penggunaan nama TUHAN menjadi tindakan memakai nama Tuhan secara sembarangan saja, dan tidak pernah akan berkenan di hati Tuhan.
Pemakaian nama Tuhan Yesus secara sembarangan itu hanya pembenaran pelaksanaan upacara agama Hasipelebeguon dalam hidup kekristenan. Nama Tuhan Yesus hanya boleh dipakai di bawah bimbingin Roh Kudus. Roh Kudus hanya akan membimbing kita memakai nama Yesus selaras dengan Firman Tuhan dan untuk kemuliaan Nama Yesus, bukan Mulajadi Nabolon. Nama Tuhan tidak boleh dipergunakan untuk perkara -perkara yang justru bertentangan dengan kehendak dan maksud Tuhan.

Di atas telah dikemukakan, bahwa upacara adat merupakan jalan masuk bagi kehadiran roh sembahan leluhur Batak. Kehadiran ketiga unsur Dalihan Na Tolu merupakan gambaran kehadiran ketiga dewa sembahan leluhur. Jadi upacara adat pada hakekatnya merupakan suatu persekutuan rohani dari pelaku upacara itu dengan roh sembahan leluhur. Karena itu, tidak mungkin Tuhan Yesus berkenan hadir dalam acara itu sekalipun dilakukan dengan doa dan umpasa yang memakai nama Yesus. Alkitab mengungkapkan bahwa persyaratan bagi kehadiran Tuhan Yesus dalam suatu persekutuan adalah:
“Sebab dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku (nama Yesus), disitu Aku ada ditengah-tengah mereka”. (Matius 18:20)
Syaratnya harus dan mutlak dalam nama Yesus, tidak bisa ditambah atau dikurangi dengan nama yang lain; hanya dalam satu-satunya nama, nama YESUS, dan bukan berkumpul dalam nama tiga dewa Batak, bukan dalam nama Mulajadi Nabolon. Bukan pula dalam nama Mulajadi Nabolon plus nama Yesus. Persekutuan adat adalah persekutuan yang membawakan nama Mulajadi Nabolon melalui ketiga
putranya dalam Dalihan Natolu. Tuhan Yesus tidak akan pernah hadir dan tidak bisa dipaksa hadir dan mendukung acara yang tidak berkenan di hati-Nya, tidak peduli siapapun yang memimpinnya. Dia adalah TUHAN, Yang Mahakudus, yang tidak akan memberikan kemuliaan-Nya kepada yang lain.
Tuhan tidak pernah tertarik kepada cara-cara penyembahan yang merupakan penggabungan antara cara iblis dengan prinsip Firman-Nya. Hanya hati orang Batak yang masih terikat oleh roh sembahan leluhur yang merasa rohani dan berhikmat dengan cara hidup yang seperti itu. Hanya iblis yang suka meniru dan memalsukan hal-hal dari TUHAN untuk dirinya sendiri. Peta Tuhan dipalsukannya menjadi menjadi peta iblis. Tuhan Trinitas dipalsukannya dengan membuat “Tiga Debata”.
Tuhan tidak memiliki sifat suka meniru, apalagi memalsukan segala buatan iblis dan menggunakan bagi diri-Nya, karena Dia adalah TUHAN, Yang Mahakudus, kaya dalam segala sesuatu. Sehingga Dia tidak akan pernah mau dan senang mempergunakan segala sesuatu hasil pemikiran iblis yang diilhamkannya kepada manusia. Bahkan Dia sangat jijik dengan segala sesuatu yang dibuat oleh iblis. Karena itu, TUHAN tidak pernah tertarik sedikitpun untuk mempergunakan aturan hidup agama Batak di dalam kehidupan anak-anak-Nya. TUHAN itu Pencipta Yang Mahacerdas dan Mahakreativ. Setiap hal yang dicipta-Nya sangat unik dan khusus. Lihatlah pada manusia, tidak ada seorangpun manusia yang dilahirkan sama. Betapapun miripnya orang kembar, tetapi mereka tetap memiliki perbedaan yang khusus yang merupakan keunikan masing-masing. Peniruan yang dilakukan oleh atas kreativitas Tuhan menunjukkan keterbatasan dan kemiskinan kreativitas iblis.
Sinkretisme adat Batak dalam kehidupan orang Kristen menunjukkan kemiskinan kreativitas dari orang-orang yang mengaku pengikut Yesus. Sehingga kita harus membajak hak ciptaan iblis dan mempergunakannya dalam hidup kekristenan kita. Sinkretisme ini juga disebabkan oleh ketidak-mengertian orang Kristen akan “mandat budaya” yang diemban oleh setiap yang percaya kepada TUHAN. Ketidak-mengertian itu berakar dari kurangnya didikan tentang kebenaran TUHAN secara mendalam.
Kalau pikiran kita sebagai orang Kristen telah mengalami pembaharuan oleh Roh Kudus, maka kita akan gampang untuk mengerti dan memahami kemahakreativitasan Tuhan dan penolakannya akan segala perkara yang diciptakan dan diilhamkan oleh iblis. Tuhan tidak pernah mau menjadikan diri-Nya sebagai “pembajak” karya iblis. Dengan memahami kebenaran itu, kita juga tidak akan mau mempergunakan konsep, ide, paradigma dan norma yang berasal dari iblis, dan kemudian mencampur-baurkannya dengan Firman TUHAN. Kita juga akan sangat membenci hal –hal yang berasal dari si iblis. Mana mungkin kita akan melakukan sinkretisme dalam iman dan ibadah kita kepada Yesus Kristus?
Kita tahu, inti dari seluruh Hukum Taurat dan kitabn para nabi terletak pada salah satu perintah Tuhan Yesus:
“Kasihilah Bapa, Tuhanmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama”. (Matius 22:38)
Penulis akan membagikan kesaksian pribadi yang dialami pada tahap awal ketika Tuhan Yesus mempersiapkan penulis untuk menuliskan masalah upacara adat ini, khususnya dalam mengajarkan kebencian TUHAN akan simbol-simbol berhala leluhur.
Dalam sebuah Bible Camp Mahasiswa yang dilaksanakan di Tomok, Sumatera Utara, Penulis mendapat kesempatan untuk membawakan Firman Tuhan dalam beberapa sesi. Sesi pertama yang membahas tentang masalah “kekudusan hati” disampaikan dalam keadaan kepala yang tiba-tiba menjadi pening, pikiran kacau dan tidak bisa konsentrasi. Hal ini berlangsung sampai pada akhir sesi, sehingga
uraian topik itu terkesan asal-asalan saja. Penulis merasa aneh dan bertanya-tanya pada Tuhan atas kondisi ini, karena belum pernah mengalami kejadian yang seperti ini. Padahal sebelum menyampaikan sesi itu, pikiran dalam keadaan tenang, badan sehat dan tidak ada sesuatu masalah yang berarti. Anehnya lagi, setelah sesi berakhir, kondisi itupun segera menghilang. Jawaban Tuhan atas kejadian itu belum juga diperoleh sampai keesokan harinya, dimana penulis harus menyampaikan sesi kedua. Penulis berdoa di kamar dan meminta kepada Tuhan petunjuk agar kejadian kemarin tidak terulang lagi. Setelah berdoa penulis keluar dari kamar dan mengunci pintunya. Pada saat mengunci kamar itu, tiba-tiba pikiran penulis mendapatkan semacam terang dari Tuhan, yang bertanya tentang benda apakah yang ada dalam tangan penulis. Dalam hati penulis menjawab, sebuah
kunci kamar yang memakai gantungan berupa ukiran patung kayu orang Batak dahulu. Selama ini penulis menganggap hal itu hanya sebagai benda souvenir saja. Pada saat itu, di dalam pikiran, Tuhan menjelaskan secara mendalam bahwa souvenir ini merupakan simbol dari berhala leluhur. Tuhan dengan tegas menyatakan kepada penulis akan ketidaksetujuannya untuk membawa simbol berhala itu di dalam persekutuan dengan diri-Nya, dan karena itu Tuhan telah membiarkan penulis mengalami serangan roh-roh jahat yang mengacaukan penyampaian Firman-Nya sebelumnya, supaya penulis menguduskan diri dari segala bentuk berhala leluhur. Karena itu, penulis segera meminta ampun kepada Tuhan dan tidak mengantongi dan membawa kunci itu ke ruangan ibadah. Sesi keduapun menjadi sesi yang dapat disampaikan dengan baik, dan berakhir dengan hati yang dipenuhi dengan sukacita dari Tuhan.

D. Perwakilan Roh Sembahan Leluhur
Struktur Dalihan Na Tolu menempatkan seseorang sebagai wakil dari roh-roh sembahan leluhurnya. Hulahula mewakili Batara Guru, Dongan Sabutuha mewakili Mangala Sori, dan Boru mewakili Mangala Bulan. Prinsip perwakilan ini dapat kita bahas dari istilah “representation” yang dipakai oleh DR. Philip. O. Tobing di dalam menjelaskan hubungan Dalihan Na Tolu, dengan dunia dewa orang Batak.
Apakah artinya “mewakili” itu? Kamus Webster mendefinisikan representation sebagai to present again (menyajikan atau memperkenalkan kembali, atau dapat pula diartikan “re-present” someone (menghadirkan seseorang kembali). Wakil adalah seseorang yang menghadirkan kembali pribadi dan kehendak orang yang diwakilinya. Contohnya, Hulahula merupakan wakil dari Batara Guru, berarti dialah yang menghadirkan pribadi dan kehendak roh Batara Guru di dunia (banua tonga).
Status hulahula sangat penting sekali dalam kehidupan orang Batak, karena seluruh berkat yang berada di alam semesta turun melalui Batara Guru. Batara Gurulah yang menjadikan segala jenis tumbuhan dan hewan yang ada di muka bumi. Batara Gurulah yang memiliki hikmat kebijaksanaan (hahomion) Debata. Sebagai masyarakat agraris, yang hidup dari hasil pertanian dan peternakan yang digarap secara sederhana, maka keberhasilan dalam kedua bidang usaha ini menjadi sangat penting. Hal ini sesuai dengan ungkapan Batak: “gabe na niula, sinur pinahan”. Keberhasilan dalam kedua bidang usaha ini, sangat tergantung kepada berkat yang turun dari Batara Guru.
Karena itu, berkat dari roh sembahan ini sangat penting bagi keberhasilan orang Batak dalam segala usaha yang dikerjakannya. Karena Hulahula merupakan orang yang mewakili Batara Guru untuk memberkati manusia, maka peranannyapun menjadi penting sekali. Segala kemuliaan, kekayaan, dan keberhasilan dalam usaha didapatkan didapatkan oleh orang Batak melalui berkat Debata yang diturunkan dengan perantaraan hulahula. Hulahula meru pakan sumber berkat dan tuah kehidupan (pangalapan pasupasu, pangalapan tua).
Karena itu orang Batak sangat takut dan sangat hina jikalau dia tidak mempunyai Hulahula. Mereka berusaha keras agar hubungannya dengan sang Hulahula berjalan baik, walaupun banyak tingkah hulahulanya yang tidak menyenangkan. Kondisi ini tercermin dalam ungkapan: “pitu hali hulahula marsala, alai sintong doidaon” (tujuh kali hulahula melakukan kesalahan, namun dia tetap dipandang benar). Hulahula dinyatakan sebagai matahari yang tidak dapat ditentang (mata ni ari so suharon). Semuanya bertujuan agar sahala hulahula itu jangan tarrimas (marah) dan dengan demikian dapat memberkati mereka.
Jikalau seseorang memiliki masalah tertentu dan ingin mendapatkan berkat dari debata untuk menyelesaikan persoalan itu, maka dia terlebih dahulu harus memberikan persembahan makanan kepada debata. Karena hulahula adalah perwakilan dari debata (debata na ni ida), maka dialah yang mewakili debata dalam menerima persembahan makanan itu. Persembahan seseorang kepada debata melalui Batara Guru dilakukan dengan memberikan tudu-tudu sipanganon atau namargoar kepada hulahulanya. Tudu-tudu sipanganon adalah makanan persembahan yang ditentukan oleh Mulajadi Nabolon untuk diberikan kepadanya.
-------------------------------------------------------------------------------
Penyembahan kepada debata dilakukan dengan cara:
1.Menyerahkan makanan persembahan kepada hulahula
2.Meletakkan tangan pada pinggir dari nampan yang berisikan makanan persembahan (tudutudu sipanganon)
3.Membungkukkan badan penyembah (boru) menghadap hulahula
-------------------------------------------------------------------------------
Penyembahan dengan cara membungkukkan badan ini merupakan simbol penaklukan sang boru ke bawah kuasa dan berkat dari hulahula. Artinya, boru menyatakan penyembahan dan penaklukannya kepada kuasa dari Batara Guru untuk memberkati seluruh hidup mereka. Inilah pelaksanaan dari prinsip Dalihan Na Tolu “Somba Marhulahula”. Sehingga penyerahan tudutudu sipanganon merupakan cara dalam agama Batak untuk menyembah kepada roh sembahan leluhur, yaitu Mulajadi Nabolon yang dilakukan melalui hulahula.
Penyerahan na margoar ini merupakan inti dari penyembahan kepada Mulajadi Nabolon. Mengapa upacara adat itu sulit ditinggalkan oleh orang Batak? Salah satu jawabnya adalah karena di dalam upacara adat itu terdapat inti dari agama Batak, yaitu penyembahan kepada Debata Mulajadi Nabolon. Penyembahan kepada Mulajadi Nabolon dilakukan melalui perantaraan Hulahula yang mewakili Batara Guru di dunia. Menyembah Mulajadi Nabolon dilakukan dengan menyembah hulahula.
Penyembahan dilakukan dengan cara pihak boru (penyembah) menyerahkan makanan persembahan (tudutudu sipanganon) kepada Hulahula (yang disembah). Inilah cara menyembah dewa yang unik dalam agama Batak yang ditetapkan oleh malaikat iblis. Seluruh rangkaian upacara adat yang diajarkan iblis kepada leluhur pada hakikatnya bertujuan agar mereka me nyembah kepada iblis melalui cara yang telah ditetapkannya.
Dalam tarian (tortor) Batak, penyembahan kepada Mulajadi Nabolon juga dilakukan oleh pihak boru dengan cara merapatkan kedua tangan di dada dan kemudian membuat gerakan penyembahan kepada hulahula. Tarian tortor pada hakikatnya bukanlah merupakan pementasan seni tari. Tarian tortor adalah tarian yang diperuntukkan bagi upacara agama Batak. Karena itulah dalam pelaksanaan tarian itu tidak diperkenankan siapapun juga melakukannya dengan tertawa. Setiap orang yang ambil bagian dalam tarian itu harus melakukannya dengan sikap serius dan hening.
Pengecualiannya hanya terdapat dalam beberapa bentuk tortor muda-mudi saja. Pelaksanaan tortor asli yang serius ini masih dapat kita lihat dalam upacara adat yang dilakukan oleh aliran “Parmalim”, yang masih ada di beberapa wilayah Batak. Penulis pernah menyaksikan suatu video upacara adat “Parmalim”, yang biasanya tidak bisa diikuti orang luar, dan tidak boleh diliput. Hanya karena pendekatan baik dari seseorang peneliti Eropa, acara itu dapat diliput dari jauh dengan mempergunakan fasilitas “zoom” kamera. Keseriusan mereka dalam melaksanakan tortor sangat terlihat sekali disepanjang upacara itu.
Karena upacara adat merupakan pusat penyembahan kepada Mulajadi Nabolon, maka iblis akan berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan eksistensi upacara agama Batak itu. Iblis akan menaruh berbagai pikiran, gagasan, argumentasi di dalam diri orang-orang yang dikuasainya untuk mempertahankan keberadaan upacara itu. Iblis sangat mengerti, jikalau upacara adat itu ditinggalkan oleh orang Kristen, maka dia akan kehilangan penyembahan dari orang-orang Kristen. Hanya saja, kebanyakan orang Batak Kristen tidak memahami strategi iblis ini. Dengan cara seperti itu iblis masih dapat memperoleh penyembahan dari orang Batak yang sudah beragama Kristen. Upaya itu dilakukan melalui orang-orang yang terikat kuat dalam belenggu upacara agama itu, apalagi bila orang itu memiliki posisi kuat di gereja.
Perwakilan hulahula atas Batara Guru berlangsung dalam dua arah. Pertama, dia mewakili Batara Guru dalam menerima persembahan dari manusia yang ingin beroleh berkat darinya (pihak boru), biasanya berupa tudutudu sipanganon (na margoar), piso-piso (uang) dan minuman tuak. Pada masyarakat Simalungun, hewan yang dipersembahkan biasanya berupa ayam dan disebut dengan “dayok binatur”. Kedua, Hulahula mewakili Batara Guru di dalam memberikan berkat kepada orang yang telah memberikan persembahan kepadanya, yaitu dengan memberikan ulos, dengke arsik, dan pidato pemberkatan.
Pada waktu seorang hulahula memberkati borunya, maka dia sedang menjadi wakil dari Batara Guru untuk memberkati, melalui ulos, dengke, dan hata pasupasu yang diucapkannya. Dalam tortor hulahula juga memberkati boru melalui gerakan tangan yang diangkat dengan telapak tangan terbuka ke arah pihak boru. Pada waktu rombongan boru sudah berada di hadapannya, maka hulahula memberkati dengan mengarahkan tapak tangannya pada bagian kepala boru.
Perwakilan itu dilakukan karena orang Batak tidak dapat melihat keberadaan roh sembahannya yang berada di alam gaib. Prinsip perwakilan inilah yang menjadi dasar bagi ungkapan yang menyatakan bahwa hulahula itu adalah tuhan yang dapat dilihat (debata na ni ida). Dengan memberikan makanan persembahan kepada hulahula, maka boru telah memberikan persembahan kepada debata Batara Guru. Demikian juga sebaliknya, dengan menerima ulos, dengke arsik, dan pidato berkat dari hulahula, maka mereka telah menerima berkat dari debata.
-------------------------------------------------------------------------------
Jadi upacara adat Batak merupakan bentuk ibadah dalam agama Batak yang ditujukan kepada penyembahan Debata Mulajadi Nabolon.
--------------------------------------------------------------------------------
Karena setiap orang Batak menduduki status hulahula terhadap pihak pengambil gadis mereka, maka setiap orang Batak juga menjadi wakil dari Batara Guru dalam menerima persembahan dan memberikan berkat kepada borunya. Karena itu, setiap orang Kristen yang masih terlibat dalam aktivitas adat juga telah menjadikan dirinya sebagai wakil dari roh sembahan leluhur, yaitu wakil dari Batara Guru, wakil dari Mulajadi Nabolon.
Inilah salah satu bentuk peniruan dan pemalsuan kebenaran Tuhan yang telah dibangun oleh iblis, jauh sebelum Injil sampai kepada orang Batak. Pada waktu manusia dicipta, maka dia dicipta sesuai gambar, citra, atau peta Tuhan.
“Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara, dan atas ternak dan atas seluruh bumi, dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi”. Maka TUHAN menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Tuhan diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka”. (Kejadian 1:26,27)
Kesepetaan itu menjadikan manusia sebagai wakil TUHAN dalam mengelola alam semesta. Adam merupakan manager, pembantu atau pengurus TUHAN yang diserahi tugas untuk memelihara dan melindungi bumi. Segala yang dikerjakannya akan ditopang oleh hikmat, anugerah dan kuasa TUHAN, dan hasilnya akan memberikan kemuliaan kepada TUHAN itu sendiri. Segala tindakan manusia di bumi
akan dipertanggungjawabkan kembali di hadapan TUHAN pada waktunya. Hikmat anugerah dan kuasa yang diberikan-Nya melalui persekutuan dengan manusia merupakan sarana yang akan menjamin tercapainya tujuan di atas. Inilah rancangan TUHAN yang indah bagi manusia, hanya kemudian dosa telah merusak rancangan yang baik itu.
Apakah artinya “mewakili Tuhan” itu? Wakil adalah seseorang yang menghadirkan kembali kehendak orang yang diwakilinya. Seorang wakil TUHAN adalah orang yang menghadirkan Tuhan kembali atau menghadirkan kembali kehendak-Nya melalui seluruh perkataan dan tindakannya di bumi.
Perjanjian baru juga mengajarkan kebenaran yang sama bagi orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Paulus menegaskan bahwa setiap orang yang percaya kepada-Nya adalah Utusan atau Duta Kristus.
“Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Tuhan menasehati kamu dengan perantaraan kami”. (II Korintus 5:20)

karena itu Tuhan Yesus dan kuasa-Nya menyertai setiap gerak langkah orang yang beriman kepada-Nya. Jadi melalui iman kepada Yesus Kristus, seseorang menjadi utusan yang mewakili kepentingan Kristus di bumi ini. Dia hidup untuk melakukan segala kehendak dan rancangan Kristus di sepanjang sejarah. Karena itu, melalui dia kehendak Tuhan Yesus dikerjakan di bumi.
Demikian pula, bagi orang yang menjalankan peranan sebagai Hulahula, Boru, atau Dongan Sabutuha, mereka sedang menghadirkan kembali pribadi dan kehendak sembahan yang diwakilinya dalam acara itu, yaitu: Batara Guru, Mangala Sori, dan Mangala Bulan. Persoalannya, bagaimanakah seorang Kristen Batak yang adalah wakil atau duta Tuhan, dapat menjadi wakil roh-roh jahat yang menjadi sembahan leluhurnya dahulu kala? Kondisi itu hampir sama seperti seorang mata-mata yang berlaku sebagai agen ganda dalam dunia intelijen. Di Kerajaan Sorga tidak ada mata-mata, atau agen ganda, karena mereka hidup dalam kekudusan.
Seorang Bapak Kristen yang bertindak sebagai hulahula terhadap borunya mengatakan, bahwa berkat bukan berasal dari dia. Berkat itu datangnya dari Tuhan Yesus. Namun ketika dia melaksanakan kedua fungsi hulahula di atas, dia telah melaksanakan fungsi perwakilan Batara Guru. Jadi secara ucapan kita mengaku Yesus sebagai satu-satunya sumber berkat, tetapi dalam pelaksanaan kita menyalurkan berkat dari Batara Guru kepada pihak boru kita. Secara teologis kita mengakui Yesus, secara praktis, kita mengakui Batara Guru, dan dengan demikian telah menyangkali pengakuan teologis kita sendiri.
Sinkretisme sperti inilah yang ditegur keras oleh Firman Tuhan, seperti kasus orang Kreta yang ditulis dalam surat Titus 1:13-14
“Karena itu tegorlah mereka dengan tegas supaya mereka menjadi sehat dalam iman, dan tidak lagi mengindahkan dongeng-dongeng Yahudi dan hukum-hukum manusia yang berpaling dari kebenaran.”
Ayat 16 mengatakan: “Mereka mengaku mengenal Tuhan, tetapi dengan perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka dan tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik.”

Kalau kita benar-benar mengakui dan meyakini bahwa Yesus sebagai satu-satunya sumber berkat, maka kita benar-benar harus mengerti cara-cara Yesus memberikan berkat kepada orang yang percaya kepada-Nya. Mulajadi Nabolon memiliki cara-cara khusus dalam memberkati orang yang percaya kepadanya. Demikian juga Tuhan Yesus memiliki cara-cara tersendiri dalam memberkati umat-
Nya. Cara Mulajadi Nabolon berbeda dengan cara Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tidak mau menyalurkan berkatnya dengan meniru-niru cara musuh-Nya. Pelaksanaan cara pemberkatan model Mulajadi Nabolon dalam kekristenan sama dengan menyangkali kebenaran Tuhan Yesus, dan Titus mengatakan iman yang seperti itu tidak sehat alias sakit.
Alkitab memberikan cara-cara yang ditentukan oleh Tuhan Yesus dalam memberkati umat manusia (anugerah umum), dan memberkati setiap orang yang percaya dan mentaati firman-Nya (anugerah khusus). Alkitab menolak dongeng- dongeng bangsa Yahudi, walaupun mereka adalah bangsa Tuhan. Apalagi terhadap dongeng-dongeng bangsa Batak yang berasal dari zaman Hasipelebeguon. Alkitab menolak segala hukum manusia yang berpaling dari kebenaran, apalagi terhadap hukum atau perintah leluhur yang nyata -nyata berasal dan berisikan nilai-nilai Hasipelebeguon, dan bahkan menentang Injil.
Kekudusan menutup seluruh kemungkinan bagi seorang Kristen untuk melaksanakan fungsi ganda seperti itu. Kekudusan memisahkan seorang Kristen dari segala nilai, paradigma, norma, cara dan persekutuan hidup dengan berbagai roh-roh yang berasal dari iblis. Kalau peranan ganda itu terjadi juga, kemungkinan satu-satunya adalah orang itu telah mengorbankan kekudusannya untuk dapat menjadi wakil dari debata sembahan leluhur dahulu kala. Dalam dunia politik orang seperti itu biasanya dicap sebagai pengkhianat negara.
Dengan melaksanakan ketiga fungsi dalam struktur Dalihan na Tolu, seseorang sah sebagai wakil dari ketiga dewa Batak. Dengan demikian Iblis mempunyai dasar yang sah (legitimated) dihadapan TUHAN untuk mengklaim orang itu sebagai miliknya, dan Tuhan harus membiarkan iblis hadir dan mengendalikan kehidupan orang itu. Karena itu para roh sembahan leluhur dapat bebas keluar masuk dari dalam hati orang itu.

Iblis dengan mudah dapat menanamkan di hati orang itu keinginan yang kuat untuk mempertahankan adat Batak dan ketakutan yang besar untuk keluar dari adat itu. Kehadiran roh itulah yang memunculkan keinginan kuat di hati orang Batak untuk tetap melakuka n berbagai upacara adat, bukan dorongan Roh Kudus. Inilah salah satu penjelasan rohani mengapa adat Batak sangat terikat kuat pada adatnya.
Kembali pada masalah pembenaran upacara adat melalui doa dan umpasa yang dibungkus secara kristiani. Acara yang dilakukan karena dorongan roh sembahan leluhur sekalipun dibungkus dengan doa kristiani yang tidak pernah memenuhi keinginan hati Tuhan. Tindakan itu bertentangan dengan prinsip ibadah yang pernah diajarkan Yesus Kristus yang berbunyi:
“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Tuhan itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran."(Yoh 4:23-24)
Today English Version menuliskan ayat ke 24:
“God is Spirit, and only by the power of his Spirit can people worship him as he really is.”
Ibadah yang benar, yang memuaskan hati Tuhan adalah yang menjadikan Bapa, dalam Yesus, sebagai pusat penyembahan. Bukan Mulajadi Nabolon ataupun ketiga putranya. Kita juga dilarang menyembah hula-hula sebagai wakil Mulajadi Nabolon (debata na ni ida), Yesus menegaskan:
“Enyahlah iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah TUHAN
(Yahowa), Tuhanmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti.” (Matius 4:10)
Penyembahan kepada Bapa (TUHAN = Yahowa) hanya akan didorong dan dikerjakan oleh (only by the power) kuasa Roh Kudus. Segala ibadah yang dikerjakan oleh Roh Kudus tunduk sepenuhnya pada kebenaran Tuhan, tidak ada satu bagianpun dari Firman yang dilanggar.
Segala ibadah yang tidak digerakkan oleh Roh Kudus tidak pernah berkenan kepada TUHAN. Segala bentuk ibadah yang didorong oleh keinginan hati manusia saja tidak akan pernah memuaskan hati Tuhan, karena manusia telah jatuh ke dalam dosa. Karena itu, ibadah sinkretis seperti dalam upacara adat Batak tidak pernah didorong dan dikerjakan oleh Roh Kudus, karena banyak melanggar prinsip - prinsip Firman Tuhan.
Dorongan membungkus upacara adat dengan doa kristiani sepenuhnya berasal dari roh sembahan leluhur yang belum disangkali dan diusir dari dalam hati seorang yang beragama Kristen. Tujuannya agar orang-orang Kristen Batak tetap melakukan penyembahan kepada malaikat iblis Mulajadi Nabolon, dengan jalan menduakan Tuhan. Sehingga secara rohani orang Kristen itu tidak bisa mengalami kemajuan rohani dalam mengenal kasih dan kuasa Yesus, karena kuasa-Nya tidak akan menopangnya lagi. Kecuali Tuhan memberikan anugerah untuk bertobat.
Lalu, bagaimanakah Yesus akan mengakui di hadapan Bapa bahwa orang itu memang benar-benar adalah pengikut-Nya, sementara dia beribadah dengan cara - cara yang tidak tunduk kepada Firman TUHAN ?
Yesus mengatakan :
“Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku (bukan suara sembahan leluhur), dan Aku mengenal mereka (bukan sekedar mengaku percaya Yesus, tetapi diakui oleh Tuhan Yesus) dan mereka mengikut Aku” (bukan ajaran leluhur) (Yohanes 10:27).”

E. Hulahula dan Kristus
Ungkapan hulahula sebagai “debata na ni ida” jarang dipikirkan dengan serius oleh kebanyakan kita orang Batak. Dalam pengamatan penulis, banyak orang Batak Kristen yang sangat akrab dengan istilah itu, sehingga tidak merasa ada yang salah di sana. Bahakan di dalam kekristenan sekarang, istilah ini dikembangkan pada orang lain. Sering terdengar orang yang mengatakan, bahwa orangtua adalah “debata na ni ida”. Realitas ini menunjukkan bahwa pemahaman banyak orang Batak Kristen masih berada dalam tingkat yang hampir sama dengan pemahaman para leluhur yang hidup dahulu. Pemahaman kita belum memasuki pengertian dan pengenalan yang lebih mendalam terhadap Yesus Kristus. Menghafal banyak cerita dan beberapa ayat Alkitab, terlibat dalam aktivitas di gereja sering dinilai telah menunjukkan bahwa seseorang itu telah mengenal Tuhan (mananda Yahowa).
Kehilangan pengenalan Tuhan yang benar merupakan salah satu akibat dari kejatuhan manusia ke dalam dosa. Permasalahan itu ditambah lagi dengan fakta bahwa Tuhan itu tidak dapat dilihat oleh mata jasmani kita. Bagaimanakah manusia dapat mengenal sesuatu yang tidak dapat dilihat, dijamah oleh kelima panca indera manusia. Kerinduan yang sama juga mewarnai hati Filipus yang bertanya kepada Yesus: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” (Yohanes 14:8). Kondisi inilah juga yang dimanfaatkan oleh Iblis dengan mengajarkan konsep “ debata na ni ida” kepada leluhur kita.
TUHAN, malaikat Tuhan, Iblis dan roh-roh jahatnya berada di alam roh (gaib) yang tidak dapat dilihat dengan mata jasmani. Istilah “debata” ditujukan oleh roh sembahan leluhur kepada dirinya yang tidak dapat dilihat manusia. Pada waktu leluhur kita memanggil roh sembahannya, mereka menyerukannya dengan panggilan “Debata” atau “Ompu Mulajadi Nabolon”. Karena mereka tidak dapat dilihat, maka Mulajadi Nabolon menetapkan hulahula sebagai wakilnya di dalam menerima persembahan dan memberikan berkat kepada manusia. Sehingga
hulahula disebut dengan “debata na ni ida”. Jadi istilah “debata na ni ida” mengacu kepada perwakilan Mulajadi Nabolon di dunia. Hulahula adalah manusia biasa yang juga sudah jatuh ke dalam dosa, bukan penjelmaan dari roh sembahan leluhur. Karena malaikat Iblis tidak dapat menjadi manusia. Dia hanya dapat merasuki manusia ( siar-siaran).
Jadi sangat tidak tepat jikalau kita beranggapan bahwa istilah “debata na ni ida” berarti “TUHAN yang dapat dilihat” (YHWH : Yahowa na ni ida). Alkitab menolak dengan tegas pengertian “debata na ni ida” sebagai “Yahowa na ni ida”. Alkitab menetang keras prinsip hulahula di dalam hidup umat-Nya, karena manusia dicipta bukan sebagai wakil Mulajadi Nabolon, tetapi merupakan Peta atau Wakil TUHAN (Imago Dei) di dunia. TUHAN (Yahowa) tidak pernah mewakilkan diri-Nya kepada hulahula. Karena manusia tidak dapat lagi mengenal TUHAN, maka Dia datang menyatakan diri-Nya ke dalam dunia. Dia lah Yesus Kristus, TUHAN yang menjadi manusia. Peristiwa ini dinamakan Inkarnasi (bukan reinkarnasi), Tuhan menjadi manusia. Inilah jalan keluar yang diberikan oleh TUHAN agar manusia dapat mengenalnya. Inkarnasi adalah suatu puncak karya besar TUHAN dalam mewahyukan diri-Nya kepada manusia. Sehingga dengan mengenal Yesus Kristus manusia telah mengenal TUHAN.

Ketika Yesus Kristus datang ke dunia, maka manusia dapat berbicara langsung kepada TUHAN. Manusia dapat mendengar tanggapan, pikiran dan hikmat TUHAN akan segala persoalan manusia yang diperhadapkan kepada-Nya. Mereka melihat cara Tuhan yang melampaui pikiran manusia dalam menyelesaikan setiap persoalan. Dia mengajarkan akan kebenaran TUHAN yang sangat dibutuhkan manusia. Manusia juga dapat melihat betapa besar kasih-Nya TUHAN, ketika Dia menghadapi orang banyak yang menderita berbagai penyakit dan kelemahan, dan mereka semua disembuhkan-Nya. Mereka juga dapat melihat betapa besarnya kuasa Tuhan yang membongkar segala bentuk persembunyian Iblis dalam diri manusia, dan memulihkan tubuh itu. Manusia dapat melihat bagaimana kuasa-Nya menaklukkan segala kondisi alam lingkungan yang membahayakan diri manusia.
Puncaknya, Dia memberikan jalan kepada manusia untuk dapat kembali kepada TUHAN, dengan memberikan diri-Nya sebagai tebusan atas dosa dan pemberontakan manusia. Dia mati, bangkit, naik ke surga, dan diterima oleh Bapa di sebelah kanan-Nya. Dari sana Dia senantiasa menjadi pengantara kita di hadapan Bapa di sorga. Pada waktu-Nya Yesus Kristus akan datang kembali ke dunia di dalam kemuliaan-Nya yang besar.
Jadi, tidak ada Yahowa yang pernah dilihat oleh manusia selain dari Yesus Kristus. Hulahula adalah manusia biasa yang penuh dengan dosa dan kelemahan. Dia bukan Tuhan. Dia tidak bisa dan tidak layak mewakili manusia dihadapan Bapa yang Mahakudus, bahkan dia adalah orang yang sangat membutuhkan Yesus Kristus bagi keselamatan dirinya sendiri. Hulahula tidak bisa dan tidak layak menyalurkan berkat dari TUHAN yang kudus, karena dia manusia dan penuh dengan dosa. Bahkan hulahula juga sangat membutuhkan berkat dari Tuhan.
Yesus Kristus adalah satu-satunya manusia yang datang ke dunia mewakili Bapa- Nya yang ada di surga. Dia satu-satunya jalan yang dapat membawa doa manusia ke depan tahta Bapa di surga. Melalui Yesus Kristus kita beroleh segala berkat, pertolongan dari Tuhan, dan yang lebih penting lagi, melalui Yesus Kristus kita dapat memasuki pengenalan akan TUHAN dalam kehidupan pribadi.
Kalau kita mengerti dan meyakini kebenaran Injil ini, maka kita hanya akan menerima Yesus Kristus sebagai satu-satunya TUHAN yang dapat dilihat. Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara kita di hadapan Bapa di surga, dan Yesus Kristus satu-satunya jalan Tuhan memberkati kita. Dalam prakteknya, kita akan menolak segala bentuk jalan lain di luar Yesus Kristus, termasuk prinsip perwakilan hulahula di dalam agama Batak. Jadi cocok antara pengakuan iman kita dengan praktek hidup keseharian.

F. Berkat, Jalan dan Tujuan Hidup
Berkat (pasu-pasu) merupakan suatu kebutuhan rohani yang besar bagi manusia. TUHAN (YHWH; Jahowa; Batak) telah menciptakan manusia dalam keterbatasan. Melalui keterbatasan itu, Dia menyatakan diri-Nya sebagai satu-satunya sumber berkat yang dapat memuaskan segala kebutuhan manusia. Kesepetaan manusia dengan Tuan merupakan satu-satunya standar hidup yang menjamin perolehan berkat dan kebahagiaan yang sejati. Di luar Kristus, manusia tidak memiliki sumber berkat yang sesungguhnya. Dunia hanya dapat menawarkan sumber berkat yang akan membawa kita pada kebinasaan.
Kejatuhan manusia ke dalam dosa telah menimbulkan krisis rohani yang besar. Manusia telah meninggalkan TUHAN, sumber berkat yang kekal, dan berpaling pada roh-roh lain yang ada di dalam dunia ini. Manusia juga telah kehilangan tujuan hidup yang benarm dan menggantinya dengan berbagai tujuan laiinya, sehingga manusia tidak lagi hidup sebagai peta Tuhan yang memberikan kemuliaan kepada TUHAN. Manusia menjalani kehidupannya dengan cara-cara lain di luar hikmat tuhan untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkannya. Dalam kondisi seperti itu, maka para malaikat iblis menawarkan berbagai tujuan hidup dan jalan lain untuk mendapatkan berkat kepada setiap suku bangsa yang dikuasainya.

F.1. Tujuan Hidup Orang Batak
Hamoraon, Hasangapon dan Hagabeon (kekayaan, kemuliaan dan keberhasilan) merupakan dambaan hidup orang Batak secara umum, dan selam hidupnya mereka akan berjuang untuk mendapatkannya. Pencapaian ketiga hal ini merupakan tujuan hidup yang terpatri di dalam jiwa setiap orang Batak. Seseorang baru dianggap berbahagia apabila dia memiliki keturunan yang banyak baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan. Lalu orang tersebut juga berhasil dalam usahanya, sehingga memiliki banyak harta yang memungkinkna mereka melakukan berbagai upacara adat yang lengkap dan besar, sesuai dengan kewajibannya di dalam masyarakat.
Dengan demikian maka kedudukannya akan menjadi sangap (terhormat) ditengahtengah masyarakat adat. Kehormatan itu bukan hanya akan diperolehnya sewaktu masih hidup, tetapi juga akan didapatkan setelah meninggalkan dunia ini. Upacara penguburan yang mewah dan kuburan ata u tugu-tugu yang megah merupakan lambang kehormatan yang diterimanya di dunia orang hidup maupun di dunia orang mati. Saat mencapai semuanya itu barulah dia dapat disebut sebaga i“JOLMA” (manusia Batak). Kalau belum memperoleh semuanya itu, maka seseorang dianggap belum berhasil di dalam kehidupannya: “ ndang jolma dope i”.
“Jolma” adalah seseorang yang memiliki kepribadian sebagai orang Batak. Kepribadian Batak mencakup segala nilai, paradigma, ajaran, falsafah, cara dan norma hidup yang diajarkan para leluhur Batak. Semuanya itu tercermin dalam ketaatan kepada aturan adat. Sehingga upacara adat merupakan satu pusat aktifitas hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup sebagai manusia Batak. Inilah salah satu alasan yang sering diajukan oleh orang Batak untuk membenarkan pelaksanaan upacara adat di dalam hidup kekristenannya sekarang. Orang Kristen Batak harus menyadari, bahwa setelah percaya kepada Yesus Kristus, maka kepribadian kita sebagai orang Batak tidak lagi didasarkan pada berbagai nilai, paradigma, ajaran, falsafah, norma, cara dan jalah hidup Hasipelebeguon. Sebaliknya kepribadian kita sebagai orang Batak dibangun dalam seluruh kebenaran Firman Tuhan, agar kita kembali kepada tujuan hidup manusia semula, yaitu menjadi Peta TUHAN, yaitu Peta Yesus Krist us. Kita adalah orang Batak yang baru, yaitu orang Batak yang dicipta dalam Kristus Yesus, dimana kepribadian kita merupakan pancaran dari kepribadian Kristus. Kepribadian Batak yang baru merupakan kepribadian yang memancarkan pikiran perasaan dan kemauan dari Yesus Kristus.
Dalam kepribadian yang baru itu, kita akan mendapatkan arti hidup, berkat, sukacita dan kebahagiaan yang sejati. Orang Batak sejati adalah orang Batak yang telah menemukan sumber keberadaan dirinya. Orang Batak bukan berasal dari Si Raja Batak saja, tetapi lebih jauh lagi, berasal dari si Adam. Adam bersal dari TUHAN, dan Adam adalah Peta TUHAN. TUHAN adalah asal (bona) dari keberadaan kita. Kembali ke asal semula (mulak tu bonana) adalah kembali kepada Kristus, bukan kembali kepada Hasipelebeguon, kembali kepada Sumber Berkat sejati, bukan kembali pada roh-roh sembahan leluhur yang lemah dan miskin. Dalam Kristus kita menemukan kebahagiaan hidup yang sejati dan selama-lamanya.
Dalam Kristus kita menikmati segala kekayaan dan kemuliaan Tuhan. Kepribadian Batak yang baru adalah kepribadian Kristus yang memancar di dalam dirinya, yang sangat berbeda dengan kepribadian orang Batak yang hidup dalam nilai dan cara Hasipelebeguon. Ukuran kebatakan kita sekarang adalah ketaatan kepada Firman Tuhan, bukan kepada adat Batak dulu. Bukti kita orang Batak yang mengenal Kristus adalah keberanian meninggalkan Hasipelebeguon dan keberanian untuk melakukan Firman Tuhan, dengan kerelaan memikul salib (resiko mengikut Yesus).
Kalau kepribadian Batak Hasipelebeguon didapatkan melalui ketaatan terhadap adat Batak dengan seperangkat upacara adatnya, maka kepribadian Batak dalam Kristus hanya akan terwujud dengan mentaati seluruh Firman Tuhan. Orang Batak dalam Kristus adalah warga dari kerajaan Surga. Sebagai warga dari Kerajaan Surga, maka kita memiliki gaya hidup yang berbeda dengan orang Batak duniawi. Kerajaan Surga memiliki aturan–aturan hidup yang berbeda dengan warga duniawi. Kepribadian Batak dalam Kristus adalah suatu kepribadian yang memancarkan kemuliaan Kristus. Yesus mengatakan: “Janganlah kamu sama seperti mereka.” Semangat Yesus adalah semngat untuk tampil beda dengan dunia yang penuh dosa. Semangat itu pulalah yang menjalar di dalam dada Paulus.
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Tuhan.” (Roma 12:2)
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” (Filipi 2:5)
Pembaharuan hidup yang dikerjakan oleh Roh Kudus adalah suatu proses yang membawa kita semakin serupa dengan Kristus, menjadi Peta TUHAN. “Jolma” bagi orang Batak sekarang adalah seseorang yang memiliki pikiran, perasaan dan tingkah laku hidup yang memancarkan kemuliaan Kristus. Itulah kemuliaan yang TUHAN berikan kepada manusia termasuk kepada kita orang Batak, dan itulah juga standar untuk mengukur kemanusiaan yang benar. Peta Tuhan = Peta Kristus = Jolma, di luar itu, ndang jolma dope.
Kemuliaan (hasangapon) bagi orang Batak dalam Kristus diperoleh bukan lagi melalui upacara adat. Kemuliaan itu diperoleh dengan keberanian untuk memikul salib Kristus. Yesus Kristus sangat dimuliakan di sebelah kanan tahta Bapa. Kemuliaan itu diterimaNya setelah selesai menjalani salib. Tiada kemuliaan tanpa salib, itulah ketetapan bagi warga kerajaan surga. Setiap salib yang kita pikul merupakan jalan mempersiapkan kemuliaan yang akan kita terima di Surga. Manakah yang kita pilih, kemuliaan (duniawi) adat batak, atau kemuliaan Kerajaan Surga? Tidak bisa dua-duanya.
F.2 Jalan Berkat dan Kehidupan
F.2.a Jalan Agama leluhur
Masyarakat Batak yang religius juga menyadari bahwa keberhasilan untuk mencapai semua itu hanya dimungkinkan jika mereka mendapatkan pasu-pasu (berkat) dari kekuatan rohani yang ada di dunia tidak kasat mata, yaitu dari banua ginjang (dunia atas). Karena itu mereka berupaya untuk memperoleh segala berkat dari segala roh-roh yang ada di alam gaib, dengan cara menyembahnya dan melakukan segala persyaratan dari roh sembahan itu untuk mendapatkan berkat.Cara itu yang kita kenal kemudian dengan istilah upacara adat. Karena itu upacara adat merupakan suatu pusat kehidupan masyarakat batak yang menandai aktivitasnya setiap hari.
Jalan berkat yang ditetapkan oleh roh sembahan leluhur Batak dapat dilihat dalam aktifitas upacara adat. Seluruh berkat berasal dari debata Mulajadi Nabolon sebagai roh sembahan yang tertinggi. Berkat Mulajadi Nabolon disalurkan melalui ketiga putranya, yaitu: Batara Guru, Mangala Sori dan Mangala Bulan. Di luar itu, beberapa roh lainnya yang menjadi sumber berkat penting dalam kehidupan masyarakat Batak adalah: Boraspati ni tano (dewa kesuburan tanah), Boru Saniang Naga (dewi penguasa air dan danau), Sombaon, roh orang tua atau leluhur yang sudah mati, dan berbagai jenis roh (begu) lainnya.
Ketiga dewa Batak menyalurkan berkat dari Mulajadi Nabolon melalui sarana upacara adat (agama) Batak. Sementara kepada beberapa roh sembahan lainnya, berkat disalurkan setelah kepadanya diberikan makanan sesajian tertentu sesuai dengan keinginan roh itu sendiri. Kita akan melihat beberapa prinsip penting jalan berkat dalam upacara adat Batak.
Mulajadi Nabolon memberikan kepada ketiga putranya berkat khusus yang dapat disalurkan kepada manusia. Batara Guru sebagai penguasa dunia atas, menerima kuasa yang dapat menjadikan segala tanaman dan binatang yang ada di bumi. Mangala Sori sebagai penguasa dunia tengah, dijadikan sebagai sumber Hamalimon (imamat) dalam agama Batak dan Sisimangaraja adalah salah satu malim yang terbesar. Mangala Bulan sebagai sumber Hadatuon (ilmu perdukunan), dan raja Silahi Sabungan adalah salah satu Datu Bolon (dukun besar) yang pernah muncul di tanah Batak.
Dari ketiga dewa tadi, Batara Guru menduduki posisi sangat penting sebagai sumber berka dalam kehidupan masyarakat Batak. Batara Guru sangat diharapkan berkatnya karena dari dialah berasal segala tanaman dan binatang yang ada di bumi. Berkat mengalir dari dunia atas turuh ke dunia bawah. Inilah prinsip penting dalam agama Batak. Dalam rumah Batak, dunia atas dilambangkan oleh atap rumah, dunia tengah dilambangkan bagian tengah rumah, dan dunia bawah dilambangkan oleh kolong rumah. Berkat tidak pernah berasal dari bawah menuju ke atas.
Sebagai masyarakat agraris, maka orang Batak sangat mendambakan agar seluruh tanaman yang dikerjakannya memberikan hasil yang melimpah, dan seluruh ternak peliharaannya berkembang biak dengan pesat. Dalam bahasa Batak dikenal dengan ungkapan “gabe na niula, sinur angka pinahan”. Semuanya ini hanya akan menjamin berkat dari Batara Guru.
Dengan demikian, maka hulahula sebagai personifikasi dari Batara Guru juga menempati posisis yang sangat penting dalam kehidupan orang Batak. Dalam alam fisik, maka hulahula merupakan sumber berkat dan keberhasilan dalam segala pekerjaan boru-nya. Seperti atap rumah Batak, maka hulahula memiliki kekuatan untuk melindungi, mengayomi, dan memberkati boru. Kalau hulahula tidak memberkati (mamasu-masu), maka seluruh kehidupan boru akan penuh kesialan, kemiskinan, penyakit dan bencana. Karena itu, orang Batak sangat takut jikalau mereka tidak memiliki hulahula atau memiliki hubungan yang rusak dengan hulahulanya.
Pemberkatan oleh hulahula kepada boru-nya diberikan dalam suatu upacara adat. Berkat yang diberikan oleh debata dinyatakan oleh hulahula dalam bentuk pemberian ikan mas (dengke mas arsik), atau ihan (ikan Batak: jurung), pemberikan ulos (tenunan Batak ataupun berupa tanah: ulos na sora buruk) dan Hata pasu-pasu (pidato dan doa pemberkatan) yang banyak berisikan umpasaumpasa Batak.
Pasu-pasu yang diberikan oleh hulahula merupakan pengalihan sebagian tondi dari daya tondi-nya (sahala) kepada boru. Sahala adalah unsur roh (tondi) yang dimiliki seseorang yang akan memberikan kelebihan khusus kepadanya. Sahala hamoraon akan membuat seseorang menjadi penguasa. Sahala harajaon akan membuat seseorang menjadi penguasa. Sahala hadatuon akan membuat seseorang menjadi datu. Pemberian berkat-berka merupakan “transfer roh” (sahala) dari hulahula kepada boru. Kekuatan sahala inilah yang akan me wujudkan segala keinginan yang
dimintakan oleh boru kepada hulahula. Kekuatan sahala yang dimiliki oleh manusia berasal dari roh sembahan leluhur.
Berkat yang diterima oleh boru tidak cukup hanya dari hulahula-nya saja. Berkat itu akan semakin lengkap dan melimpah bila mengalir dari struktur kekerabatan yang lebih tinggi dan luas: dari hulahula orang tuanya, yakni saudara lelaki ibu, yang dipanggil dengan “tulang”; lebih tinggi lagi, berkat dimintakan dari “tulang bona”, tulang rorobot (tulang dari tulang) dan tulang bonaniari. Permintaan berkat kepada semua unsur hulahula di atas diberikan dalam upacara adat yang penuh (adat na gok).
Sebelum debata memberkati melalui hulahula, pihak boru terlebih dahulu harus memberikan persembahan kepada debata, melalui pemberian tudu-tudu sipanganon kepada sang hulahula. Tudu-tudu sipanganon itu berupa seekor babi atau kerbau yang dipotong dan setelah dimasak disusun sedemikan rupa secara utuh dari kepada sampai ekor (na margoar), dan kemudian diserahkan kepada hulahula. Pemberian ini menyimbolkan penyerahan, penaklukan dan penyembahan dari orang Batak terhadap debata Batara Guru, roh sembahannya, dengan harapan agar kepada mereka diberikan berkatnya. Falsafah “somba marhulahula” diwujudkan dengan memberikan persembahan makanan itu.
Jadi pemberian makanan itu merupakan bentuk penyembahan dalam agama Batak kepada roh sembahan leluhur, bukan hanya sekedar pemberian kepada hulahula saja. Sadar atau tidak, percaya atau tidak, maka kalau seorang Kristen memberikan makanan tudu-tudu sipanganon kepada hulahulanya, dia telah memberikan persembahan kepada Mulajadi Nabolon. Penyembahan kepada dirinya inilah yang menjadi tujuan inti dari iblis dalam memberikan ilham pelaksanaan upacara adat kepada luluhur kita. Iblis memang sangat berambisi untuk disembah oleh manusia.
Pada penyerahan tudu-tudu sipanganon inilah pihak boru menyampaikan kepada hulahulanya alasan kedatangannnya, dan mengajukan segala permohonan yang hendak dimintakannya kepada debata melalui hulahula. Pemberian lain yang juga sering diberikan adalah piso-piso, yaitu berupa sejumlah uang, yang melambangkan kehormatan yang diberikan kepada hulahula. Pada masa dahulu bersamaan dengan pemberian di atas sering juga diikutsertakan dengan memberikan minuman “tuak”.
Dengke yang diberikan oleh hulahula biasa disebut dengan “dengke sitio -tio” dan “dengke siudur-siudur”, yang berarti sahala hulahula akan menolong boru itu agar kehidupannya menjadi baik, rezeki menjadi lancar, dan mereka tetap bersatu dalam mengarungi tantangan kehidupan ini. Pemberian ulos dilakukan dengan cara membentangkan di pundak sedemikian rupa sehingga membungkus tubuh boru. Pemberian ulos merupakan berkat dan perlindungan yang diberikan sahala hulahula kepada roh (tondi) sang boru, agar tondi itu tetap berada dalam keadaan nyaman dan hangat. Karena kondisi tondi yang hangat dan nyaman dalam tubuh seseoranglah yang akan menjadikannya sehat dan terlindung dari segala bentuk gangguan roh-roh jahat. Wajar saja, jikalau orang Batak sangat ketakutan jikalau tidak mendapatkan ulos dari hulahulanya.
Semakin mahal nilai ulos yang diberikan, semakin besar kegembiraan yang dinikmati boru, karena berarti lebih besar daya atau berkat hidup yang dipancarkan oleh hulahula kepada dirinya. Pada sisi lain, nilai ulos yang tinggi juga akan menaikkan gengsi sosial (social prestige) pihak boru di tengah-tengah masyarakat
adat yang hadir pada upacara itu. Mereka menjadi terhormat (sangap) di tengah-tengah masyarakat. Karena itu orang Batak sangat mendambakan hulahula yang kaya, karena diharapkan akan dapat memberikan berkat dan kemuliaan yang besar kepada boru. Ketidakhadiran hulahula yang relatif miskin masih mudah dimaafkan, apabila dibandingkan dengan ketidakhadiran hulahula (na mora) yang dianggap memiliki kekayaan yang lebih d i antara mereka.
Pemberian ulos dan dengke arsik diikuti dengan penyampaian berkat dan pidato dari hulahula, serta umpasa-umpasa yang berisi doa dan permohonan supaya debata Mulajadi Nabolon memberkati pihak boru, membuat berhasil segala yang dikerjakannya dan menjauhkan penyakit dan marabahaya dari kehidupannya (bandingkan dengan pendeta yang mengucapkan doa berkat di gereja). Pengucapan berkat dan pidato ini merupakan bagian yang penting dari upacara adat, karena berkat mengalir melalui kata yang diucapkan ketika menyerahkan pemberian hulahula.
Makanan adat (na margoar) yang telah dipersembahkan kepada debata via hulahula kemudian dibagikan (mambagi jambar) kepada seluruh pihak yang hadir berdasarkan tutur dengan empunya pesta (suhut). Pada tataran sosia l, pembagian jambar ini merupakan suatu pengakuan dan penghormatan sosial kepada seluruh tutur si empunya pesta. Seseorang akan sangat terhina jikalau dia tidak mendapatkan jambar bagiannya. Artinya, keberadaan dia tidak diakui dan dihormati oleh si empunya pesta. Akibatnya bisa terjadi pertengkaran. Pada zaman dulu, masalah ini sering menimbulkan perang antar kampung atau perang marga. Kehidupan masyarakat Batak dulu ditandai dengan adanya tingkat konflik yang tinggi.
Pada tataran rohani, pembagian jambar merupakan pengalihan daya berkat hidup (pasu-pasu) dari debata kepada seluruh pihak sesuai dengan hak adat masingmasing. Porsi jambar ditentukan berdasarkan status seseorang di dalam upacara itu. Seseorang hanya diperkenankan untuk mengambil jambar sesuai dengan bagian yang telah ditetapkan baginya dalam aturan adat. Jambar yang tidak diberikan kepada seseorang yang berhak berarti merampas berkat hidup yang seharusnya menjadi milik orang itu. Perampasan itu sangat membahayakan bagi kehidupan orang itu, maka dia berusaha mempertahankannya dengan berdebat, dan kalau perlu dengan berperang.
Pada sisi lain, pembagian jambar merupakan suatu pengakuan rohani akan keikutsertaan seseorang dalam persekutuan religius dengan roh-roh sesembahan leluhur. Persekutuan religius itu merupakan jalan untuk mendapatkan berkat hidup dari roh-roh itu. “Manjalo jambar” berarti keberadaan seseorang diakui dalam persekutuan religius itu, karena itu debata memberikan berkatnya melalui “jambar” yang diterima. Dengan demikian terbukalah kesempatan untuk mencapai tujuan hidupnya, “asa gabe jolma ”. Seseorang yang dikucilkan dari persekututan adat merupakan orang yang tidak berhak mendapatkan jambar pasu-pasu dari roh sembahan leluhur. Bagi mereka kehinaan, kemiskinan dan kehancuran hidup telah menantinya di depan (Salah satu bentuk kebohongan iblis !)
Dalam konteks inilah nasehat diberikan seperti yang tercermin dalam ungkapan ini, “pantun do hangoluan, tois hamagoan”. Kehidupan yang baik ditentukan oleh ketaatan kepada adat, ketidakta atan akan membawa kehancuran. Kehancuran ini terjadi karena pelanggaran itu telah merusak tatanan keseimbangan antara alam makrokosmos (banua ginjang) dengan alam mikrokosmos (manusia di bumi). Berkat hidup dalam agama Batak mengalir dari Debata di dunia atas turun ke dunia bawah, apabila tatanan rohani yang telah ditetapkan oleh Mulajadi Nabolon dipelihara dengan melakukan seluruh ketentuan adat Batak. Merusak tatanan adat berarti menutup pintu berkat dari Mulajadi Nabolon bagi dirinya sendiri.
Ketakutan inilah yang mencengkeram hati para leluhur dulu dan juga masih mencengkeram hati banyak orang Batak Kristen. Sehingga ada orang yang menganggap lebih baik dikatakan “ndang martuhan” daripada dikatakan “ndang maradat”. Masih banyak orang Batak Kristen yang menilai dan mengukur nilai seseorang dengan nilai dan cara -cara Hasipelebeguon dulu. Banyak orangtua yang tidak mau menikahkan anaknya seturut Firman Tuhan di gereja, jikalau mereka tidak mau memakai upacara adat. Biarlah pernikahan di hadapan TUHAN itu tidak dihadirinya. Biarlah anaknya pergi menikah jauh, tanpa dilihatnya.
Bagi mereka lebih berharga upacara adat daripada upacara pernikahan gerejawi. Mereka telah melanggar janji (padan) di hadapan Tuhan, ketika membaptiskan anak itu di gereja, yaitu mendidik anak itu di dalam Firman dan takut akan Tuhan. Mereka menunjukkan sikap lebih takut kepada Mulajadi Nabolon (malaikat iblis) daripada kepada Tuhan Yesus.
Kalau upacara adat telah dilaksanakan dengan baik mereka sangat puas, bangga dan menjadi tenang hidupnya. Ketenangan itu terjadi karena di hatinya masih tertanam keyakinan agama sipelebegu tentang jalan berkat, bukan hanya sekedar takut dikucilkan saja. Mereka meyakini kalau upacara itu dilaksanakan dengan baik, pernikahan itu pun akan mendatangkan berkat melimpah bagi pengantin. Mereka lebih takut tidak mendapat jambar dari persekutuan adat dibandingkan mendapatkan jambar dari Kerajaan Sorga, dimana Yesus Kristus bertahta sebagai Raja yang Mahamulia.
Sebagai orang Kristen kita tidak memerlukan berkat-berkat dari roh sembahan leluhur. Kita tidak memerlukan berkat dari hulahula. Berkat dari Tuhan Yesus sudah cukup dan melimpah bagi kita. Kita tidak memerlukan ulos dari hulahula, karena yang membungkus dan melindungi roh kita adalah darah dan kuasa Tuhan Yesus sendiri. Ulos baru yang diberikan kepada roh kita adalah keselamatan dalam darah Kristus (Yesaya 61:10). Kita sangat bersukacita karena memiliki perlindungan yang terbaik dari segala bentuk serangan atau gangguan roh-roh jahat.
Roh Kudus yang mendiami hati kita memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dari segala roh apapun yang ada di dunia (I Yohanes 4:4). Dia jauh lebih besar dari Mulajadi Nabolon, Batara Guru, Mangala Sori, Mangala Bulan, Boraspati ni Tano maupun berbagai roh-roh yang dikenal dalam agama Batak. Tertulis dalam Bibel bahasa Batak:
“Ai Kristus i do diparulushon hamu, sude hamu, naung tardidi tu bagasan Kristus.” (Galatia 3:27)
“Marlas ni roha situtu do ahu dibagasan Jahowa, marolop-olop do tondingku dibagasan Debatangku; ai nunga disolukhon tu ahu angka ulos hatuaon (pakaian keselamatan), baju hatigoran diholoshon tu ahu, songon pangoli, na marbulang-bulang mangaradoti hamalimon jala songon oroan naung hinohosan.” (Yesaya 61:10)
Penulis tidak akan memaparkan betapa besarnya berkat dan perlindungan yang kita terima dari Tuhan Yesus, yang menyebabkan kita tidak memerlukan ulos, dengke ataupun berkat dari hulahula. Anda bisa mencari buku-buku rohani lain yang membahasnya. Penulis akan memberikan dua ayat Alkitab yang menegaskan melimpahnya berkat dan perlindungan ya ng kita terima dari Tuhan Yesus:
“Kamu berasal dari Tuhan anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia.” (I Yoh 4:4)
“Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang (bukan dari Mulajadi Nabolon via hulahula via ulos dan dengke); padanya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.” (Yakobus 1:17)

Ada beberapa kebenaran menakjubkan yang tercatat dalam surat Yakobus di atas. Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “pemberian” dan “anugerah” adalah “dosis” dan “dorema”. Dosis berarti perbuatan memberikan dan mencakup baik sikap maupun motif dibaliknya. Dorema menunjuk kepada “hal yang diberikan”, pemberian itu sendiri. Maknanya ialah bahwa alasan-alasan Tuhan bersama-sama
pemberian-pemberian Tuhan, kedua-duanya adalah baik dan sempurna, dalam arti bahwa tidak ada lagi sesuatu yang perlu ditambah atau diubah untuk memperbaiknya. Berkat Kristus sudah sempurna bagi seluruh kebutuhan kita, jadi tidak perlu ditambah lagi dengan berkat dari hulahula.
Istilah “datang dari atas” berarti berasal dari TUHAN, bukan juga berarti sebagai suatu peristiwa yang dulu pernah terjadi (past tenses) namun menunjukkan bahwa Tuhan tidak pernah berhenti, sesaatpun tidak (present) pernah berhenti untuk menuangkan berkat-berkatNya ke atas kita manusia. Inilah yang disebut dalam istilah teologia dengan “karunia am”, yaitu kebaikan Tuhan yang bertubi-tubi kepada seluruh umat manusia.

F.2.b Jalan Kristus
Salah satu pernyataan besar dan agung yang pernah keluar dari mulut Yesus adalah: “Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6). Ayat ini secara umum sudah diketahui oleh orang Batak yang beragama Kristen. Dalam ayat ini Yesus berbicara tentang tiga hal yang sangat penting dan saling mengikat, yaitu adanya “jalan”, “kebenaran” dan “kehidupan”. Jalan yang benar akan membawa kepada kepastian kehidupan kekal. Jalan yang tidak benar (sepertinya benar tetapi palsu) akan membawa ke pada kebinasaan.
Kalau ada jalan, berarti ada tujuan yang hendak dicapai. Jalan tanpa tujuan namanya luntang-lantung, dan jalan yang salah menghasilkan kebinasaan. Dosa telah membuat manusia kehilangan tujuan hidup yang sebenarnya. Manusia tidak lagi mengetahui tujuan hidup, yang benar-benar dapat memberikan hidup yang kekal. Manusia masih menyadari tentang adanya tujuan sejati yang harus mereka capai dalam hidupnya, namun manusia tidak pernah mengetahuinya dengan benar.
Pencaharian tujuan dan jalan yang benar dalam hidup manusia setelah jatuh ke dalam dosa telah melahirkan dua perkara besar. Di belahan dunia Timur, masyarakatnya relatif intuitif, telah menyumbangkan berbagai bentuk ajaran agama, baik dari agama yang besar sampai kepada bentuk agam (religi) yang kecil, yang tidak berkembang luas. Salah satu diantaranya adalah agama Batak. Di belahan Barat, masyarakatnya relatif rasionalis, pencahariannya telah menghasilkan berbagai macam bentuk ajaran filsafat dan pemikiran manusia yang besar.
Di tengah-tengah pertemuan kedua arus hidup manusia itulah Yesus menyerukan “Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Kepada dunia Timur yang mencari tuhan yang benar, Yesus mengatakan “Akulah Jalan”, dan kepada dunia Barat yang mencari kebenaran melalui berbagai macam filsafat, Yesus mengatakan “Akulah Kebenaran”. Yesus-lah Jalan dan Kebenaran dan Hidup yang kekal. Sungguh besar makna perkataan itu.
Penciptaan telah menetapkan bahwa hidup dalam TUHAN merupakan tujuan sejati bagi manusia. Peta TUHAN merupakan standar hidup bagi kebahagiaan manusia, dan TUHAN menjadi satu-satunya sumber tak terbatas bagi pemenuhan segala kebutuhan hidup manusia. Tetapi dosa telah membawa kerusakan total dan kemerosotan yang dalam dari potensi manusia yang sangat mulia itu. Manusia telah kehilangan tujuan dan jalan hidup yang benar. Tujuan hidup orang Batak untuk mencapai kekayaan, kehormatan dan keberhasilan, juga mewarnai tujuan hidup suku -suku bangsa lain. Yesus mengatakan:
“Sebab itu, janganlah kamu kuatir dan berkata; Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu kerajaan Tuhan dan kebenarannya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu .” (Matius 6:31-33)

Yesus menyatakan bahwa bukti bangsa-bangsa tidak mengenal TUHAN adalah mereka mengutamakan pencarian makanan, pakaian, rumah dan berbagai kebutuhan duniawi lainnya, dan tidak mencari kerajaan TUHAN dan kebenaran-Nya. Kebenaran ini berlaku juga bagi kita bangsa Batak yang hidup sehari-hari tidak mengutamakan mencari Dia.
Jadi berbagai roh sembahan leluhur Batak yang bernama Mulajadi Nabolon dan ketiga debata putranya bukanlah TUHAN semesta alam yang sesungguhnya. Karena itu dia tidak pernah mengajak orang Batak untuk mengenal siapakah TUHAN itu sebenarnya. Wajar saja, dia takut kebongkaran kedoknya. Dalam kondisi suku-suku bangsa yang sudah jauh dari tujuan hidup yang benar inilah Injil diberitakan. Melalui karya Yesus Kristus, manusia diberikan jalan pemulihan akan segala dampak dosa itu. Melalui karya Yesus, manusia diberikan tujuan dan jalan hidup yang benar selama di dunia ini.
Alkitab menegaskan bahwa Yesus-lah satu-satunya jalan yang disediakan oleh TUHAN bagi manusia. Setiap orang yang menemukan “Jalan” yang sesungguhnya, dia telah menemukan kebenaran, yang membawanya pada hidup yang kekal. Dia pasti mengenal Yesus. Setiap orang yang menemukan “kebenaran” yang sesungguhnya, dia pasti telah memiliki jalan beroleh hidup yang kekal. Dia pasti bertemu dengan Yesus. Setiap orang yang telah menemukan hidup yang kekal, dia telah menemukan jalan yang membawa kepada kebenaran, yaitu Yesus. Paulus menegaskan: “Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.” (II Kor 5:15).
Tanpa Yesus tiada seorangpun yang dapat hidup dalam TUHAN dan menerima segala sesuatu dari-Nya. Pernyataan Yesus di atas merupakan kebenaran mutlak yang tidak dapat diubah sedikitpun oleh siapapun juga, tidak dapat ditambah atau dikurangi oleh manusia. Hidup yang baru dalam Yesus, adalah suatu hidup yang diabdikan sepenuhnya bagi Kristus dan bukan lagi diabdikan kepada Mulajadi Nabolon, roh sembahan leluhur, dan bukan juga kepada perintah dan ajaran agama leluhur.
Doa manusia hanya akan sampai kepada TUHAN, Bapa di dalam Yesus, hanya melalui Yesus Kristus, bukan melalui tudu-tudu sipanganon, bukan melalui hulahula, dan juga bukan melalui tudu-tudu sipanganon plus doa dalam nama Yesus. Penambahan doa dalam nama Yesus dengan tudu-tudu sipanganon dan hulahula tidak akan pernah dapat membawa permohonan manusia kepada TUHAN. Cara seperti itu hanya akan membawa permohonan kita kepada malaikat iblis yang bernama Mulajadi Nabolon. Permohonan manusia hanya akan didengarkan-Nya bila dipanjatkan di dalam nama Yesus Kristus, titik.
Berkat Tuhan diterima oleh manusia hanya melalui Yesus, bukan melalui ulos atau dengke yang diserahkan oleh hulahula atau tulang. Perantara (parhitean) doa dan berkat bagi manusia hanyalah Yesus, bukan apapun juga yang ada dalam upacara adat. Kristus-lah satu-satunya Tuhan yang pernah berinkarnasi menjadi manusia. Ndang na hulahula, manang dengke arsik, manang ulos, umbahen parhitean pasu-pasu di jolma, alai holan Kristus do parhitean na sintong. Inilah kemutlakan Injil Kristus.
Karena itu, pelaksanaan upacara adat dalam kehidupan kekristenan merupakan tindakan penyangkalan akan Firman Tuhan Yesus:”Akulah Jalan, dan Kebenaran dan Hidup”. Penyangkalan itu tidak dilakukan melalui mulut, tetapi dilakukan melalui tindakan pragmatis. Melalui mulut kita mengakui Yesus satu-satunya jalan, dan melalui tindakan kita menyangkalinya. Inilah yang disebut dalam surat Paulus kepada Titus dengan: “Mereka mengaku mengenal Tuhan, tetapi dengan perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia”. (Titus 1:16)

F.2.c Jalan Holong dan Jalan Kasih
Kita sudah membahas upacara adat Batak itu sebagai suatu aktifitas yang dipenuhi dengan simbol dan makna religius agama Batak. Kita akan meninjau lagi upacara adat sebagai aktifitas yang berisikan motif-motif sosial tertentu. Rangkaian upacara adat merupakan jalan dimana seluruh kerabat keluarga menyatakan (holong) solidaritas di antara sesama mereka. Tanda holong dari boru, dia akan memberikan tudutudu sipanganon kepada sang hulahula, sebagai wujud somba marhulahula. Tanda “holong” bagi hulahula, dia akan memberikan ulos, dengke dan hata pasupasu kepada pihak boru. Inilah argumen sebagian orang untuk tetap mempertahan tradisi itu. Dalam upacara yang lebih lengkap seperti pernikahan, rasa holong itu dinyatakan dengan pertukaran pemberian di antara kelompok Dalihan Na Tolu.

Bentuk “holong” di dalam adat Batak, adalah suatu hubungan yang bersifat “take and give”, dalam ungkapan Batak dikatakan “lean di ahu, asa hulehon di ho”. Pemberian dilakukan dengan motif untuk mendapatkan sesuatu dari orang yang memberikan. Tidak ada pemberian yang gratis. Nilai sesuatu yang diterima seseorang harus disesuaikan dengan nilai yang telah diberikannya. Nilai yang diberikan kepada seseorang juga harus disesuaikan dengan pendidikan dan jabatannya dalam masyarakat. Kalau tidak, perselisihan, pertengkaran dan permusuhanpun akan terjadi. Kalau ulos yang diberikan oleh hulahula nilainya di bawah nilai pemberian sang boru, maka sang boru akan bersungut-sungut menerimanya. Demikian pula sebaliknya, bila hulahula menerima pemberian sang boru tidak seimbang dengan pemberiannya. Apalagi kalau hulahula atau boru itu adalah seorang yang kaya dan terhormat dalam masyarakat.
Karena itu orang Batak sangat mendambakan diri untuk menjadi orang kaya. Keinginan inilah yang menggelorakan semangat hamajuon, yang ditandai dengan tekad besar dari orang tua untuk memberikan pendidikan yang tinggi kepada anakanaknya. Dengan memiliki pendidikan yang tinggi, maka mereka akan lebih mudah mendapatkan kekayaan. Dengan kekayaan dan status pendidikan itu maka mereka dapat menyerahkan pemberian yang lebih besar lagi nilainya dan mendapatkan sesuatu yang lebih bernilai tinggi di hadapan masyarakat. Jadi pemberian dan penerimaan sesuatu dalam upacara adat merupakan sarana menunjukkan gengsi sosial di tengah-tengah masyarakat (social prestige).
Pada sisi lain, dengan kehormatan dan kekayaan yang dimilikinya, maka seseorang akan sering mendapatkan undangan (gokkon dohot jou-jou) dari keluarga ataupun anggota masyarakat lainnya. Si pengundang akan sangat bangga jikalau orang itu hadir di pestanya. Sebaliknya, kalau seseorang itu miskin, penghargaan yang diterimanya jauh berbeda dari orang kaya itu. Karena itu ada orang yang mengatakan bahwa istilah adat merupakan akronim dari “Adong di hita, Adong Tondong” (Kekerabatan yang banyak ditentukan oleh kekayaan yang dimiliki oleh seseorang).
Kehadiran dan pemberian seseorang dalam suatu upacara adat lebih banyak ditujukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Kehadiran seseorang bertujuan supaya si pengundang juga akan hadir pada waktu dia melakukan upacara adat. Pemberian yang diberikannya dalam suatu upacara adat bertujuan agar si penerima juga akan memberikan sesuatu sebagai imbalan. Kalau upacara adat yang dilaksanakan seseorang dihadiri oleh banyak orang, dan pemberian-pemberian mereka nilainya tinggi, maka akan sangat terhormatlah si empunya pesta di hadapan masyarakat.
Holong dalam adat Batak hanya merupakan suatu pemberian yang menuntut balas semuanya demi kepentingan si pemberi itu sendiri. Kalau dia tidak menghadiri upacara adat yang diselenggarakan orang lain, maka dikuatirkan orang lain tidak akan datang pada waktu dia melakukan upacara adat. Ini merupakan kehinaan (haleaon) bagi orang Batak. Rasa solidaritas seperti ini disebut dengan “holong na marparbuat”.
Holong yang seperti ini juga tercermin dalam relasi antara orang Batak dengan sembahannya. Jikalau mereka menginginkan sesuatu dari sembahannya, maka terlebih dahulu mereka mempersembahkan sesuatu sebagai dasar untuk pengabulan keinginannya. Roh sembahan bukanlah sesuatu pribadi yang harus dipatuhi dan ditakuti karena dia mengaku sebagai debata. Mereka diperlakukan baik karena sangat diperlukan dalam mencapai keinginan manusia itu sendiri. Hubungan dengan sembahan tidak merupakan hubungan antara “Tuan dan Hamba” (patron an client).
Masyarakat Batak adalah masyarakat yang sejajar dimana orang lain dinilai sama derajatnya dengan diri mereka sendiri. Semua orang Batak adalah “anak raja”, kecuali karena faktor tertentu mereka terpaksa menjadi budak (hatoban). Orang Batak tidak mengenal loyalitas hirarkis seperti pada budaya orang Jawa. Mereka adalah orang yang bebas dan mandiri. Kesejajaran inilah yang juga menjadi dasar perilaku mereka terhadap sembahannya. Mereka menyembah kepada Roh sembahannya, karena membutuhkan berkat dan perlindungan darinya. Roh sembahan memberikan sesuatu kepada manusia, karena mereka membutuhkan pemualiaan dari manusia. Hubungan antara “sembahan” dengan manusia dijalin
dalam suatu relasi yang saling menguntungkan (simbiosa mutualisma). Hubungan seperti ini tercermin dalam cerita di bawah:
Pada masa dulu hiduplah seorang “raja” Batak yang cukup kaya. Namun hatinya tetap merasa sedih karena tidak memiliki anak. Sebagai orang Batak kondisi seperti itu sangat menyengsarakan hidupnya. Suatu hari naiklah dia ke gunung Pusuk Buhit dan membawakan persembahan kepada Mulajadi Nabolon. Setelah memberikan persembahan itu berdoalah dia:
“Ale ompung Mulajadi Nabolon, diboto ho do aha na mambahen ahu ro tu son, ima sude arsak na adong di bagasan rohangki, disiala so adong dope tubu di ahu anak dohot boru. Alani, ale Ompung Mulajadi Nabolon, Raja ho di banua ginjang, Raja ahu di son, marsipasangapan ma hita, unang hita masipailaan.”
(Wahai, ompung Mulajadi Nabolon, engkau mengetahui alasan kedatanganku ke tempat ini, yaitu semua kesusahan yang ada dalam hatiku, karena belum mempunyai putra dan putri. Karena itu, wahai ompung Mulajadi Nabolon, Engkau raja di dunia atas, Aku raja di sini, baiklah kita saling memuliakan, dan tidak saling mempermalukan).
Kalau Mulajadi Nabolon tidak memberikan anak, maka raja tadi akan sangat terhina selama di dunia dan setelah meninggalkan dunia ini. Kalau itu terjadi maka raja tersebut tidak akan mau melakukan upacara adat yang mempermuliakan Mulajadi Nabolon, dan tidak akan ada juga keturunannya yang akan mempermuliakannya. Baik raja itu sendiri maupun Mulajadi Nabolon sama-sama tidak akan menerima kemuliaan.
Holong yang diajarkan dalam agama Batak adalah kasih yang menuntut balas dari orang yang telah menerima pemberian. Holong seperti itulah yang ada di dalam diri manusia. Sembahan leluhur tidak memiliki kasih seperti Tuhan Yesus, yang rela mengorbankan segala sesuatu kepada manusia yang dikasihinya. Bahkan nyawaNya telah dikorbankan demi keselamatan setiap orang yang mau percaya kepadaNya. Karena kasih TUHAN, Pencipta Semesta Alam. Karena TUHAN itu adalah Kasih (Agape). Tuhan atau ilah lain yang palsu tidak memiliki dan tidak akan mengajarkan Kasih TUHAN yang tiada menuntut balas.
Sebagai pengikut Yesus kita diajarkan melakukan ajaran kasih agape yang tiada menuntut balas. Pemberian kita harus benar-benar ditujukan hanya demi kebaikan dari orang yang menerima, dan tiada motif apapun yang bersifat egoistis. Inilah kasih sorgawi yang jauh lebih tinggi dari jenis kasih apapun yang ada di dalam dunia. Yesus mengatakan:
Jikalau kamu menuruti perintahKu (bukan perintah sembahan leluhur),
kamu akan tinggal di dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di dalam kasihNYA... Inilah perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi (agape) kamu.” (berarti tidak mengasihi dengan “holong na marparbuat”)
Tiada apapun yang telah dikorbankan oleh sembahan leluhur kita. Setiap pemberian yang diberikannya harus dibayar dengan pemberian dari kita. Yang lebih berat lagi, pemberian itu harus dibayar dengan nyawa kita sendiri. Pemberian iblis akan membawa kita ke dalam neraka bersama-sama dengan dia. Apakah Anda mau di sana ?

BAB III
TUGU DAN MAKAM MEWAH DI TANAH BATAK
Satu lagi masalah rohani yang besar di tengah-tengah bangsa Batak adalah maraknya pembangunan tugu-tugu marga dan makam/kuburan keluarga yang megah sejak tahun lima puluhan. Masing-masing marga berlomba untuk membangun tugu marga mereka. Sehingga pada tiap kantong-kantong (bona pasogit) marga, kita dapat menjumpai berdirinya tugu marga. Keluarga-keluarga Batakpun berlomba ingin membnagun kuburan megah bagi anggota keluarganya yang telah mati. Tugu dan kuburan itu dibangun dengan berbagai model, dimana dananya berasal dari sumbangan seluruh keturunan marga tau anggota keluarga masing-masing.
Pembangunan tugu dan kuburan megah ini mendapat dukungan yang luas dari masyarakat Batak, baik yang berada di bona parsogit (kampung halaman), maupun yang berada di perantauan (parserahan). Dukungan juga diberikan oleh banyak pemimpin jemaat Kristen. Peresmian tugu dan makam ini dilakukan dengan upacara adat Batak baik dengan skala kecil maupun besar. Secara umum masyarakat Batak Kristen menilai tidak ada yang salah dengan maraknya pendirin berbagai tugu dan kuburan megah itu.
Fenomena seperti ini hanya akan dimengerti dengan menelusuri akar religius dari orang Batak sebelum mengenal Injil. Salah satu pusat dari agama leluhur Batak adalah penghormatan kepada roh orang tua dan pemujaan kepada roh-roh leluhur. Penghormatan dan pemujaan ini berakar dari keyakinan akan adanya hubungan antara manusia yang masih hidup dengan roh orang yang telah mati (adong pardomuan ni halak na mangolu dohot angka na mate). Hubungan ini memiliki pengaruh yag besar baik bagi manusia yang hidup, maupun bagi roh-roh orang mati.
Salah satu perbedaan besar antara Injil dengan berbagai agama (religi) yang ada di dunia, adalah dalam masalah hubungan antara orang yang hidup dengan orang yang mati. Injil mengajarkan bahwa tidak ada hubungan antara manusia yang hidup dengan orang-orang yang telah mati. Dalam ajaran Kristus tidak dikenal adanya petunjuk atau perintah untuk melakukan berbagai upacara untuk orang-orang yang telah mati, seperti yang banyak kita jumpai dalam agama lain. Injil hanya mengajarkan kepada kita untuk mengurus orang-orang yang masih hidup secara fisik selama hidup kita di dunia. Injil menentang keterlibatan umat Tuhan di dalam mengurus roh-roh orang mati.
Upacara kematian yang dilakukan oleh gereja, pada hakekatnya hanya diarahkan kepada penghiburan anggota keluarga yang ditinggalkan, serta mengingatkan orang yang hadir, bahwa mereka harus mempersiapkan diri dihadapan Tuhan untuk menghadapi kematian yang pasti juga akan datang, dengan percaya dan beribadah kepada Tuhan Yesus di dalam kebenaran dan kekudusan.. penguburan merupakan penggenapan dari Firman Tuhan:
“Dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Kejadian 3:19)
setiap acara yang dilakukan demi kepentingan roh orang yang mati bukan berasal dari kebenaran Tuhan, melainkan berasal dari ajaran-ajaran duniawi. Karena Firman Tuhan tidak pernah memerintahkan umatNya untuk mengurus roh-roh orang mati. Urusan kita adalah melayani orang yang masih hidup, namun mati secara rohani. Dengan demikian mereka dapat diselamatkan oleh kuasa Tuhan sebelum mereka meninggalkan dunia ini. Dalam uraian dibawah, kita akan menguraikan beberapa prinsip dari keyakinan agama Batak yang melatarbelakangi pendirian tugu dan kuburan megah tersebut, dan menganalisanya sesuai dengan Firman Tuhan.
A. Hubungan dengan Orang Mati
Keyakinan agama Batak akan adanya hubungan antara orang yang hidup dengan roh orang mati, tercermin di dalma berbagai upacara adat yang dilakukan terhadap orang-orang yang akan dan telah mati, seperti: manulangi (menyulangi orang yang akan mati), hamatean (kematian), mangongkal holi (menggali tulang belulang), dan pesta pendirian tugu serta pesta tahunan di tugu-tugu marga. Keyakinan ini merupakan dasar utama bagi diselenggarakannya upacara adat.

Upacara-upacara di atas pada hakekatnya merupakan upacara agama hasipelebeguon yang masih tetap dilakukan oleh kebanyakan orang-orang Kristen Batak sekarang. Sebagian dari mereka melakukannnya mungkin saja mengerti akan makna dari upcara tersebut. Namun sebagian besar mungkin tidak memiliki pengertian akan latar belakang dan tujuna upacara adat. Mereka dalah korban dari
arus massa dan kelicikan Iblis berikut roh-roh jahatnya.
Agama leluhur mengajarkan bahwa manusia memiliki tubuh dan roh (tondi). Kehidupan seserang sangat ditentukan oleh kondisi rohnya. Selama sang roh berdiam dalam tubuh, maka orang tersebut akan hidup. Apabila roh berada dalam keadaan lemah, maka orang itu akan menjadi sakit, demikian juga bila roh itu pergi meninggalkan tubuhnya dalam waktu terbatas. Kematian akan terjadi apabila roh orang itu meninggalkan tubuhnya untuk selama-lamanya. Karena itu, orang Batak sangat mementingkan urusan pemeliharaan kondisi rohnya.
Kondisi roh yang nyaman dan hangat merupakan syarat penting untuk menjalani kehidupan yang berbahagia. Salam “horas” memilik pengharapan agar roh seseorang tetap diteguhkan, nyaman dan kuat. “Pir tondi madingin, horas tondi matogu” merupakan kondisi tondi yang diharapkan oleh orang Batak. Pemberian “beras sipir ni tondi” merupakan salah satu upaya untuk menjaga kondisi tondi yang baik.
Kematian bukanlah akhir dari segalanya. Kematian merupakan titik perpindahan kehidupan seseorang dari kehidupan di alam fisik (dunia), menuju pada kehidupan di alam kematian atau di alam roh. Kematian merupakan pintu gerbang untuk memasuki kehidupan di alam roh. Seluruh roh, arwah (begu) dari orang yang telah mati berada di alam roh. Dalam alam itu mereka hidup dengan membentuk suatu komunitas masyarakat roh, yang juga tersusun dalam struktur kekerabatan yang bersifat patrilinial berdasarkan marga dan prinsip Dalihan Natolu. Karena itu apabila seseorang meninggal sering diaktakan: “na dialap ompung na do I” (dia dijemput oleh roh leluhur atau roh kakeknya).
Persekutuan masyarakat Batak disusun berdasarkan asas Dalihan Natolu. Persekutuan ini menjalin ikatan antara seluruh anggota keluarga yang masih hidup, baik dari pihak hulahula, boru maupun dongan sabutuha. Selain itu, persekutuan orang Batak juga mencakup ikatan antara seluruh kerabatnya yang masih hidup di dunia, dengan seluruh roh-roh dari anggota keluarganya yang telah mati. Upacara adat yang berhubungan dengan kematian pada hakekatnya merupakan peneguhan ikatan antara seluruh orang Batak yang hidup, dengan seluruh roh-roh keluarga atau leluhurnya yang telah mati.
Penelitian antropologi mendeskripsikan bahwa perkampungan orang Batak bukan hanya merupakan wilayah tempat tinggal dari manusia yang hidup saja. Perkampungan Batak juga merupakan wilayah pemukiman daripada seluruh arwah dari anggota keluarga dan leluhur yang telah mati. Perkampungan orang yang hidup dapat dilihat, tetapi perkampungan para roh atau arwah orang mati hanya dapat dilihat secara gaib oleh mata rohani (parmata begu).
Kesadaran akan kehadiran roh-roh leluhur atau roh-roh keluarga itu terlihat dalam tingkah laku orang Batak terhadap roh-roh orang mati. Pada masa hasipelebeguon, kehadiran roh-roh ini terwujud dengan adanya guci-guci besar yang dipahat dari batu. Dalam guci ini disimpan tulang-belulang (saring-saring) dari para leluhur kelaurganya. Jumlah saring-saring yang ada di dalam guci ini bisa hanya terdiri dari beberapa kerangka manusia, tetapi ada juga yang mencapai puluhan kerangka manusia. Di samping itu, ada juga tulang belulang yang disimpan dalam kuburan yang dipahat dari batu, seperti kuburan Raja Sidabutar yang ada di Tomok.
Dengan hilangnya kemampuan orang Batak dalam seni memahat batu, keberadaan guci batu digantikan dengan tugu dan makam-makam megah keluarga. Tugu dan makam itu dibangu dengan menggunakan semen, batu bata dan keramik, yang ditata dengan megah. Pada setiap kuburan dibuat beberapa lubang-lubang sebagai tempat diletakkannya tulang belaulang anggota keluarga yang telah digali (na ni ongkal). Bahkan ada juga lubang-lubang yang disediakan bagi anggota keluarga yang masih hidup. Kuburan-kuburan ini dibangun dengan berbagai model sesuai dengan keinginan dan selera mereka.
Kuburan-kuburan megah itu biasanya dibangun menghadap ke jalan raya perkampungan, menghadap ke Danau Toba, di tempat-tempat yang agak tinggi atau di lereng bukit. Kehadiran roh itu disimbolkan dengan membuat patung-patung leluhur di atas tugu atau makam, dengan tujuan agar roh leluhur dapat memandang daerah sekitarnya (manatap humaliang) dengan bebas, dan dapat melihat jikalau ada keturunannya yang datang dari jauh.

Keyakinan akan adanya hubungan dengan roh orang mati pada masa kini juga dilihat dengan masih adanya orang-orang Kristen Batak yang memberikan makanan persembahan (mamele) di rumahnya. Makanan itu biasanya diletakkan di atas lemari, dan diberikan kepada roh dari anggota keluarganya yang telah mati; bisa roh orang tua, kakek, nenek ataupun anggota keluarga lainnya. Makanan itu bisa berupa pisang, itak, sangsang, tuak, sirih dan lain-lain, sesuai dengan kesukaan dari roh itu semasa hidupnya.
Ikatan dengan roh orang yang telah mati ini dapat kita lihat juga dalam kebiasaan orang Kristen Batak berziarah ke kuburan orang tua, kakek atau kelaurganya yang telah meninggal. Keharusan berziarah ini datangnya bukan dari suatu aturan Alkitab. Keharusan berziarah ini datang dari dalam keyakinan diri sendiri, yang masih belum dibereskan dari nilai-nilai hidup hasipelebeguon. Ada perasaan bersalah dan ketakutan yang besar jikalau hal itu tidak dilakukan, khususnya terhadap oRang yang telah mati itu.
Keyakinan ini dicampur lagi dengan perintah hukum Taurat berkenaan dengan menghormati orang tua yang ditafsirkan sebagai bentuk penghormatan yang dituntut oleh Tuhan. Padahal perintah Hukum Taurat itu hanya ditujukan untuk menghormati orang tua selagi mereka masih hidup di dunia ini.
Kebiasaan ini paling banyak dilakukan kala menjelang hari Paskah dan berpuncak pada hari peringatan Kebangkitan Yesus, banyak orang Kristen yang melakukan kebaktian di lokasi perkuburan. Bahkan banyak pendeta yang mengizinkan dan memimpin sendiri acara kebaktian di kuburan. Pada kuburan itu sering diletakkan persembahan kepada roh-roh orang mati yang ada disitu, seperti: rokok, makanan, minuman kesukaan dari roang yang dikuburkan disitu.
Hubungan dengan roh orang yang telah mati pada masa kini juga dapat dilihat dengan adanya suatu acara yang dikenal dengan mencuci muka di kuburan (marsuap). Dengan marsuap, segala kesialan yang menimpa kehidupan seseorang akan dibersihkan dari dalam dirinya. Pembawa sial itu akan tertinggal di kuburan dan kemudian sahala dari roh keluarga itu akan memberkati (mamasu-masu) kehidupannya. Dengan harapan pada masa mendatang mereka dapat mencapai segala cita-citanya.
Dalam kepercayaan Batak, manusia yang hidup di dunia masih dapat berhubungan dengan roh-roh dari anggota keluarganya yang telah mati. Demikian juga sebaliknya, roh orang mati masih dapat berhubungan dengan anggota keluarga atau keturunannya yang hidup di dunia. Hubungan itu dijalan di dalam berbagai acara ritual kematian, yang sekarang disebut dengan nama upacara adat.
Hubungan dengan orang mati menjadi penting lagi dikarenakan adanya konsepsi hasipelebeguon tentang kemampuan gaib yang dimiliki dalam roh manusia yang dikenal dengan sebutan sahala. Sahala adalah unsur roh (tondi), daya khusus, daya hidup dari tondi yang dapat memberikan berbagai berkat kepada manusia, seperti keberanian (sahala habaranion), kekayaan (sahala hamoraon), kekuasaan (sahala harajaon), pengobatan (sahala hadatuon), dan berbagai kemampuan lain kepada orang yang memilikinya. Seseorang yang memiliki sahala akan menerima penghormatan dan kemuliaan dari orang lain, terlebih jikalau kekuatan sahalanya sangat besar seperti yang terdapat pada Sisingamangaraja, dan para datu.
Sahala yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi kehidupan orang-orang lain yang ada disekitarnya, sehingga mereka mendapat berkat (tua) dari sahala tersebut. Sahala ini dapat memberikan pengaruh yang baik pada orang lain, baik pada waktu orang itu masih hidup, maupun pada saat dia mati. Pengaruh baik dari sahala ini sangat didambakan oleh orang Batak, dan upacara adat merupakan sarana untuk memperoleh berkat dari sahala orang yang dimaksud, baik itu dari orang yang masih hidup maupun dari roh orang yang telah mati.
Perolehan berkat dari sahala sangat menentukan keberhasilan seseorang di dalam mencapai cita-citanya. Kekayaan diperoleh atas berkat dari seseorang yang memiliki sahala hamoraon. Kekuasaan akan dimiliki atas berkat dari orang yang memiliki sahala harajaon. Demikian juga dengan berbagai berkat lainnya.
B. Keberadaan dan Status Orang Mati
Para missionaris yang memberitakan Injil di tanah Batak mendapatkan eksan yang mendalam akan ketakutan orang Batak terhadap keberadaan berbagai roh-roh, yang dapat mengancam kesejahteraan kehidupannya. Di antara roh-roh itu ada yang berasal dari setan-setan yang memiliki sifat jahat (roh jahat), ataupun berasal dari roh manudia atau keluarganya yang telah mati. Roh orang yang mati kecelakaan (mati sehari), mati bunuh diri sangat ditakuti oleh orang Batak. Namun pada sisi lain, ada juga jenis roh orang mati yang dapat memberikan manfaat baik dalam kehidupan manusia.
Contohnya di desa Paropo, di Silalahi Nabolak, ada sebuah mata air yang memiliki tujuh buah pancuran (pansur napitu). Disini berdiam tujuh roh yang disebut boru Situngkir, yang berasal dari tujuh boru Situngkir yang bunuh diri. Bunuh diri massal dilakukan sebagai wujud solidaritas kepada salah seorang dari mereka yang dipaksa untuk menikah dengan orang yang tidak disukainya. Ketujuh roh ini sering memberikan bantuan kepada penduduk disekitar itu. Pansur napitu ini merupakan tempat yang dianggap keramat oleh penduduk setampat, dan mereka memilik aneka macam cerita tentang pengalaman orang yang pernah pergi kesana, yang berhubungan dengan roh itu.
Kematian merupakan perpindahan hidup dari dunia fisik ke dalam dunia kematian. Pada masa peralihan ini, maka roh orang mati (begu na mate) itu harus dijaga keselamatannya dari segala gangguan roh-roh jahat. Tarian tortor yang dilakukan di sekeliling mayat (manortori bangke) bertujuan agar sahala Mulajadi Nabolon memberikan perlindungan, sehingga roh itu dapat memasuki dunia orang
mati dengan selamat.
Karena itu penguburan mayat secara adat Batak merupakan syarat utama bagi keselamatan roh orang mati di dalam perjalanan memasuki masyarakat roh.
Sebelum orang mati, upacara adat oleh keturunannya dinamai “manulangi” (memberi makan, menyulangi). Upacara ini bertujuan untuk mempersiapkan seorang yang sudah tua, dan diperkirakan tidak lama lagi akan mati untuk menghadapi kematian. Wajar saja, jikalau orang Batak sangat ketakutan jikalau anggota keluarga apalagi orangtuanya yang mati tidak dikuburkan secara adat atau agama Batak.
Kebahagian orang mati didapat jika rohnya dapat memasuki persekutuan dengan roh-roh leluhurnya dengan selamat. Kebahagiaan itu dinikmati terutama oleh seseorang yang mati dalam kondisi sarimatua (telah memiliki cucu laki-laki dan perempuan). Sebaliknya, orang yang mati denga tidak mempunyai anak atau mandul (na mate punu) tidak dapat memasuki persekutuan dengan roh leluhurnya.
Dia akan ditolak karena dianggap sebagai pembawa sial karenanya tidak ada keturunan yang akan menyelenggarakan upacara adat baginya. Akibatnya roh itu akan hidup terkucil, kesepian dan menjadi roh gentayangan.
Vergouwen menjelaskan bahwa pada masa dahulu di daerah Toba, keluarga terdekat dari orang mati yang tidak berketurunan akan membuatkan sebuah rumah-rumah kecil (joro) dikuburannya sebagai tempat tinggal dari roh (begu) itu, sehingga ia tidak perlu lagi gentayangan kesana kemari. Pembuatan joro ini merupakan penghormatan terakhir yang diberikan oleh keluarga terdekat kepada roh itu.
Kebahagiaan roh itu juga akan ditentukan dengan penghormatan yang akan diterimanya di dunia orang mati. Penghormatan ini sangat ditentukan oleh pelaksanaan penguburan secara upcara adat (agama leluhur) yang dilakukan oleh keturunannya yang hidup di dunia. Kalau acara penguburannya dilakukan dengan upacara adat yang lengkap, maka di dunia kematian ia akan diterima dengan kedudukan yang mulia (sangap). Kalau tidak, maka roh itu tidak akan menerima tempat yang mulia di tengah-tengah roh-roh orang mati. Kemuliaan upacara kematian ini ditentukan oleh banyaknya orang yang hadir, hewan yang disembelih, semaraknya tortor dan gondang, dan lamanya upacara diselenggarakan.
Jadi kemuliaan dan kemegahan upacara kematian akan dinikmati kedua belah pihak. Pertama oleh orang mati ditengah-tengah dunia orang mati. Kedua dinikmati oleh keluarganya yang menyelenggarakan upacara itu ditengah-tengah masyarakat yang hidup. Kemuliaan yang diterima oleh roh (begu) itu diberikan karena melalui upacara itu dia diakui memiliki kekuatan sahala yang besar. Kekuatan sahalanya itulah yang memungkinkan para keturunannya untuk dapat menyelenggarakan upacara adat yang megah dan besar.
Dengan demikian kita mengerti bahwa pelaksanaan upacara adat yang berhubungan dengan kematian merupakan bentuk penghormatan yang diberikan oleh manusia kepada roh orang tua atau leluhurnya yang telah mati. Karena itu
banyak orang Batak yang menafsirkan bahwa Hukum Taurat kelima diartikan merupakan perintah Tuhan untuk memberikan penghormatan kepada roh orang tua yang telah mati yang harus dilaksanakan melalui sarana upacara agama Batak.Padahal, perintah itu hanya dimaksudkan untuk menghormati orang tua semasa mereka masih hidup di dunia saja. Inilah salah satu bentuk sinkretisasi (pencampuran) antara hukum Tuhan dengan ajaran Hasiplebeguon.
Dalam agama Batak, status kehormatan yang dimiliki oleh suatu roh tidaklah bersifat statis. Status dan kehormatan dapat ditingkatkan lagi lebih keatas. Peningkatan kemuliaan akan didapatkan oleh roh itu apabila dia memiliki status “sumangot”. Status sumangot akan dimilikinya apabila para keturunannya telah membuatkan sebuah makam permanen yang dipahat dari batu atau dibuat dari semen yang kemudian dihiasi dengan keramik dengan segala tambahannya. Pada tempat yang baru itu kemudian dimasukkan tulang belulang (saring-saring) dari roang mati tadi.
Tulang-belulang itu digali dari kuburannya di dalam tanah melalui upacara yang dinamakan “mangongkal holi” (menggali tulang belulang). Pada masa dulu, bagi raja-raja yang hidupnya sangat terhormat (na sangap), upacara untuk memasukkan tulang-belulangnya ke makan batu dinamakan “horja turun”. Acara ini ditandai dengan pelaksanaan pesta yang besar. Mayatnya dimasukkan pada suatu peti yang terbuka dan dibiarkan membusuk dalam beberapa waktu hingga tinggal tulang belulangnya
saja. SEtelah itu baru dipindahkan ke makam yang permanen.
Penaikkan tulang-belulang dari dalam tanah kepada tempat yang tersedia di makam batu itu merupakan lambang pemberian penghormatan yang lebih tinggi kepada roh orang tua. Kemegahan sebuah kuburan merupakan lambang kemuliaan yang diterima oleh roh orang tua di dunia orang mati. Bagi keturunannya, kemegahan makam itu merupakna simbol gengsi sosial di tengah-tengah masyarakat Batak lainnya. Karena itu masing-masing keluarga berlomba-lomba untuk membuat kuburan yang megah, tidak mau kalah denga keluarga lainnya. Perlombaan ini dimungkinkan lagi oleh sifat sombong (hatealon) yang masih menguasai banyak roang Atak.
Kuburan-kuburan megah itu bukan hanya tempat menyimpan kerangka tulang luluhur. Kuburan megah itu juga merupakan simbol kehadiran sumangot itu di dalam kehidupan keturunannya. Kuburan itu merupakan tanda ikatan persekutuan antara roh orangtua dengan keturunannya. Kuburan tersebut merupakan pusat kekuatan dari roh orang mati di dalam menjamin berkat dan keberhasilan kepada para keturunannya.
Status tertinggi yang bisa didapat oleh suatu roh adalah status “sombaon” (sembahan). Status ini menempatkan kedudukan roh orang mati setingkat dibawah dewa (Debata). Dalam kedudukan seperti ini maka roh tadi akan menjadi pusat pemujaan dari keturunannya. Dalam doa (tonggo-tonggo) dia akan dipanggil setelah Debata, dan kepadanya dimhonkan berkat bagi keberhasilan dan kesehatan seluruh keturunannya. Peningkatan kepada status ini hanya diberikan apabila keturunannya telah berkembang menjadi suatu marga atau cabang marga. Dengan kekayaan yang telah dimiliki mereka telah sanggup untuk melalukan suatu upacara yang sangat besar, dan dilaksanakan dalam waktu yang cukup panjang. Peningkatan status ini dilaksanakan dalam suatu upacara yang dinamakan "“santi rea”.
Upacara ini telah dilarang oleh pemerintah Hindia Belanda. Pelarangan ini tidak berarti bahwa secara otomatis segala keyakinan yang mendasari upacara itu turut hilang. Keyakinan itu tetap hidup dalam hati banyak orang Batak dan pada tahun-tahun belakangan muncul dalam bentuk baru. Bentuk baru pemujaan roh bapa leluhur ini muncul dalam maraknya pendirian tugu-tugu marga di daerah Tapanuli Utara.
C. Jalan Berkat dari Roh Orang Mati
Pembangunan makam yang megah beserta upacara adatnya merupakan bentuk penghormatan yang diberikan oleh manusia kepada roh orang mati. Pada sisi lain pembangunan makam yang megah itu merupakan lambang dari berkat yang telah diberikan oleh sahala roh orang mati tadi kepada keturunannya yang masih hidup. Kehormatan yang diterima melalui upacara adat yang dilakukan keturunannya di dunia, akan menambah kekuatan sahala roh itu, untuk dapat lebih memberkati lagi keturunannya. Semakin tinggi status yang dimiliki oleh roh itu, maka kekuatan sahalanyapun akan semakin besar. Karena melalui upacara adat yang dilakukan, maka Mulajadi Nabolon akan menambahkan “daya hidup” kepada sahala roh orang mati itu.
Dalam upacara manulangi, pembarian makanan oleh keturunan merupakan pengalihan daya hidup kepada tondi orang tua sehingga dia memiliki kekuatan dalam menjalani perjalanan menuju alam kematian. Kekuatan itu akan semakin bertambah melalui pasu-pasu yang diberikan oleh hulahula dalam upacara kematian, sehingga roh orang itu dapat memasuki dunia orang mati dengan selamat dan mendapatkan kehormatan dan kemuliaan disana. Kekuatan baru yang didapat oleh sahala roh tadi akan memungkinkan dia untuk memberika berkat yang lebih besat kepada keturunannya di dunia di hari-hari mendatang.
Jadi penghormatan kepada roh orang mati melalui upacara adat, merupakan jalan bagi keturunannya untuk mendapatkan berkat dari sahala orang tua yang telah mati. Dalam upacara kematian, keinginan untuk mendapatkan berkat dari roh orang mati itu dilakukan dengan melakukan suatu geaekan yang dinamakan mangondasi, yaitu seluruh keturunan mengelilingi orang mati itu sambil melakukan tarian (tortor). Dalam tarian itu mereka melakukan suatu gerakan dengan merentangkan tangan terbuka seperti orang yang sedang meminta ke arah mayat yang terbaring itu. Setelah itu maka tangan itu kemudian ditarik kearah jantung si penari dengan cara melakukannya berulang kali.
Gerakan mangondasi merupakan suatu cara untuk mendapatkan berkat dari sahala orang mati. Gerakan itu merupakan lambang dari pengalihan daya hidup dari sahala yang mati itu kepada si penari. Gerakan mangondasi masih sering dilakukan oleh orang Batak Kristen. Gerakan itu dilakukan anggota keluarga yang ditinggal mati sambil menyanyikan lagu-lagu gereja.
Sebaliknya perlakukan yang tidak baik kepada roh orang mati akan membuatnya marah (sumangot na tarrimas), sehingga dia akan mendatangkan penyakit, kesialan, kegagalan, kesusahan, malapetaka bahkan kematian bagi keturunannya. Kalau roh orang mati diabaikan oleh keturunannya, roh itu biasanya akan menyampaikan peringatan kepada keturunannya untuk memperhatikan keberadaan roh itu.
Peringatan sering diberikan dalam bentuk mimpi yang dialami oleh salah seorang anak atau oleh keturunannya yang lain, dalam mimpi itu roh tadi menyampaikan keprihatinannya akan sikap mereka yang kurang memperhatikan keberadaannya, baik itu karena mereka tidak membuatkan kuburan yang permanen atau karena berbagai sebab lainnya. Dalam mimpi, sering diberikan juga petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh mereka. Pembangunan tugu beberapa marga juga ada yang didorong oleh mimpi yang dialami oleh orang-orang tertentu.
Peringatan roh orang mati bisa juga diberikan berdasarkan petunjuk seorang datu. Ketika satu keluarga meminta pertolongan datu untuk menyelesaikan suatu persoalan mereka, maka datu memberikan analisa tentang penyebab situasi yang dialami oleh si pasien. Kalau kondisi itu disebabkan oleh oleh roh orang tua, kakek yang marah. Maka biasanya datu memberikan petunjuk tentang upacara-upacara yang harus mereka lakukan.
Jadi dalam upacara yang berhubungan dengan orang mati, terjalin suatu hubungan yang saling menguntungkan antara manusia yang hidup dengan roh orang mati. Roh orang mati membutuhkan penghormatan dan kemuliaan, manusia yang hidup membutuhkan berkat dari roh orang mati. Inilah tatanan rohani yang telah ditetapkan oleh roh sembahan leluhur Batak.
Dalam tatanan ini kita dapat melihat bahwa upacara adat yang berhubungan dengan kematian, pada hakikatnya merupakan sarana untuk menjalin suatu persekutuan antara manusia yang hidup dengan manusia yang mati, persekutuan antara roh orang tua dengan anak-anak atau keturunannya yang ada di dunia. Jadi persekutuan adat Batak merupakan sarana dimana para debata, roh-roh orang tua, roh-roh bapa leluhur (begu, sumangot, sombaon), menjalin persekutuan dengan manusia yang hidup di dunia.
Lebih tegas lagi, upacara adat Batak yang berhubungan dengan orang mati adalah persekutuan manusia yang hidup dengan Iblis dan para roh jahat. Iblis membutuhkan penghormatan dari manusia, dan manusia membutuhkan berkat dari Iblis. Iblis memberikan berkatnya kepada manusia dengan tujuan agar manusia menyembah dan memulikan dirinya, walaupun dilakukan dengan cara menipu
manusia itu dengan mengaku sebagai roh orang tuanya yang telah mati. Manusia memberikan penghormatan kepada roh orang tua dengan tujuan mendapatkan berkat darinya, walaupun manusia tidak tahu bahwa roh itu sebenarnya adalah malaikat iblis.
D. Motivasi Pembangunan Tugu
Dalam konteks masyarakat Kristen sekarang, maka tidak mungkin bagi orang Batak untuk kembali melakukan pemujaan roh-roh bapa leluhur dengan cara seperti dahulu. Cara itu pasti akan sangat ditentang oleh gereja. Pembangunan tugu-tugu marga merupakan cara baru yang dilakukan oleh orang Batak di dalam mengekspresikan keyakinan hasipelebeguon yang belum dikikis oleh gereja dari hati orang Batak. Hal ini menunjukkan bahwa roh-roh leluhur (malaikat iblis) tetap berupaya agar orang-orang Batak Kristen tetap melakukan penghormatan dan pemujaan kepadanya. Iblis memberikan gagasan baru di hati orang-orang yang berpengaruh untuk membaut bentuk pemujaan baru kepadanya.
Benarkah pembangunan tugu tidak melanggar Firman Tuhan? Persoalannya terletak pada bentuk dan sumber keyakinan dasar yang tertanam di dalam hati orang yang melaksanakannya dan tujuan yang hendak dicapai dalam aktivitas itu. Akar persoalannya akan lebih mudah lagi dibongkar dengan mengajukan suatu pertanyaan, bagaimana kalau tugu itu tidak dibangun? Apakah reaksi dari orang-orang itu, dan menurut mereka apakah akibatnya terhadap mereka apabila tugu itu tidak dibangun?
Contohnya kasus Daud yang melakukan sensus terhadap rakyatnya. Pelaksanaan sensus itu biasa dilakukan oleh pada penguasa dahulu, maupun pada zaman sekarang. Negara kita pun juga melaksanakannya. Sensus penduduk yang dilakukan oleh Daud menjadi suatu kejahatan dihadapan Tuhan, karena sumber gagasan itu berasal dari Iblis. Iblis memiliki tujuan tertentu di dalam menaruh suatu gagasan di hati dan pikiran manusia. Dalam kasus Daud, gagasan dari Iblis akhirnya menimbulkan suatu kesombongan di hati Daud sehingga ia dan bangsa Israel dihukum dengan keras oleh Tuhan. Alkitab mencatatnya dalam 1 Tawarikh 21:
“Iblis bangkit melawan orang Israel dan ia membujuk Daud untuk menghitung orang Israel (1) Tetapi hal itu jahat di mata Tuhan, sebab itu dihajar-Nya orang Israel” (7)….Jadi TUHAN mendatangkan penyakit sampar kepada orang Israel, maka tewaslah dari orang Israel tujuh puluh ribu orang” (14).
D.1. Pemujaan Roh Bapa Leluhur
Tahun 1950-an merupakan awal migrasi besar-besaran yang dilakukan oleh orang Batak keluar dari Tapanuli Utara (bona pasogit). Migrasi orang Batak banyak diarahkan ke daerah-daerah di Sumatera Timur dan pulau Jawa. Migrasi ini kemudian bergerak terus ke daerah-daerah lain di seluruh Indonesia sehingga orang Batak dapat dijumpai di berbagai tempat di seluruh Indonesia.
Semangat untuk mencapai kekayaan, keberhasilan dan kemuliaan telah menjadi suatu penggerak besar bagi mereka untuk mencapai kemajuan hidup di segala bidang. Semangat ini juga membentuk kegigihan bagi orang Batak untuk memperjuangkan segala yang dicita-citakannya. Dalam bidang pertanian, keberadaan sawah-sawah yang sangat luas di daerah sepanjang pantai timur Sumatera Utara merupakan bukti kegigihan orang Batak di dalam bertani. Dalam beberapa tahun kemudian orang Batak mulai menikmati keberhasilan dari usaha jerih payahnya. Keberhasilan itu diraih dalam berbadai bidang lapangan pekerjaan,baik itu di pemerintahan, perdagangan, pendidikan, kemiliteran, eprtanian dan lain-lain.
Sebagai masyarakat yang religius, keberhasilan ini menimbulkan dorongan untuk memberikan upacara ucapan terima kasih sesuai denga keyakinan agamanya. Sayangnya, keyakian agama leluhur Batak yang masih mengental kuat dan belum dikikis dari dalam hati oleh pelayanan gereja, telah membuat orang Batak kembali kepada keyakinan religius leluhur yang disesuaikan dengan kondisi Kekristenan. Ucapan syukur tidak diberikan kepada Bapa Sorgawi di dalam Yesus Kristus.
Keberhasilan itu membuat orang Batak kembali melakukan pemujaan kepada roh-roh leluhur atas segala berkat yang telah diberikan kepada keturunannya. Pemujaan adalah bentuk penghormatan tertinggi yang diberikan kepada roh orang mati. Pemujaan kepada roh leluhur dilakukan dengan membangun tugu marga bapa leluhur itu. Mereka menganggap pembangunan tugu merupakan cara yang paling aman di dalam merealisasikan keyakinan religius lamanya ditengah-tengah masyarakat Kristen. Pemujaan dianggap bukan merupakan penyembahan kepada roh leluhur. Padalah pemujaan dan penyembahan merupakan suatu tindakan yang sama-sama berhubungan dengan roh orang mati. Semuanya ditentang oleh Firman TUHAN.
Pembangunan tugu marga dilakukan oleh seluruh keturunan marga induk dimana saja mereka berada. Contohnya: marga Silalahi. Marga ini memiliki delapan cabang induk marga, yaitu Sihaloho, Situngkir, Sondiraja, Sidabariba, Sidebang, Sinabutar, Pintu Batu dan Tambunan. Bapa leluhur dari seluruh cabang marga ini adalah Raja Silahi Sabungan. Tugu yang dibangun bernama tugu Silahi Sabungan atau tugu Silalahi, dan dibangun di desa Silalahi, daerah Silalahi Nabolak.
Tugu pemujaan leluhur dibangun tinggi menjulang dengan berbagai macam model sesuai dengan keinginan hati masing-masing marga. Pembangunan ini dilakukan dengan mengumpulkan dana (tumpak) dari seluruh keturunan marga, melalui “punguan marga” yang ada di berbagai kota-kota maupun yang ada di desa-desa, baik mereka yang ada di bona pasogit, maupun bagi mereka yang ada di perantauan (parserahan).
Dalam tugu itu mereka mempersiapkan tempat bagi tulang belulang (saringsaring) bapa leluhur marganya. Sebelum tulang belulang bapa leluhur dipindahkan, maka mereka biasanya mempergunakan jasa-jasa datu untuk menemukan letak kuburannya yang sebenarnya, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam acara mangongkal holi, karena kesalahan itu bisa menimbulkan amarah dari “sumangot” bapa leluhur marga itu.
Kemegahan dan besarnya biasa dari pesta tugu merupakan tanda dari banyaknya pasu-pasu atau berkat yang diterima oleh keturunan suatu marga dari roh bapa leluhurnya. Seluruh berkat itu melambangkan kehebatan dan kebesaran dari sahala roh tersebut, sehingga sudahlah pantas bisa kepada roh tersebut diberikan tempat terhormat baginya, sebagai ungkapan terima kasih dari seluruh keturunannya (pinomparna).
Peletakan saring-saring leluhur berarti memberikan tempat yang sangat terhormat kepada roh leluhur itu dihadapan berbagai roh-roh orang mati lainnya, maupun dihadapan persekutuan masyarakat Batak di dunia. Inilah bentuk kemuliaan (hasangapon) yang diberikan oleh keturunan suatu marga kepada leluhurnya.
Seluruh tumpak (sumbangan) yang diberikan oleh segenap keturunan marga itu merupakan pengalihan sebagian dari daya hidup yang mereka miliki kepada roh bapa leluhurnya. Pemberian tudu-tudu sipanganon, baik itu berupa kerbau atau babi yang disembelih kepada pihak hula-hula marga, merupakan tanda persembahan dan penaklukan seluruh keturunan itu kepada Debata, yang merupakan asal roh dari bapa leluhur mereka. Dengan persembahan itu, dimohonkan berkat yang jauh lebih besar lagi dari Debata dan sahala leluhur itu kepada seluruh keturunan marga tersebut.
Pada peresmian tugu, dipanjatkan beberapa tonggo kepada Debata Mulajadi Nabolon, agar mendatangkan roh leluhur itu ke tugunya, contohnya:
“Ditonggo asa diparo Mulajadi Nabolon, tondi ni ompu tu tuguna”
binahen saring-saring ni amanta on
tu tambak na guminjang
tu ginjang ma parhorasan
ba, tu ginjang ma panggabean
patumpahon ni ompunta martua debata
dohot tumpahon ni tondi ni
angka raja di loloan

artinya:
Dengan ditaruhnya tulang belulang bapak ini,
ke kuburan atau tugu yang tinggi
kiranya meningkatlah kemakmuran, keberhasilan dan kesejahteraan,
yang dikerjakan oleh Debata yang berbahagia,
dan disokong oleh roh-roh para raja yang hadir disini.
Pembangunan tugu yang menjulang tinggi mencerminkan keinginan dari seluruh keturunan marga itu, agar semakin tinggi berkat yang diberikan oleh Debata kepada mereka. Ketinggian tugu mencerminkan tingginya harapan orang Batak akan berkat yang hendak dilimpahkan oleh roh bapa leluhurnya. Ketinggian tugu berarti juga besarnya harapan orang Batak agar generasi penerusnya (pomparan) memiliki “kehebatan” yang jauh lebih besar dari mereka. Inilah falsafah hidup orang Batak.
Falsafah hidup yang menginginkan keadaan generasi penerusnya jauh lebih hebat dari generasi sebelumnya dapat kita lihat dalam struktur rumah adat Batak.
Bagian ujung belakang atap rumah adat Batak yang asli dibuat lebih tinggi daripada bagian ujung atap bagian depan. Ketinggian ujung atap rumah bagian belakang inilah yang mencerminkan pengharapan orang Batak, agar generasi di belakang (pomparan na di pudi) mencapai kehidupan yang jauh lebih tinggi dari yang telah dicapai leluhurnya. Atap rumah adat Batak yang dijumpai sekarang umumnya memiliki ketinggian yang sama antara depan dan belakang.
Dipandang dari sisi cita-cita hidup orang Batak, maka ketinggian tugu juga berarti ketinggian atau kehebatan hidup yang sudah dicapai oleh pomparan bapa leluhur marga itu di dunia. Jadi pembangunan tugu merupakan simbol baru dari pemujaan kepada roh leluhur yang dilakukan oleh orang Batak sekarang. Kemegahan tugu merupakan pameran akan “kehebatan” dari pompana marga yang dicapai atas berkat leluhur di hadapan marga-marga lainnya. Karena sifat keangkuhan, dengki, iri (hatealon, hahosomon) orang Batak, maka marga-marga lainpun terpancing untuk memamerkan kehebatan marga mereka.
Pengharapan untuk mendapatkan lebih banyak berkat dari leluhur inilah yang
menyebabkan masih banyak dijumpai orang-orang yang meletakkan sirih ataupun makanan di bagian tertentu dari tugu itu. Peletakan itu diiringi dengan permohonan doa yang disampaikannya kepda roh leluhurnya. Banyak juga yang datang khusus untuk berdoa meminta berkat di depan tugu leluhur. Dalam observasi di perayaan pesta tahunan di tugu Silalahi, penulis melihat banyak dari keturunan marga Silalahi yang berada di perantauan pulang dengan membawa air tao Silalahi (danau Toba), yang persis berada di depan tugu itu. Mereka sangat meyakini, jikalau meminum air itu mereka akan memperoleh berkat dari roh leluhurnya. Bahkan, ada juga di antara mereka yang melakukan itu memiliki pendidikan yang relatif tinggi.
D.2. Pameran Gengsi Sosial
Hamoraon, hasangapon, dan hagabeon (kekayaan, kemuliaan dan keberhasilan) merupakan hal-hal yang sangat diidam-idamkan orang Batak. Ketaatan melaksanakan berbagai upcara adat merupakan cara yang harus ditempuh untuk menjamint tercapainya tujuan dimaksud. Dengan melakukan pemujaan kepada roh dari para leluhurnya, maka roh-roh tersebut akan memberkati segala yang dikerjakannya.
Kemegahan tugu dan besarnya biaya pesta tugu merupakan sarana marga itu untuk menunjukkan kehebatan mereka dihadapan marga lainnya. Orang Batak sangat bersemangat untuk menunjukkan kehebatan masing-masing marga mereka. Kemegahan tugu merupkan sarana untuk menunjukkan ketinggian gengsi sosial (social prestige) terhadap marga-marga lainnya. Cara tersebut ditempuh sebagai salah satu jalan untuk memperoleh pengakuan dari marga lain akan kehebatan atau kemuliaan marganya.
Mereka sangat ingin menunjukkan bahwa dari keturunan marganya telah banyak yang memiliki pendidikan sangat tinggi, kekayaan yang banyak, jabatan tinggi, dan berbagai kehebatan lainnya. Bagi orang yang berada di perantauan, keikutsertaan mereka ke dalam acara pesta tugu itu, juga merupakan kesempatan untuk memamerkan kehebatan dan keberhasilan mereka di perantauan, kepada kerabat marga mereka yang berada di bona pasogit.
Semangat melakukan “pameran gengsi sosial” ini telah menimbulkan perlombaan di tengah-tengah orang Batak untuk melaksanakan pesta pembautan tugu marganya dengan sehebat mungkin. Mereka ingin menunjukkan bahwa
marganya tidak kalah dengan marga-marga lainnya, bahkan kalau bisa menunjukkan bahwa marga mereka jauh lebih hebat dari marga lainnya. Bona pasogit dijadikan arena pameran kehebatan suatu marga kepada marga lainnya. Semangat ini dipacu oleh penyakit buruk orang Batak yang lazim dikenal dengan akronim HOTEL (hosom, teal, elat dan late) atau istilah yang baru AIDS (angkuh, iri, dengki dan sombong). Keberhasilan orang Batak sangat jarang dipakai untuk membangun bona pasogit, tetapi justru untuk menambang dosa di bona pasogit.
D.3. Penguatan Ikatan Persekutuan
Pesta tugu juga merupakan sarana untuk meneguhkan kembali ikatan rohani atau persekutuan antara seluruh keturunan marga, menguatkankan rasa solidaritas marga. Perjumpaan antara sesama marga di bona pasogit diharapkan akan mempererat ikatan yang sudah mulai longgar. Pesta itu merupakan tempat bagi orang yang sudah hidup berjauhan selama ini untuk saling mengenal antara satu keturunan dengan keturunan lainnya. Ikatan dan rasa solidaritas marga pada orang Batak terkenal sangat kuat dan kekuatan ikatan itu sangat terlihat di dalam pertemuan teman semarga di daerah perantauan.
Sejak tahun lima puluhan terjadi arus migrasi yang cukup besar dari orang Batak, yang keluar dari bona pasogit. Perserakan (parserahan) dari orang Batak ke berbagai wilayah di Indonesia dapat mengendorkan ikatan rohani dan rasa solidaritas di antara sesama keturunan marga. Di samping itu mereka bisa kehilangan identitas diri sebagai orang Batak, karena perjuangan hidup yang berat di
tengah-tengah suku-suku bangsa lainnya. Karena itu mereka perlu mengenal asal muasal leluhurnya.
Pesta tugu bukan hanya menguatkan ikatan rohani di antara sesama marga, tetapi juga meneguhkan kembali ikatan persekutuan antara seluruh keturunan marga itu, dengan para roh leluhur marga mereka. Persekutuan masyarakat Batak dengan roh-roh leluhurnya yang telah mati, kemudian diteguhkan kembali dalam diri generasi yang hidup jauh di masa belakang. Peneguhan itu dilaksanakan dalam rangkaian acara adat yang ada di dalamnya. Pada saat seseorang terlibat dalam rangkaian acara adat itu, ikatan itu diteguhkan kembali. Maka seluruh keturunan dari marga yang mengikuti pesta tugu itu telah diteguhkan kembali ikatan dirinya dengan seluruh roh leluhurnya.
Ikatan inilah yang kemudian akan menimbulkan rasa solidaritas yang tinggi di antara sesama keturunan satu marga, dan memberikan kebanggaan terhadap marga yang mereka miliki. Tetapi yang lebih penting lagi, seluruh keturunan bapa leluhur diteguhkan lagi ikatan rohaninya dengan roh leluhur itu. Dengan demikian pada waktu-waktu mendatang mereka akan kembali untuk melakukan upacara adat yang menyatakan pemujaannya atas seluruh berkat leluhur yang telah diterimanya.
E. Pandangan Injil Atas Eksistensi Tugu dan Kuburan Megah
Injil menegaskan bahwa tidak ada hubungan antara orang yang hidup dengan roh orang mati. Ketegasan ini dapat kita lihat dari pengajaran yang Tuhan Yesus berikan, di dalam kisah Lazarus dengan orang kaya (Lukas 16:19-31). Dalam pengajaran ini disampaikan beberapa kebenaran Injil:
i. Setelah kematian hanya ada dua tempat yang diiperuntukkan bagi manusia, satu di sorga (22) (pangkuan Abraham, Matius 8:11), dan satu lagi di alam maut, suatu tempat penampungan sementara bagi orang yang tidak percaya kepada Yesus menjelang pengadilan akhir zaman. Tempat ini kondisinya sangat panas dan menyengsarakan (23), apalagi nanti kalau mereka berada di neraka.
ii. Tidak ada perpindahan manusia dari sorga ke alam maut, dan dari alam maut ke sorga. Antara keduanya terdapat jurang yang tak terseberangi (26). Orang kaya itu tidak bisa berpindah ke tempat Lazarus, dan Lazaruspun tidak dapat datang ke tempat orang kaya itu, karena itu seseorang yang telah mati nasibnya di alam sana tidak ditentukan oleh upacara adat yang dilakukan oleh kelaurga atau keturunannya. Nasib seseorang ditentukan oleh apakah dia benar-benar beriman kepada TUHAN, melalui anakNya Yesus Kristus. Kalau Tuhan menilai dia seorang yang beriman (bukan cuma pengakuan diri sendiri), maka Kerajaan Sorga
adalah tempat kebahagiaannya, kalau tidak alam maut dengan segala penderitaannya adalah bahagian yang tidak dapat ditolak lagi. Tidak ada perpindahan tempat seperti yang dipahami oleh ajaran diluar Kristus.
iii. Orang yang telah mati tidak dapat pergi ke dalam alam dunia orang hidup (28-29). Lazarus tidak dapat pergi ke dunia untuk memenuhi permintaan orang kaya itu guna memperingati saudaranya yang masih di dunia, agar mereka jangan ikut masuk ke dalam tempat penderitaan itu. Karena itu, semua roh-roh yang datang kepada manusia, dengan mengaku sebagai orang tua atau keluarga yang telah mati adalah kebohongan besar yang dibuat oleh iblis saja. Roh yang datang itu adalah roh jahat yang datang menyamar dan mengaku sebagai orang mati itu, dengan meniru-niru tingkah lakunya.
iv. Tidak ada hal apapun yang dapat merubah nasib orang kaya itu setelah dia berada di alam maut. Karena itu tidak ada apapun yang dapat dilakukan oleh manusia di dunia terhadap roh anggota keluarga yang telah mati. Bahkan doa yang dipanjatkan keturunannya tidak dapat mempengaruhi apapun juga atas nasib orang itu. Penghormatan terhadap orang mati yang dilakukan melalui upacara adat Batak pada intinya tidak dilihat dan tidak diketahui oleh roh itu. Penghormatan itu tidak pernah dinimkati oleh roh leluhur, tetapi oleh “roh lain” yang telah mengajarkannya yang turut hadir dalam upacara itu. Penghormatan itu tidak merubah apapun terhadap nasibnya disana. Dikuburkan ataupun tidak dikuburkan secara adat tidak mengubah apapun juga atas nasib orang itu di dunia sana. Penghormatan yang diberikan melalui upacara adat sebenarnya adalah penghormatan yang diberikan kepada roh sembahan leluhur alias Iblis dengan cara menipu kita orang Batak. Apakah anda betul-betul mau menyembah malaikat Iblis?
v. Kalau manusia tidak percaya kepada Firman yang telah dituliskan oleh para nabi, maka tidak ada jalan lain bagi manusia untuk dapat diselamatkan oleh TUHAN (29). Alkitab menyaksikan bhawa Yesuslah satu-satunya jalan agar manusia dapat diselamatkan dan beroleh berkat dari TUHAN. Upacara adat bukanlah jalan agar manusia dapat diselamatkan, baik selama manusia itu berada di dunia maupun setelah manusia itu meninggalkan dunia ini.
Karena tidak ada hubungan antara manusia yang hidup dengan roh orang mati, maka segala bentuk aktivitas manusia di kuburan yang berhubungan dengan roh orang mati adalah dosa dan kesia-siaan di hadapan Tuhan. Lagipula Alkitab sudah mewaspadakan kita untuk tidak melakukan hal itu, karena kuburan adalah tempat Iblis dicampakkan oleh TUHAN di dunia.
“Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, Putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa!…ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ketempat yang paling dalam di liang kubur”. (Yesaya14:12, 15).
Anda yang masih suka melakukan upacara adat yang berhubungan dengan orang mati, dan masih suka berziarah ke kuburan, berjaga-jagalah. Kebiasaan berziarah ke kuburan itu berasal dari agama lain diluar Kristus. Sebagai pengikut Yesus, tidak perlu kita berziarah ke kuburan keluarga. Kalau orang tua atau keluarga kita beriman kepada Yesus, maka mereka telah berada dalam kebahagiaan Bapa di Surga, untuk apalagi kita ke sana, karena yang tinggal di kuburan itu adalah roh-roh jahat saja. Anda sudah menjalin hubungan dengan iblis dan roh-roh jahat. Satu kebenaran lagi penting untuk ditulis dalam markus 5:2, 5, 10;
“Baru saja Yesus turun dari perahu, datanglah seorang yang kerasukan roh jahat dari pekuburan menemui Dia…(2) Siang malam ia berkeliaran di pekuburan dan di bukit-bukit sambil berteriak…(5)…Ia (Legion) memohon dengan sangat supaya Yesus jangan mengusir roh-roh (sangat banyak jumlahnya) itu keluar dari daerah (pekuburan) itu (10).
Dari ayat itu kita mengetahui, bahwa orang gila itu dirasuki oleh roh-roh jahat, yang berasal dari kuburan (2). Kecenderungan dari orang yang sudah dirasuki oleh roh kuburan adalah suka pergi ke kuburan, dan suka mengurus hal-hal yang berhubungan dengan upacara adat bagi orang yang telah mati (5). Mungkin jumlahnya belum ribuan, sehingga orang itu belum menjadi gila seperti cerita di atas.
Roh-roh jahat tersebut meminta agar mereka tidak diusir oleh Tuhan Yesus keluar dari daerah pekuburan (10). Jadi kuburan tetap menjadi wilayah kediaman mereka. Apakah anda sudah dirasuki oleh roh-roh jahat dari kuburan? Apakah anda suka dan pernah mengurus segala upacara adat yang berhubungan dengan orang mati, kuburan dan tugu? Sekali saja anda melakukannya, hati anda telah didiami oleh roh-roh jahat. Roh-roh jahat inilah yang senantiasa menarik hati orang Batak untuk tetap melakukan acara yang berhubungan dengan orang mati, termasuk di kuburan. Hanya Tuhan Yesus yang dapat melepaskan anda dari ikatan si Iblis dan mengeyahkannya dari hatimu.
Pertanyaan yang mungkin muncul dalam hati kita, apakah yang harus dilakukan seandainya ada keluarga kita yang meninggal? Jawabannya sederhana. Cukup dikuburkan secara kegerejaan saja. Supaya tidak repot-repot, kuburan itu disemen dengan sederhana saja, sehingga kita tidak perlu bolak-balik kesana lagi, dan terjebak dengan spiritisme (berhubungan dengan roh jahat). Yang penting, keluarga yang ditinggalkan itulah yang harus dihibur dan dikuatkan dengan doa dan Firman Tuhan.
Kalau yang meninggal adalah orang tua kita, maka dengan melakukan cara seperti di atas, kita tidak akan melanggar hukum Taurat kelima, justru kita mentaatinya. Tuhan memerintahkan kita untuk menghormati “ayah dan ibu”, bukan menghormati “roh” ayah dan ibu yang telah mati.
Penulis akan membahas beberapa bagian Alkitab yang sering dimanipulasi oleh orang-orang Batak Kristen, untuk membenarkan upacara mangongkal holi, adalah cerita pengangkatan kerangka tulang Yusuf dari tanah Mesir ke tanah Kanaan (Kelu. 13:19).
“Musa membawa tulang-tulang Yususf sebab tadinya Yusuf menyuruh anak-anak Israel bersumpah dengan sungguh-sungguh: “Tuhan tentu akan mengindahkan kamu, maka kamu harus membawa tulang-tulangku dari sini”.
Permintaan Yusuf kepada keturunannya untuk membawa tulang-tulangnya ke tanah Kanaan, didasarkan pada keyakinan imannya. TUHAN telah berjanji kepada Abraham untuk memberikan tanah Kanaan. TUHAN telah memberitahukan kepada Abraham bahwa keturunannya akan diperbudak di Mesir selama 400 tahun. Setelah itu, Tuhan berjanji akan membawa mereka kembali ke tanah yang telah dijanjikanNya (kejadian 15:13-16).
Yusuf sangat mempercayai apa yang telah dijanjikan Tuhan kepada Abraham, kakeknya itu. Dia sangat mempercayai bahwa hal itu akan digenapi. Bangsa Israel akan dibawa kembali ke dalam tanah Perjanjian, walaupun waktunya masih jauh didepan. Imannya benar-benar tertuju kepada janji Tuhan, sehingga dia tidak merelakan tulang-tulangnya sekalipun untuk tinggal di Mesir. Perintah pengangkatan tulang Yusuf kepada keturunannya, sepenuhnya muncul dari imannya kepada tanah yang dijanjikan oleh Tuhan. Dia percaya TUHAN akan benar-benar melaksanakannya.
Lagipula dari ribuan orang Israel (mungkin jtaan) yang telah mati di tanah Mesir, hanya tulang Yusuf saja yang dibawa dari tanah mesir ke tanah Kanaan. Ribuan atau jutaan kerangka lainnya tetap tertanam di tanah Mesir. Di samping itu penggalian tulang belulang orang mati bukanlah tradisi bangsa Israel. Penggalian itu hanya terjadi pada kasus tulang Yusuf saja, setalah itu tidak ada lagi.
Upacara mangongkal holi tidak ada kaitannya sama sekali dengan janji Tuhan kepada bangsa Israel. Upacara itu berasal dari agama Batak (hasipelebeguon) dengan tujuan pemujaan leluhur. Tuhan sangat jijik melihat hal itu. Tuhan tidak pernah menjanjikan sebuah wilayah (tanah) untuk diberikan kepada bangsa Batak. Tanah Kanaan hanya dijanjikan untuk diberikan kepada bangsa Israel. Kepada bangsa Batak, Tuhan menjanjikan keselamatan dan hidup kekal di dalam Tuhan Yesus.
Sehingga sangatlah salah kalau kita menggunakan peristiwa Yusuf itu sebagai alasan pembenaran dari upacara mangongkal holi. Ini penafsiran yang telah dipleintir oleh Iblis. Ini hanya peniruan yang membabi buta. Kalau kita ikuti logika peniruan dari Iblis ini, maka seluruh saring-saring orang Batak seharusnya dibawa ke tanah Palestina sekarang, karena ke sanalah tulang Yusuf dibawa oleh Musa.
Sementara kita tahu bahwa persoalan antara bangsa Israel dan Palestina saja belum dapat diselesaikan sampai hari ini oleh manusia, apalagi jikalau ditambah dengan masalah tulang-belulang dari orang Batak, wah…semakin kacau jadinya.
Satu lagi dari isi Alkitab yang banyak dipakai oleh orang Batak Kristen untuk membenarkan acara pekuburan adalah cerita kedatangan Maria Magdalena dan rekan-rekannya ke kuburan Yesus pada hari kebangkitanNya. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh banyak orang Batak Kristen untuk beramai-ramai mengadakan kebaktian subuh di pekuburan pada setiap hari peringatan kebangkitan Tuhan Yesus.
Menjelang hari peringatan Paskah dan Kebangkitan, pekuburan Kristen mengalami kesibukan luar biasa. Banyak orang yang datang membersihkan kuburan keluarganya, menaruh lilin, sirih, makanan, minuman, menangis dan lain-lain. Kebiasaan ini sesungguhnya berasal dari agama di luar Kristus. Puncak acaranya adalah kebaktian subuh yang dilangsungkan di pekuburan. Kebaktian itu dipimpin oleh pendeta atau penatua gereja.
Tuhan Yesus sudah menubuatkan tentang kematian dan kebangkitanNya pada hari ketiga kepada para muridNya. Tetapi mereka tidak mengerti maksud Tuhan Yesus tersebut. Karena ketidak mengertian itulah, makanya Maria Magdalena dan rekan-rekannya pada waktu subuh datang ke kuburan Yesus untuk meminyaki tubuh Yesus dengan rempah-rempah yang mereka beli (Matius 28:1-8). Sesampainya di kuburan mereka menemukan batu kuburan telah terguling, dan pada saat itulah, malaikat Tuhan berkata kepada mereka:
“Janganlah kamu takut, sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada disini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakanNya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring. Dan segeralah pergi dan katakanlah kepada murid-murid-Nya, bahwa Ia telah bangkita dari antara orang mati. Ia mendahului kamu ke Galilea; disana kamu akan melihat Dia. Sesungguhnya aku telah mengatakannya kepadamu. Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid.” (Matius 28:5-8).
Malaikat Tuhan memberitahukan tentang kebangkitan Yesus dan memperlihatkan kubur yangt sudah kosong kepada Maria Magdalena cs. Setelah itu mereka diperintahkan untuk pergi memberitahukan hal itu kepada murid-muridNya, supaya mereka pergi ke Galilea. Maria Magdalena cs segera pergi dari situ setelah melihat kuburan itu kosong. Malaikat Tuhan tidak membiarkan mereka berlama-lama di kuburan itu.
Kalau murid-murid percaya kepada perkataan Tuhan Yesus, maka seharusnya mereka tidak perlu pergi ke kuburan dengan membawa rempah-rempah. Mereka cukup menunggu Yesus di Galilea, seperti yang telah diperintahkanNYa. Ketidakpercayaanlah yang membawa mereka ke kuburan. Oleh kemurahan Tuhan, mereka diberi kesempatan melihat kuburan kosong. Setelah itu mereka harus pergi dari kuburan. Seandainya semua orang Batak yang pergi ke kuburan itu mengerti makna “Kebangkitan Kristus”, niscaya mereka sudah sibuk memberitakan Inji, bukan sibuk pergi ke kuburan.
Untuk apa lagi orang Kristen Batak pergi ke kuburan pada peringatan hari Kebangkitan Yesus? Maria Magdalena pergi ke tempat kuburannya Tuhan Yesus, bukan ke kuburan keluarganya. Yesus telah bangkit. Kalau keluarga kita yang telah mati itu beriman kepada Tuhan Yesus, maka merekapun telah berada di Sorga bersama-Nya. Tidak ada kebangkitan apapun di pekuburan-pekuburan keluarga itu.
Yang tertinggal di situ hanyalah kerangka tulang dan roh-roh jahat. Mengapa kita musti melakukan ibadah di pekuburan? Apakah tidak ada tempat lain di luar sarang Iblis itu untuk melakukan ibadah? Bukankaha ada gedung gereja kita? Atau kita belum percaya bahwa Tuhan Yesus telah bangkit dan juga membangkitkan semua orang yang percaya kepadaNya? Camkanlah perintah malaikat Tuhan, pergilah dari kuburan itu! Mari kita mentaatinya, sama seperti murid-murid Tuhan Yesus. Karena Injil menentang hubungan antara orang yang hidup dengan roh orang mati, amak segala bentuk penghormatan dan hubungan dengan orang mati tidak sepatutnya dilakukan oleh para pengikut Yesus. Injil mengajarkan bahwa Yesuslah satu-satunya sumber berkat yang sejati. Dialah pokok anggur yang benar, karena itu kita tidak memerlukan lagi berkat-berkat dari roh orang mati, roh leluhur, berbagai roh sembahan leluhur lainnya. Semuanya itu berasal dari Iblis. Pasu-pasu dari Iblis
justru mendatangkan kutuk TUHAN atas kehidupan kita hinga sampai kepada keturunan yang keempat. Dengan demikian kiat menutup sendiri berkat TUHAN atas hidup kita dan hidup keturunan kita.
Berkat yang kita miliki di dalam Kristus jauh lebih besar melampuai segala pemberian setan yang membinasakan. Saya akan kemukakan beberapa ayat:
“Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yohanes 1:16).

“Terpujilah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di sorga”. (Efesus 1:3)
“Di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadao kita dalam Kristus Yesus”. (Efesus 2:6-7).
Pencarian berkat diluar Kristus dinilah oleh TUHAN sebagai suatu kebodohan rohani dari umat TUHAN.
“Sebab dua kali uamt -Ku berbuat jahat: mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni yang bocor, yang tidak dapat menahan air.” (Yeremia 2:13)
dihadapan Tuhan, berbagai upacara dat Batak merupakan kolam-kolam bocor yang digali oleh orang Batak. Masihkah kita mau membiarkan kebodohan itu berlangsung? Semakin orang Batak hidup dalam Kristus, maka semakin akan disadari bahwa segala berkat yang benar hanya berasal dari Tuhan Yesus. Iblis hanya dapat memberikan berkat palsu yang berisikan kutuk kepada manusia. Karena itu, sudah sepantasnya apabila penghormatan, penyembahan, pujian dan ucapan syukur hanya akan kita berikan kepada Kristus.
Segala kemajuan dan keberhasilan yang telah dinikmati orang Batak menjadi dasar bagi kita untuk memberikan kemuliaan kepada nama Yesus. Karena itulah sudah sepatutnya kita membangun tugu-tugu rohani bagi kemuliaan nama Yesus dengan menyerahkan sebagian dari berkat Tuhan untuk pekerjaan pemberitaan Injil yang murni di tengah-tengah bona pasogit dan suku-sukubangsa lainnya.
Pada waktu kemuliaan sudah diberikan sepenuhnya kepada Yesus Kristus, maka berkat Tuhan akan semakin mengalir kepada bangsa Batak. Sehingga oleh kuasa kemurahan Kristus, Tapanuli tidak akan disebut orang lagi “peta kemiskinan” dan kehidupan di tengah-tengah umat Tuhan sungguh-sungguh dipelihara oleh damai sejahtera Kristus. Sehingga gereja tidak lagi menjadi tempat peperangan bagi orang Batak, tetapi menjadi tempat beribadah dan memuliakan nama Yesus Kristus.
Injil juga mengajarkan bahwa ikatan rohani kita hanya kepada Yesus Kristus. Ikatan itu merupakan tanda rohani bahwa kita berhal mewarisi segala janji Tuhan. Ikatan itu dimeteraikan dengan Roh Kudus (Efesus 1:13). Karena itu setiap orang yang percaya adalah pewaris sah seluruh janji Tuhan, seperti yang tertulis di dalam Alkitab. Karena itulah kitab suci kita dinamakan kitab “Perjanjian”, yaitu Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru. Melalui pernyataan iman kita mengikatkan diri kita dengan Kristus, sehingga kita terikat kepadaNya dalam suatu perjanjian, sama seperti orang Israel yang mengadakan perjanjian dengan Tuhan di gunung Sinai.
Karena itu mari kita tinggalkan segala upacara adat Batak yang membuat kita terikat kepada roh-roh sembahan leluhur (malaikat iblis). Mari kita putuskan segala perjanjian yang telah dibuat oleh leluhur kita dengan Iblis, dalam darah dan demi nama Yesus Kristus. Mari kita tinggalkan kutuk yang diberikan Iblis dan kita songsong berkat Kristus yang berkelimpahan bagi kita sampai kepada hidup yang kekal.
Dengan mengerti Firman Tuhan di atas, seluruh rangkaian upacara adat yang berkaitan dengan orang mati tidak diperlukan lagi di dalam hidup mengikut Tuhan Yesus baik itu manulangi, hamatean, mangongkal holi, marsuap, pesta pendirian tugu dan lainnya. Pernyataan Pilgram di bagian pendahuluan tulisan ini berkenaan juga dengan masalah di atas. Kalau seseorang telah memiliki Kristus, maka dia telah memiliki Hidup, dan karena itu kita tidak memerlukan lagi upacara-upacara agama Batak. Pernyataan Pilgrim di atas berasal dari kutipan Firman Tuhan.
“Dan inilah kesaksian itu: Tuhan telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita, dan hidup itu ada di dalam anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup.” (1 Yohanes 5:11-12).
“Jala on do panindangion I: naung dibasabasahon Tuhan do tu hita hangoluan salelenglelengna, jala dibagasan AnakNa di hangoluan i. Ia di Ibana Anak I, di, ibana do hangoluan I, ia so di ibana Anak ni Tuhan, ndang di ibana hangoluan i.”
Kalau Paulus itu orang Batak, dia akan mengatakan:
“Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku (seluruh upacara agama Batak atau adat Batak), sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu (hasipelebeguon) dan menganggapnya sampah.” (Filipi 3:7-8).
Bagi orang Batak yang masih hidup dalam hasipelebeguon seperti leluhur kita dahulu, segenap upacara adat Batak memang merupakan sesuatu yang memberikan keuntungan, berkat bagi mereka. Tetapi bagi orang yang sudah mengenal Kristus, maka pengenalan akan Kristus merupakan suatu perkara yang sangat mulia dari segala bentuk kemuliaan duniawi. Sehingga kita tidak memerlukan semuanya itu.
Persoalannya sekarang, apakah kita orang Batak yang sudah mengenal Kristus (mananda Kristus) atau tidak? Pernyataan Tuhan Yesus kepada salah seorang murid-Nya dibawah patut kita renungkan secara mendalam.
Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepadaNya: “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.” Tetapi Yesus berkata: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati (rohani) menguburkan orang-orang mati mereka.”
Pernyataan Yesus ini sangat keras, bayangkan kalau anda sendiri berada dalam posisi itu! Dalam ayat ini, Yesus menegaskan bahwa mengikut Dia sangat penting daripada mengikuti penguburan orang-orang mati, lengkap dengan segala upacara adatnya. Segala rangkaian penguburan orang mati, biarlah itu hanya menjadi urusan orang-orang yang mati secara rohani. Urusan orang-orang yang telah hidup di dalam Tuhan adalah mengikut Dia di dalam menyelesaikan segala pekerjaan-Nya di dunia ini, yaitu memberitakan Injil dan memuridkan orang kepada Kristus. Karena waktu untuk itu sudah semakin singkat, sementara pekerjaan semakin banyak yang belum diselesaikan. Saya mau membagikan pengalama hidup di dalam menerapkan perintah Tuhan Yesus ini.
Suatu hari orang tua saya dari Medan ke tempat tinggal kami di Tebing Tinggi. Mereka menjelaskan tentang seorang bibi (nantulang mangulahi) yang telah ditolak oleh pihak rumah sakit, karena kondisi sakitnya yang tidak tertolong lagi. Namun setelah berminggu-minggu, nantulang yang sudah tua ini tidak meninggal juga, walaupun dokter meramalkan waktunya tidak lama lagi, dan selang infus sudah lama dicabut. Kondisi fisiknya sudah sangat kurus sekali. Secara medis sulit diterangkan mengapa orang tua ini masih hidup. Seluruh pihak keluarga sepakat untuk mengadakan acara manulangi di kampung. Ibu saya menjelaskan tentang latar belakang nantulang ini yang banyak terlibat dalam kuasa iblis. Saya menilai bahwa sulitnya nantulang tersebut meninggal karena ada sesuatu yang mau Tuhan kerjakan kepada nantulang ini, berkaitan dengan keterlibatannya dalam kuasa setan. Karena itu saya berdoa bagi rencana pelayanan kesana, agar kalau Tuhan menghendaki saya melayaninya, Tuhan membukakan jalan untuk melakukannya. Pada hari yang ditetapkan, orang tua saya datang menjemput dan kami berangkat ke kota Pematang Siantar. Saya menunggu mereka menyelesaikan upacara adat itu sambil berdoa di rumah lain. Dalam masa menunggu itulah saya menjumpai beberapa ibu-ibu tua yang saya kenal di kampung itu, dan kemudian menyampaikan Injil kepada mereka. Pada akhirnya, sebanyak tiga orang ibu-ibu itu mau saya ajak berdoa menerima Tuhan Yesus secara pribadi dan menyangkali segala dosa keterlibatan mereka dengan kuasa setan.
Beberapa waktu setelah pelayanan itu selesai, kedua orang tua saya turun dari rumah tempat acara itu berlangsung, dan hendak berangkat pulang. Saya meminta waktu kepada Bapak untuk pergi menjumpai nantulang itu dan berdoa baginya. Dan saya meminta ibu untuk mendampingi saya.
Saya menjumpai nantulang itu yang sedang dikelilingi oleh banyak famili. Kondisinya sudah sangat pucat dan berbau mayat. Saya menanyakan kesediaan nantulang itu untuk mengakui dosa-dosanya, menyangkali segala perdukunannya, dan meminta Yesus masuk ke dalam hatinya untuk mengampuni segala dosanya. Saya meminta kesediaannya untuk saya wakili berdoa dihadapan Tuhan, karena dia tidak dapat berbicara lagi. Nantulang itu berkelonjotan, sehingga keluarga yang merawatnya lari ke bawah rumah mencari sesuatu untuk menolong (keluarga ini mempunyai ilmu perdukunan). Setelah doa selesai, maka tubuh nantulang itu tenang kembali, dan kami segera pulang ke Tebing Tinggi. Dalam perjalanan pulang, saya katakan kepada ibu, bahwa Tuhan belum memanggil nantulang ini karena seluruh keterikatannya dengan iblis harus diselesaikan lebih dahulu. Saya menjelaskan mengapa tubuh nantulang itu bekelonjotan (sperti ayam dipotong) ketika doa penyangkalan dan pengusiran setan-setan. Kalau rencana Tuhan sudah selesai, maka nantulang ini tidak lama lagi akan meninggal, tetapi bukan karena pihak keluarga telah melakukan acara manulangi (walaupun mungkin banyak di antara mereka yang mungkin beranggapan seperti itu). Dua hari kemudian, saya menerima berita dari bapak, bahwa nantulang itu telah meninggal keesokan harinya, setelah dia dilayani. Saya bersyukur kepada Tuhan karena dalam hari itu, beberapa orang telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus. Saya tidak terlibat di dalam rangkaian upacara adat itu, walaupun saya datang ke tempat itu. Yang penting, pekerjaan Tuhan disana telah saya kerjakan. Soli Deo Gloria!

BAB IV
PANGGILAN TUHAN DAN UPACARA ADAT
Panggilan Tuhan merupakan salah satu dasar yang sangat penting dalam menyikapi masalah upacara adat. Pengertian akan panggilan Tuhan akan memberikan dasar yang lebih kokoh dan Alkitabiah, untuk mengerti siapakah yang dimaksud dengan orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, dan apakah yang dikehendaki-Nya untuk dilakukan oleh mereka yang percaya? Alkitab menceritakan berbagai panggilan yang Tuhan berikan kepada banyak orang sepanjang abad.
Panggilan Tuhan dapat dibedalan atas dua jenis, yaitu: Panggilan umum dan panggilan khusus. Panggilan umum diberikan oleh Tuhan kepda semua orang, tidak didasarkan perbedaan suku bangsa, ras, agama, golongan, pendidikan dan lain-lain, misalnya adalah pemberitaan Injil. Pemberitaan Injil merupakan panggilan umum kepada seluruh manusia, supaya bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus. Panggilan ini harus disampaikan ke seluruh dunia. Pada saat panggilan ini diberitakan, tidak dijamin bahwa semua orang yang telah mendengarkannya akan bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus.
Panggilan khusus adalah panggilan yang Tuhan berikan kepada orang-orang tertentu yangt telah dipilih-Nya secara khusus dalam kekekalan. Dalam panggilan ini terkandung anugerah khusus yang akan membuat orang itu berhasil melakukan sesuatu rencana Tuhan baginya. Abaraham, Musa, Daud, Yesaya, kedua belas murid, Paulus dan lain-lain, adalah contoh dari orang-orang yang telah menerima panggilan khusus itu. Panggilan ini bersifat individual, efktif, membedakan dan tidak dapat ditolak.
Kebangkitan Lazarus dapat diberikan sebagai ilustrasi dari panggilan khusus. Setelah mayat Lazarus dikuburkan selama empat hari, Tuhan Yesus datang menjumpai saudara Lazarus, yaitu Marta dan Maria yang masih dirudung duka. Dia menyatakan kepada mereka akan membangkitkan orang yang telah mati itu, ditengah-tengah ketidakpercayaan orang banyak yang hadir disana.
Lalu berserulah Yesus dengan suara keras: “Lazarus, marilah keluar!” Orang yang telah mati itu datang keluar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kafan dan mukanya tertutup kain peluh.” (Yohanes 11:43-44).
Keinginan dan kemampuan untuk bangkit tidak muncul dari mayat Lazarus yang telah membusuk. Marta dan Maria sangat menginginkan agar saudaranya itu tetap hidup, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk melawan kematian.Mereka hanya dapat menangis dan menyampaikan ebrita kepada Tuhan Yesus agar segera datang menyembuhkan penyakitnya. Tetapi Tuhan Yesus datang terlambat. Sehingga mereka tidak mempunyai harapan lagi, sekalipun Yesus datang kemudian.
Panggilan Yesus secara khusus hanya ditujukan kepada mayat Lazarus yang terbaring di dalam kuburan, bukan untuk semua mayat yang ada di lokasi kuburan tersebut. Andaikan Yesus berseru: “Wahai orang mati, keluarlah!”, maka dipastikan seluruh orang mati yang dikuburkan di lokasi itu akan bangkit pula. Karena seluruh perkataan Yesus sebagai manusia, ditopang oleh kuasa Bapa-Nya di sorga, maka tiada yang mustahil bagi Yesus.
Pada saat panggilan ini dikeluarkan, maka kuasa Tuhan mengerjakan beberapa hal pada mayat itu, yaitu: memulihkan kondisi fisik mayat Lazarus menjadi hidup, membawa roh Lazarus ke dalam tubuh yang sudah pulih, dan kemudian Lazarus yang telah hidup itu bergerak keluar dari kuburannya, secara beringsut, karena tubuhnya masih dibungkus kain kafan. Mujizat kebangkitan itu berjalan tepat
seperti yang disabdakan oleh Tuhan Yesus,” Lazarus, marilah keluar!” Inilah keajaiban dari panggilan khusus.
Panggilan umum diberikan kepada semua orang, tetapi hanya orang-orang yang dipilih-Nya secara khusus yang akan menjawab panggilan Tuhan. Orang yang telah dipilih-Nya, akan mengalami perubahan ajaib yang dikerjakan oleh kuasa Roh Tuhan. Kuasa Yesus akan membuatnya menjadi ciptaan baru, seperti yang dikehendaki-Nya. “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih” (Matius 22:14). Perubahan hidup oleh kuasa Tuhan Yesus merupakan indikator kuat yang menunjukkan, bahwa orang tersebut telah dipanggil dan dipilih oleh Tuhan.
A. Panggilan Keluar
Mujizat kebangkitan Lazarus merupakan salah satu “tanda” yang dibuat oleh Yesus Kristus, untuk menunjukkan kemesiasan-Nya. Melalui mujizat itu, Yesus memproklamirkan kepada orang-orang yang ada disana, dan kepada seluruh dunia tentang siapakah Dia dan tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia.
Yesus berkata: “Akulah kebangkitan dan hidup; barang siapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun dia sudah mati.” (Yohanes 11:25).
Melalui tanda ini, Yesus sedang menyatakan karya yang sedang dan akan dikerjakan-Nya di dunia. Dalam ayat ini, Yesus menjelaskan bahwa kedatangan-Nya ke dunia berkaitan dengan kematian manusia. Yesus mengatakan fakta bahwa manusia telah mati setelah jatuh ke dalam dosa. Kematian merupakan akibat dari pelanggaran Adam dan Hawa atas perintah Tuhan (Kejadian 3:3). Kematian pertama adalah kematian rohani dan akan disusul pada waktunya dengan kematian fisik. Fakta kematian rohani ini ditegaskan dan diuraikan kembali oleh Paulus.
“Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka.” (Efesus 2:1-2).
Paulus menjelaskan bahwa orang yang mati rohani adalah orang-orang yang mengikuti jalan dunia. Apakah jalan dunia? Jalan dunia merupakan berbagai bentuk jalan hidup yang dimiliki manusia, yang bukan berasal dari Tuhan Yesus. Jalan dunia merupakan segala unsur rohani dari kebudayaan manusia di segala bangsa yang membentuk segala tingkah laku budaya masyarakatnya diluar kebenaran Tuhan Yesus.
Jalan dunia terdiri dari berbagai religi (agama) yang tidak membawa manusia kepada kepastian keselamatan di dalam Yesus Kristus. Jalan dunia merupakan bentuk penyimpangan kebudayaan manusia dari mandat kultural yang diberikan Tuhan, baik berupa filsafat, paham, ajaran, dan cara hidup manudia yang tidak berpusatkan kepada Kristus (Kristosentris), seperti hedonisme, utilitarianisme, ateisme, komunisme, eksistensialisme, rasisme, sekularisme, materialisme, tradisionalisme, sinkretisme, premanisme, nepotisme dan berbagai isme lainnya. Jalan dunia adalah suatu sistem rohani tertutup (the closed system of spiritual) yang dibangun oleh Iblis dalam diri manusia agar dia berkelakuan sesuai keinginannya.
Sistem ini merupakan kuburan rohani bagi semua orang yang hidup di dalamnya. Semua orang yang berada di dalam sistem rohani ini tidak akan tertarik akan masalah kebenaran rohani. Ketertarikan hatinya hanyalah terhadap perkara-perkara kepalsuan duniawi. Salah satu di antara perkara duniawi itu adalah upacara adat. Kerumitan dan keletihan upacara adat sangat bernilai dan berarti dalam hidup banyak orang Kristen Batak. Tanpa adat, mereka merasa kehilangan sesuatu yang sangat besar dan berharga dari dalam dirinya. Dia tidak sanggup keluar dari situ. Orang yang mati secara rohani tidak memiliki keinginan, ketertarikan dan kemampuan apapun untuk menjalani hidup dalam prinsip-prinsip Kerajaan Sorga.
Sinkretisme antara adat Batak (agama Batak) dengan Injil, hanya akan membuat orang Kristen berada dalam suatu penjara rohani. Kondisi itu membuat kehidupan orang Batak seperti katak dalam tempurung. Mereka tidak akan pernah melihat dan merasakan keindahan hidup di luar adat Batak, yaitu keindahan dan keajaiban hidup di dalam Firman Tuhan. Mereka tidak akan pernah mengerti kebesaran kasih dan kuasa Tuhan Yesus, sehingga mereka tidak mengenal kekayaan dan kemuliaan Tuhan Yesus. Akibatnya, adat Batak menjadi sesuatu yang sangat berharga dalam hidup orang-orang Kristen sinkretis, bahkan mereka akan membelanya dengan sekuat tenaga.
Dalam kondisi hidup seperti ini, tidak akan pernah terjadi pertumbuhan rohani, yang terjadi hanya kekerdilan rohani, kekerdilan iman. Semakin tua usianya, bukan semakin berkualitas kondisi rohaninya, bukan semakin giat berdoa dan menginjili, dan bukan semakin memiliki kasih yang sejati. Mereka akan binasa dalam tempurung rohani itu, kecuali siapapun dari kita yang ada di dalam sistem adat itu, berani untuk mengambil resiko keluar dari tempurung itu. Apakah kita orang-orang Kristen Batak telah kehilangan keberanian imannya, dan menjadi pengecut atau pecundang Iblis?
Dalam ayat ini, Paulus menjelaskan bahwa sistem rohani yang membentuk tingkah laku manusia diluar Kristus merupakan wujud ketaatan dari orang-orang yang berada di dalamnya kepada penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh-roh yang sedang bekerja (tondi-tondi ni portibi on) di antara orang-orang durhaka. Seseorang yang menjalani hidup dalam salah satu bentuk jalan dunia, berarti telah mentaati Iblis dan roh-roh jahat (penguasa-penguasa angkasa), baik disadarinya maupun tidak disadarinya.
Contoh seorang yang memiliki pola hidup materialistis adalah seorang yang mentaati roh-roh jahat yang mengilhamikan pola hidup materialis. Sebagian orang menyebutnya “roh materialis”. Roh materialisme ini memasukkan berbagai pikiran dan gagasan hidup materialis ke dalam pikiran manusia. Pada saat seseorang mengikuti segala pemikiran itu, maka dia telah melakukan keinginan roh jahat tersebut.
Demikian juga dengan upacara adat batak. Berbagai upacara adat Batak merupakan jalan hidup (jalan dunia) , yang diilhamkan dan diajarkan oleh malaikat Iblis (Mulajadi Nabolon) kepada leluhur orang Batak, si Raja Batak. Si Raja Batak telah mati, namun ajaran agama Batak (adat Batak) dan malaikat iblis yang mengilhamkannya masih hidup dan terus bekerja sampai sekarang. Roh-roh jahat ini masih terus giat berusaha agar seluruh generasi Batak selalu mengikuti adat tersebut. Karena itu, keterlibatan seseorang dalam upacara adat Batak, merupakan wujud ketaatannya kepada malaikat iblis. Sehingga adat Batak merupakan kuburan rohani, tempat disemayamkannya ribuan atau mungkin jutaan “mayat-mayat” dari orang-orang Batak yang hidup di dalamnya.
Jalan dunia merupakan perhambaan manusia kepada iblis dan roh-roh jahat. Inilah fakta rohani yang dikemukan oleh Firman Tuhan. Iblis menyadari bahwa sangat sulit baginya untuk membuat seluruh orang-orang Kristen Batak untuk tidak mengaku percaya kepada Tuhan Yesus. Salah satu peluang yang masih dimilikinya adalah melumpuhkan kekuatan rohani manusia, dengan cara mengikatkan kembali
hati orang Batak kepada upacara agama leluhur Batak. Dengan melakukan berbagai upacara itu, maka orang yang terlibat di dalamnya telah melakukan keinginan si iblis. Inilah perhambaan rohani yang dilakukan iblis melalui budaya.

Perhambaan ini hanya mungkin dicapai dengan mengilhamkan sinkretisa di antara agama Batak dengan Injil Tuhan Yesus kepada para pemimpin gereja yang belum memiliki pola pikir Alkitabiah. Paling tidak, sinkretisasi itu diupayakan terjadi di bidang teologia praktika. Secara pemikiran orang itu tetap mengaku bahwa Injil satu-satunya jalan keselamatan, tetapi di dalam tingkah laku sehari-hari, mereka menambahinya dengan jalan keselamatan atau berkat melalui roh leluhur dan hulahula.
Sinkretisasi merupakan cara halus untuk menyingkirkan iman yang murni kepada Tuhan Yesus di dalam hati pengikut-Nya. Sinkretisasi merupakan salah satu senjata ampuh yang dimiliki oleh Iblis untuk melumpuhkan umat Tuhan. Kehancuran bangsa Israel banyak dilatarbelakangi sinkretisasi imannya dengan praktek hidup agama-agama lain yang ada di sekelilingnya. Pengucilan bangsa Samaria oleh orang-orang Israel juga dilatarbelakangi masalah ini. Sinkretisasi ini juga telah menimpa jemaat Perjanjian Baru, yaitu jemaat Galatia. Mereka mencoba menggabungkan antara Injil dengan praktek hidup agama Yahudi (Yudaisme).
Paulus menegur keras jemaat Galatia yang terpengaruh dengan suatu ajaran “Kristen”(?) yang berusaha mempertahankan berbagai aturan agama Yahudi.
“Kamu dengan tetliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun (Gal. 4:10).
Paulus menegaskan kepada mereka, bahwa keterlibatan mereka di dalam melakukan berbagai aturan ibadah Yahudi merupakan perhambaan hidup kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin. Keterlibatan mereka di dalam upacara Yudaisme merupakan penyerahan diri atau perhambaan kembali kepada roh-roh dunia ini.Sekali lagi Akitab menegaskan bahwa ada kaitan antara berbagai upacara agama dengan perhambaan kepada Iblis.
“Dahulu, ketika kamu tidak mengenal tuhan, kamu memperhamba diri kepada ilah-ilah yang pada hakekatnya bukan Tuhan. Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Tuhan, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Tuhan. Bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin, dan mau memperhamba diri lagi kepadanya?” (Gal. 4:8.9).
Melalui kasus ini, kita melihat bagaimana Tuhan Yesus sangat marah ketika melihat kekirstenan yang berusaha menggabungkan Injil dengan berbagai praktek hidup ajaran atau gama lainnya. Dalam kasus jemaat Galatia, ajaran Yudaisme itu masih memiliki latar belakang Perjanjian Lama. Ajaran Yudaisme saja ditolak, apalagi kalau sinkretisasi itu dilakukan dengan berbagai ajaran agama yang berasal dari kegelapan, seperti agama Batak.
Dalam sejarah gereja, sinkretisasi ini juga telah diterapkan oleh Iblis untuk menyingkirkan pengenalan sejati akan Injil Yesus Kristus. Penyimpangan gereja Katolik dari kemurnian Injil terjadi dengan adanya sinkretisasi antara Injil dengan ajaran filsafat dan agama Romawi Kuno. Sinkretisasi ini telah menorehkan sejarah hitam dengan adanya pembunuhan sistematis (inkuisisi) atas jutaan orang yang mencintai Injil yang murni. Iblis menciptakan berbagai sistem rohani yang akan membunuh iman yang murni terhadap Tuhan Yesus. Sinkretisasi akan menghasilkan suatu Injil, yang sebenarnya bukan Injil. Paulus menyebutnya dengan istilah “Injil lain” (Gal. 1:6). Injil lain ini bukanlah Injil yang sejati, tetapi merupakan Injil palsu yang membinasakan.
Karena Tuhan Yesus adalah kebangkitan dan hidup, maka dia berseru kepada seluruh orang-orang mati yang telah dipilih-Nya, yang berada di dalam berbagai sistem rohani iblis: “Marilah keluar!”. Demikian juga kepada anda yang terikat di dalam upacara agama (adat) Batak, Yesus berseru: “Marilah keluar!” Dan Tuhan Yesus akan memanggil siapapun anda yang dipilih-Nya secara pribadi di dalam hati kita masing-masing termasuk ketika anda membaca renungan ini.
Pada waktu seseorang mendengarkan Injil, maka Tuhan memanggil dia secara pribadi. Pada saat itulah orang tersebut akan bangkit dari kematian rohaninya, dan hidup di dalam hidup yang baru di dalam kasih dan kuasa anugerah-Nya. Panggilan itu sangat efektif, tidak dapat ditolak, dan membuat orang tersebut hidup berbeda dari cara hidupnya yang lama. Dia hidup dalam terang kebenaran Tuhan Yesus.
“Panggilan keluar” merupakan salah satu tema utama di dalam Alkitab. Adam dan Hawa dipanggil keluar dari persembunyiannya. Abaraham dipanggil keluar dari bangsanya, dari negerinya, dari sembahannya. Musa dipanggil keluar dari kemewahan dan kebesarannya di Mesir. Bangsa Israel dipanggil keluar dari perbudakan di Mesir. Petrus dipanggil keluar dari kehidupannya sebagai nelayan. Paulus dipanggil dari kebanggaannya akan agama Yahudi. Orang Batak dipanggil keluar dari ilah sembahannya berikut segala peraturan agama leluhur Batak. Semua orang-orang pilihan Tuhan mengalami “panggilan keluar” dari dunia lamanya.
Petrus sangat menyadari tentang panggilan Tuhan terhadap orang-orang yang telah dipilih-Nya. Karena itu dia menguraikan dalam suratnya, bahwa orang-orang yang mendapatkan panggilan khusus disebut sebagai “Bangsa Terpilih”, Imamat Rajani, Kepunyaan Tuhan. Suatu status yang sangat mulia! Siapakah mereka? Mereka adalah orang-orang yang telah dipanggil untuk keluar dari kegelapan rohani dan membawanya ke dalam terang Tuhan Yesus yang ajaib.
Tetapi kamulah bangsa terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Tuhan sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepda terang-Nya yang ajaib” (1 Petrus 2:9).
Yesus mengatakan:
“Akulah terang dunia; barang siapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia mempunyai terang hidup” (Yohanes 8:12).
Seseorang yang keluar dari kegelapan telah mengalami perpindahan hidup. Sehingga dia tidak lagi menjalani kehidupan rohani yang sama dengan kehidupannya yang dulu. Dahulu dia mayat busuk, sekarang dia hidup dalam Kristus. Dunia yang lama ditinggalkan, dunia yang baru dimasuki. Tindakan keluar berarti bahwa seseorang harus meninggalkan segala jalan hidup yang berasal dari kegelapan.
Jikalau seorang Batak masih hidup dengan cara kegelapan sama seperti yang dilakukan oleh leluhurnya, maka pada dasarnya dia belum keluar dari kegelapan. Dia masih tinggal di dalam kegelapan. Tuhan Yesus memanggil agar orang-orang Batak keluar dari dalam kegelapan rohani agama leluhur Batak. Panggilan keluar dari perbudakan agama “Hasipelebeguon” itu dilakukan Kristus dengan menumpahkan darah-Nya di Golgota, sebagai tebusan atas hidup kita yang penuh dosa. Alkitab menegaskan:
“Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu, bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus, yang sama seperti darah domba yang tidak bernoda dan tak bercacat”. (1Petrus 1:18, 19).
Tuhan membawa orang-orang yang dipilih-Nya untuk masuk ke dalam terang yang ajaib. Darah Kristus merupakan harga tebusan untuk semua itu. Karena diri kita telah ditebus, maka kita terbebas dari semua bentuk praktek hidup agama Batak atau adat Batak. Sekarang diri kita menjadi milik Kristus, yang telah menebus kita dari segala dosa pemberontakan kita terhadap Tuhan. Hidup yang kita jalani sekarang adalah hidup di dalam aturan-aturan kerajaan Kristus.
Hidup yang dijalani di dalam Tuhan Yesus adalah hidup dalam hikmat dan kuasaNya yang ajaib. Penerapan hikmat Tuhan merupakan langkah dimana kita akan menyaksikan keajaiban kuasa-Nya dalam memelihara segenap kehidupan kita. Keajaiban kuasa Tuhan Yesus merupakan sesuatu yang sering menjadi perdebatan banyak orang. Bahkan banyak yang meragukan dan tidak mempercayainya. Padahal keajaiban dari hikmat dan kuasa Tuhan Yesus merupakan perkara yang biasa dijalani oleh anak-anak Tuhan.
Charles H. Spurgeon, pengkotbah yang terkenal itu mengatakan kehidupan orang Kristen merupakan rangkaian mujizat demi mujizat. Tidak ada satu langkahpun yang berada di luar keajaiaban kuasaNYa. Keajaiban mujizat itu bukan hanya terjadi pada masa dahulu kala, tetapi juga terjadi pada saat ini. Keajaiban kuasa dan hikmat Tuhan mengisi panjangnya pengalaman hidup orang-orang yang telah dipanggil-Nya.
Keajaiban juga berarti bahwa pola kehidupan yang dijalani oleh pengikut Tuhan Yesus melampaui segala pemikiran hebat yang ada di dunia. Pola hidup dalam terang Tuhan tidak dapat dimengerti oleh dunia. Bahkan karena tingginya pola tersebut, orang-orang dunia menyebutnya sebagai kebodohan. Dan mereka sangat takut untuk melakukannya.
Terdaftar dalam suatu organisasi gereja, mengikuti rutinitas ritual gereja, aktif dalam kegiatan di gereja, memiliki jabatan organisasi gereja, memiliki gelar teologia, bukanlah ukuran bahwa orang tersebut diakui oleh Tuhan sebagai bagian dari gereja-Nya. Gereja Tuhan adalah persekutuan orang yang telah mengalami perubahan ajaib oleh panggilan-Nya, yaitu kelaur dari pola hidup kegelapan, dan masuk ke dalam pola hidup surgawi.
Konfesi gereja HKBP pun merumuskan tentang konsepsi gereja yang mengacu kepada ayat di atas. Gereja adalah persekutuan orang yang telah dipanggil keluar oleh Tuhan dari kegelapan dan masuk ke dalam terang-Nya yang ajaib. Karena itu penerimaan kembali upacara adat Batak di tengah-tengah gereja HKBP pada hakekatnya telah melangar konfesi gereja. Tuhan memanggil kita untuk keluar dari kegelapan agama leluhur Batak, bukan untuk mengutak-atik atau merevisinya. Tidak ada hal kita untuk mengutak-atik hasil karya ciptaan Iblis. Adakah kehidupan kita sudah keluar dari kegelapan tersebut? Apakah anda masih hidup dalam pola agama Batak? Apakah anda masih menjadi mayat-mayat rohani? Tuhan Yesus memanggil kita untuk keluar dari kuburan hasipelebeguon. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!
B. Panggilan Bersekutu dengan TUHAN
Panggilan hidup dalam terang merupakan panggilan untuk memasuki suatu persekutuan pribadi yang erat dengan Tuhan Yesus. Persoalan besar dan mendasar di dalam kehidupan manusia setelah jatuh ke dalam dosa, adalah manusia telah kehilangan persekutuan dengan TUHAN, Pencipta dan Sumber Hidupnya. Kehilangan ini telah menimbulkan suatu krisis terbesar dalam sejarah manusia, yaitu krisis identitas dan potensi diri. Inilah krisis terbesar dalam sejarah manusia. Segala peperangan, krisis ekonomi, krisis energi, krisis bom nuklir, krisis moral, krisis keluarga, dan berbagai krisis lainnya yang pernah terjadi di dalam sejarah, muncul sebagai akibat dari krisis identitas dan potensi diri manusia.
Dalam kurun waktu ribuan tahun, kehilangan persekutuan itu telah mengakibatkan manusia tidak lagi mengenal siapakah TUHAN itu sesungguhnya. Jangankan mengenal, mencaripun tidak dilakukannya. Alkitab menegaskan:
Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Tuhan” (Roma 3:10-11)
Bahkan orang Israel sebagai bangsa yang telah dipilih dan diberi anugerah untuk bersekutu dengan TUHAN, juga tidak mengenali siapakah TUHAN, yang disembah oleh nenek moyangnya Abraham, Ishak dan Yakub. Akibatnya bangsa tersebut justru membunuh Yesus Kristus TUHAN yang berinkarnasi di dalam tubuh manusia.
Yohanes mengatakan:
“Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima Dia.” (Yohanes 1:10-11).
Yang lebih riskan lagi, kaum ahli Taurat (para teolog) dan kamu Farisi (pemimpin agama) sebagai kaum yang dianggap memiliki nilai lebih secara keagamaan, juga tidak mengenal siapakah TUHAN itu. Yesus menegaskan fakta tersebut:
“Baik Aku, maupun Bapa-Ku tidak kamu kenal. Jikalau sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga bapa-Ku.” (Yohanes 8:19).
“Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Tuhan kami, padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia, dan Aku menuruti Firman-Nya.” (Yohanes 8:54- 55)
“Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau.”(Yohanes 17:25)
Karena itu, maka segala sesuatu nama ilah, dewa, tuhan, yang ada di berbagai suku bangsa, bukanlah pribadi TUHAN, yang sebenarnya. Berbagai nama tuhan yang ada di muka bumi merupakan nama malaikat iblis yang mengaku sebagai TUHAN, agar manusia menyembah kepadanya. Ketidaktahuan manusia dan kecanggihan tipuan iblislah yang menyebabkan mereka mempercayai, bahwa nama ilah yang mereka sembah itu benar-benar TUHAN.
Alkitab mencatat beberapa nama dewa, tuhan yang disembah oleh suku-suku bangsa di sekeliling Israel, seperti : Baal. Molokh, El Berith, Kamos, Milkom, dan lain-lain. Bangsa-bangsa lain juga memiliki nama-nama dewa yang khusus, seperti Zeus (Yunani), Allah (Arab), Brahma, Syiwa, Wisnu (Hindu), Dewa Kwan Im (Cina), Amaterasu Omikami (Jepang). Demikian juga nama Debata atau Ompu Tuan Mulajadi Nabolon (ada suku bangsa Batak atau sering disebut Debata (Toba), Dibata (Karo), Naibata (Simalungun)).
Pada satu sisi, eksistensi agama pada setiap suku bangsa merupakan ekspresi dari sifat kekekalan yang dimiliki oleh manusia. Agama mengekpresikan kerinduan yang masih tersisa di hati manusia akan persekutuan dengan Tuhan. Namun pada sisi lain, berbagai bentuk agama merupakan bentuk tipuan canggih dan sangat halus yang dilakukan oleh iblis dengan memanfaatkan kerinduan yang ada di dalam diri manusia. Dengan agama, iblis berhasil menduduki kekosongan tahta Tuhan di hati manusia dan dia menimmati kursi kemuliaan sebagai Tuhan.
Ketidaktahuanlah yang menyebabkan berbagai suku bangsa menyembah dan memuliakan nama iblis, yang dianggapnya sebagi tuhan. Ketidaktahuanlah yang menyebabkan nenek moyang orang Batak menyembah Debata Mulajadi Nabolon, dan mengikatkan diri dan seluruh keturunannya kepada iblis melalui upacara adat. Ketidaktahuanlah yang menyebabkan orang Kristen Batak melakukan sinkretisasi antara Injil dan agama yang diajarkan oleh Mulajdi Nabolon. Dan ketidatahuan inilah yang juga menjadi dasar dari Doa Agung Yesus Kristus di Golgota:
“Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34).
Dalam konteks berbagai nama ilah yang telah diperkenalkan oleh iblis di setiap suku bangsa inilah Tuhan berkenan kembali menyatakan diri-Nya kepada orangorang yang telah dipilih-Nya. Pengenalan diri-Nya kepada manusia dimulai dengan memanggil Abraham keluar dari bangsanya, negerinya dan dari tuhan leluhurnya. TUHAN memanggil Abraham untuk bersekutu dengan diri-Nya, Tuhan yang sesungguhnya, di tanah yang akan diberikan-Nya kepada Abraham.
Panggilan inilah yang diserukan-Nya kembali kepada bangsa Israel di Mesir. Panggilan inilah yang menjadi alasan utama yang diajukan oleh Musa kepada Firaun untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. TUHAN memperkenalkan diri-Nya kepada bangsa Israel melalui Musa. Namanya adalah YHWH: “Aku adalah Aku”, Firaun menghinanya dengan memanggil TUHAN yang tidak dikenalnya dengan “Dewa Orang Ibrani”.
“Beginilah Firman TUHAN: Biarkanlah umat-Ku pergi untuk mengadakan perayaan bagi-Ku di padang gurun”. (Kejadian 5:1).
Panggilan ini diserukan di tengah-tengah banyak dewa yang disembah oleh orang Mesir. Para tuhan inilah yang mengendalikan alam rohani Mesir, dan mengilhamkan berbagai aturan ibadah yang harus ditaati oleh bangsa itu. Sebagi budak, maka orang Israel hidup di bawah kuasa-kuasa iblis yang mengendalikan kerajaan Mesir selama ratusan tahun.
Panggilan untuk bersekutu dengan TUHAN inlah yang diserukan berulang-ulang kepada bangsa israel oleh para nabi di Perjanjian Lama, karena berulangkali mereka meninggalkan TUHAN, Semesta Alam. Panggilan inilah yang diserukan kembali di Perjanjian Baru. Yesus mengatakan:
“Percayalah kepada Tuhan, percayalah kepadaKu juga” (Yohanes 14:1)
“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya…Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu” (Yohanes 15:1,4).
Panggilan ini juga yang telah diikuti oleh jemaat Perjanjian Baru”
“Sebab mereka sendiri bercerita tentang kami, bagaimana kami kamu sambut, dan bagaimana kamu berbalik dari berhala-hala kepada Tuhan untuk melayani Tuhan yang hidup dan benar”. (1Tesalonika 1:9).
Panggilan untuk bersekutu dengan TUHAN ditopang oleh kebesaran kuat kuasa- Nya. Tantangan terbesar untuk beribadah kepada TUHAN bukan berasal dari manusia, tetapi berasal dari penguasa-penguasa kerajaan angkasa yang menguasai Mesir, yaitu iblis, malaikat iblis dan seluruh roh-roh jahat pengikutnya. Iblis tidak akan pernah merelakan seorang manusiapun yang telah dikuasainya untuk beribadah kepada TUHAN. Mereka akan mempertahankan dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Iblis akan menggerakkan orang-orang yang dikuasainya untuk menghalangi tercapainya tujuan TUHAN, baik pemimpin politis, agama, paranormal dan manusia lainnya.
Sehingga panggilan untuk bersekutu dengan TUHAN merupakan peperangan rohani antara seluruh bala tentara sorga dengan pasukan bangsa Israel dari Mesir.
“Dan kepada semua ilah di Mesir akan kujatuhkan hukuman Akulah TUHAN” (Keluaran 12:12b) Penghukuman TUHAN atas segala ilah orang Mesir terlihat dalam kesepuluh tulah yang dijatuhkan-Nya. Setiap tulah merupakan suatu kesaksian akan kekalahan pada ilah orang Mesir atas kekuasan TUHAN. Melalui tulah, TUHAN menyatakan kepada orang Mesir dan kepada dunia pada masa itu, bahwa Dialah TUHAN, Aku adalah Aku.
Penulis menyadari bahwa memberitakan panggilan TUHAN untuk keluar dari upacara adat Batak, keluar dari penyembahan kepada Mulajdi Nabolon melalui ketiga dewa Batak akan berhadapan dengan kemarahan roh-roh sembahan leluhur Batak, yaitu pra malaikat iblis penguasa teritorial rohani orang Batak. Namun panggilan untuk beribadah kepada Tuhan Yesus, bagaimanapun juga juga harus diberitakan dan kuasa Yesus telah mengalahkannya, sama seperti kuasa-Nya yang telah mengalahkan malaikat-malaikat Iblis penguasa teritorial Mesir.
C. Panggilan Hidup Kudus
Pada waktu TUHAN memanggil bangsa Israel keluar dari Mesir, mereka dipanggil untuk beribadah kepada TUHAN. Setelah sampai di gunung Sinai, maka TUHAN membuat suatu perjanjian dengan bangsa itu, yang merupakan peneguhan kembali janjiNya kepada Abraham, dimana TUHAN akan menjadi sembahan orang Israel, dan mereka akan menjadi umat TUHAN. Karena itu TUHAN berfirman:
“Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Tuhanmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus” (Imamat 11:45)
“Kuduslah kamu bagiKu, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milikKu”. (Imamat 20:26).
TUHAN memilih bangsa itu untuk memasuki suatu persekutuan denganNya. Persekutuan itu hanya dimungkinkan jika mereka hidup sebagaimana adanya TUHAN, yaitu hidup dalam kekudusan. Kekudusan merupakan suatu standar hidup yang akan membedakan kehidupan bangsa Israel dari segala bangsa di dunia. Seluruh bangsa-bangsa telah jatuh ke dalam dosa, karena itu TUHAN mau memakai bangsa Israel sebagai sarana untuk menyatakan kemuliaanNya di seluruh dunia. Melalui bangsa itu TUHAN akan memperkenalkan diri-Nya kepada segala bangsa di seluruh dunia. Karena itu kehidupan bangsa Israel harus dipisahkan dari segala bentuk cara hidup bangsa-bangsa yang telah jatuh ke dalam dosa.
Gunung Sinai adalah tempat dimana TUHAN mempersipakan bangsa ini untuk menjadi umat TUHAN. Pada tempat yang terpencil itu, mereka menerima Hukum Taurat beserta segala aturan hidup yang akan membedakan mereka dengan bangsa lain. Mereka harus hidup berbeda dengan bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal
TUHAN, Semesta Alam. Karena kekudusan merupakan prasyarat bagi mereka untuk memperoleh dukungan hikmat dan kuasaNya agar dapat memasuki tanah perjanjian.
Dengan kekudusan mereka akan meraih kemenangan atas segala bentuk serangan musuh yang hendak membinasakannya. Dengan kekudusan mereka meraih kemenangan demi kemenangan seperti yang dicatat di dalam Alkitab. Dengan kekudusan mereka memasuki tanah yang TUHAN telah janjikan kepada Abraham. Tetapi sejarah bangsa itu berubah menjadi suram manakala mereka kembali sama seperti bangsa-bangsa lain. Penghukuman TUHAN datang menimpa sehingga banyak di antara mereka yang dikejar dan mati terbunuh oleh musuh-musuhnya, dan sisanya terserak di berbagai bangsa di dunia. Kepahitan dan penderitaan adalah bagian dari penghukuman dan kutuk yang mereka terima selama berabad-abad.
Di tengah-tengah kekerasan hati bangsa Israel, TUHAN meneruskan rancanganNya di dunia, dengan pemberitaan Injil yang dilakukan oleh murid-murid Yesus Kristus. Melalui karyaNya di Golgota, maka seluruh bangsa di dunia mendapatkan anugerah memasuki panggilan TUHAN untuk keluar dari kegelapan rohani dan bersekutu dengan Dia. TUHAN memanggil bangsa-bangsa untuk keluar dari segala ilah sembahannya, dari cara hidup yang tidak benar yang diwariskan oleh nenek moyangnya.
Bangsa-bangsa diberi anugerah untuk menjadi Umat Tuhan, suatu imamat yang rajani, bangsa Tuhan. Dalam panggilan itulah, maka kekudusan tetap merupakan kebenaran utama yang ditegakkanNya kembali dalam kehidupan umat yang baru itu. Bangsa-bangsa dipanggil keluar dari dalam dosa pemberontakannya, dan memasuki hidup yang beribadah kepada Tuhan Yesus dalam kebenaran dan kekudusan seumur hidupnya. Kebenaran ini ditegaskan kembali di Perjanjian Baru:
“Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang keudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus”. (1 Petrus 1:16).